Kisah Ronald Susilo Tinggalkan Indonesia & Jadi Pahlawan Bulutangkis Singapura
INDOSPORT. COM - Ronald Susilo, legenda bulutangkis Singapura, melewati perjalanan karier yang tak lepas dari badai cedera, hingga kisah berganti negara meninggalkan Indonesia.
Kiprah Singapura dalam jagat bulutangkis tunggal putra, belakangan tampak kesulitan bersaing dengan negara-negara lain. Lihat saja daftar 25 besar teratas ranking BWF, tidak tertera satu pun atlet tunggal putra Singapura.
Namun bila melangkah jauh ke tahun 2004 silam, Singapura punya seorang jagoan bernama Ronald Susilo. Penampilan Ronald kala itu sukses bertengger menempati ranking enam BWF.
Pada tahun yang sama pula, Ronald sukses meraih beberapa prestasi manis. Ronald menembus semifinal All England, tampil di Olimpiade, dan yang paling mengesankan adalah menjuarai gelaran Japan Open.
Secara keseluruhan, total ada tiga piala yang mampu diraih Ronald sepanjang kariernya. Selain Japan Open 2004, Ronald turut menyabet trofi Thailand Open 2003 dan Luxembourg Open 2006.
Segala kejayaan Ronald di masa lalu, ternyata dilaluinya dengan penuh perjuangan. Hal yang paling membuat Ronald harus begitu gigih, yakni ketika dirinya bertanding sambil menahan rasa sakit akibat cedera.
Parahnya, momen seperti itu bukan hanya sekali saja terjadi, tapi malah berulang. 2004 misalnya, seperti dikutip dari situs Population, Ronald turun di ajang Olimpiade Athena sembari menahan rasa cakit cedera bahunya.
SEA Games 2007, Ronald kembali diterpa kisah serupa. Ronald membawa Singapura menjadi runner-up alias peraih medali perak, tapi kala itu otot bagian sikunya sobek, dan harus menjalani operasi demi proses penyembuhan.
Tahun 2015, Ronald yang kembali dari masa pensiunnya untuk berlaga di SEA Games, terpaksa undur diri, lagi-lagi akibat cedera. Ronald benar-benar tak bisa bermain karena menderita cedera pada bagian pinggulnya.
"Setiap hari, saya mengambil obat penghilang rasa sakit," ujar Ronald seperti dikutip dari Population.
"Publik tidak tahu seberapa perjuangan yang telah saya lalui. Ketika saya di lapangan, publik hanya melihat hasilnya saja, saya menang atau kalah," lanjut Ronald.
Jauh sebelum badai cedera dan kejayaan datang secara bersamaan, Ronald lebih dulu melewati fase berpindah negara. Ronald yang aslinya lahir di Indonesia pada 1979, memutuskan pindah ke Singapura 14 tahun kemudian.
Awal kedatangannya ke Singapura, Ronald sejatinya hanya berfokus untuk mengejar pendidikan, sembari menekuni hobi bulutangkis. Ia sekolah di Anglo Chinese School dan bermain membela tim bulutangkis sekolahnya.
"Ketika saya datang ke Singapura, ayah saya hanya ingin saya mendapatkan pendidikan yang bagus," kata Ronald.
"Saya tidak pernah berpikir saya akan menjadi pebulutangkis profesional." tambahnya.
Pada 1997, Ronald ingin sekali melanjutkan pendidikan ke Australia. Akan tetapi krisis ekonomi tiba-tiba melanda negara-negara Asia dan Indonesia, sehingga Ronald harus membatalkan rencananya.
Ronald tidak ingin terus membebani keluarganya. Akhirnya Ronald memutuskan bermain bulutangkis secara profesional, demi menunjang kelangsungan hidupnya di Singapura.
“Saya tidak ingin menghabiskan uang orang tua saya. Saya berasal dari keluarga kelas menengah, sungguh tidak bijak jika saya sampai membebankan mereka di situasi krisis," ungkap Ronald.
Tepat pada 1998, Ronald mampu menembus tim utama bulutangkis Singapura. Empat tahun setelahnya, Ronald mendapatkan status warga negara Singapura, dan terus menjadi pahlawan bulutangkis di sana.