Ada yang Libatkan Indonesia, 3 Kontroversi yang Warnai Piala Thomas
INDOSPORT.COM – Turnamen beregu bergengsi, Piala Thomas dan Uber 2020 akan segera menghapus rasa kangen para Badminton Lovers, 3-11 Oktober mendatang.
Denmark untuk pertama kalinya akan menjadi tuan rumah Piala Thomas dan Uber, tepatnya di Ceres Arena, Aarhus. Tim putra China akan turun sebagai juara bertahan Piala Thomas dan tim putri Jepang tampil sebagai juara bertahan Piala Uber.
Piala Thomas dan Uber ini akan menjadi edisi yang ke-31. Sudah berlangsung sejak 1949, turnamen ini tak lepas dari sejumlah kontroversi. Bahkan saking hebohnya, Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) harus merevisi aturan mainnya beberapa kali.
Menjelang turnamen ini, berikut INDOSPORT mengulas tiga edisi Piala Thomas yang diwarnai dengan kontroversi.
Piala Thomas 1964
Asa Denmark untuk memenangkan Piala Thomas untuk pertama kalinya pupus di tangan tim Indonesia. Jepang ketika itu menjadi tuan rumah untuk kali pertama dan Indonesia sebagai juara bertahan melawan Denmark di babak final.
Saat itu Denmark di atas angin usai unggul 3-1 di hari pertama babak final. Pemain Denmark Erland Kops yang saat itu menjadi salah satu yang terbaik diharapkan bisa menuntaskan perjuangan timnya.
Namun sebagaimana dikutip dari NST, penonton Indonesia yang militan melakukan segala cara untuk menggagalkan kemenangan Denmark.
Sebanyak 300 pendukung Indonesia terbang ke Jepang dan mulai menyoraki tim lawan hingga sengaja menyalakan lampu blitz untuk mengalihkan perhatian pemain Denmark.
Tingkah pendukung Indonesia rupanya berhasil hingga mengganggu Kops di poin-poin penting. Ferry Sonneville yang menjadi lawannya, mampu balik menekan bahkan membantu Indonesia mempertahankan Piala Thomas.
1. Piala Thomas 1967
Indonesia yang menjadi tuan rumah, memiliki semangat besar untuk mempertahankan kembali Piala Thomas. Saat itu tim Merah Putih menghadapi Malaysia di babak tantangan atau challenge round yang berlangsung dua hari.
Jelang babak tantangan, kontroversi muncul saat PBSI memanggil Ferry Sonneville yang merupakan pemain senior berusia 36 tahun. Padahal sebelumnya nama Ferry disebut-sebut tak akan masuk tim inti. Dan benarlah, Ferry akhirnya tak mampu menyumbang poin pertama untuk Indonesia.
Ketika kedudukan 3-4, atmosfer Istora Senayan pun memanas. Kondisi itulah yang memicu honorary referee (wasit kehormatan), Herbert Scheele mulai gerah. Scheele seolah memberikan isyarat bahwa teriakan dan nyanyian penonton justru mengganggu pemain yang tengah melakukan servis.
Scheele pun memutuskan pertandingan dilanjutkan keesokan harinya tanpa penonton karena situasi yang semakin tak kondusif. Namun Indonesia menolak dengan tegas keputusan itu. Akhirnya, pertandingan malam itu pun resmi dihentikan dalam kondisi undecided (tak diputuskan siapa yang menang dan kalah).
Lalu, dalam sidang IBF tertanggal 4 Juli 1967 di London, diputuskan bahwa challenge round Indonesia vs Malaysia (sisa partai yang belum selesai), akan tetap dilanjutkan di Selandia Baru pada Oktober 1967. Sekali lagi, Indonesia menolak keras keputusan tersebut dan akhirnya Malaysia diputuskan menang 6-3.
Piala Thomas 2008
Tim bulutangkis Korea Selatan melakukan kecurangan di edisi Piala Thomas 2008 yang berlangsung di Jakarta. Saat itu, mereka dengan sengaja kalah di seluruh pertandingan fase grup.
Hal yang mencederai fairplay itu dilakukan demi memudahkan langkah mereka di babak selanjutnya yang menggunakan sistem gugur. Padahal saat itu, Korea terbilang di atas kertas melawan Inggris dan Malaysia.
Kalah dari dua negara tersebut dengan skor 1-4, Korea akhirnya menjadi juru kunci di grup Piala Thomas. Kecurangan itu lantas diakui oleh sang manajer tim, Kim Jong-soo. Ia menyatakan anak asuhnya sengaja kalah agar terhindar dari lawan berat di babak gugur, yakni antara Indonesia atau China.
Kim Jong-soo saat itu malah menyalahkan BWF dan penyelenggara karena menciptakan celah untuk tim mana saja guna menyiasati pertandingan mereka di babak berikutnya. Karena dianggap merusak reputasi kompetisi, BWF akhirnya merevisi peraturan untuk edisi berikutnya.