Pelatih Asal Solo Bocorkan Perbedaan Bulutangkis di Asia dan Benua Amerika
INDOSPORT.COM – Nama pelatih bulutangkis asal Indonesia, Muamar Qadafi, langsung moncer setelah sukses membawa Kevin Cordon asal Guatemala mencapai babak semifinal Olimpiade Tokyo 2020.
Pelatih asal Solo tersebut rupanya pernah mencicipi melatih bulutangkis di Peru sebelum hijrah ke Guatemala. Hal ini ia sampaikan dalam bincang-bincang di kanal PB Djarum bersama Yuni Kartika yang bertajuk Ini Komentar Pelatih Kevin Cordon Soal Pertandingan Lawan Ginting!.
Bulutangkis sendiri bukanlah olahraga yang populer di benua Amerika. Maka sudah pasti banyak perbedaan yang dialami Qadafi ketika melatih di Asia dan di Amerika.
“Banyak sekali (bedanya). Pertama, badminton bukan olahraga populer yang bisa menjamin masa depan mereka. Jadi banyak atlet mereka masih untuk olahraga waktu luang, bukan olahraga yang dijadikan profesi, untuk menghabiskan waktu saja,” tuturnya.
“Pendidikan masih yang utama buat mereka. Kadang mereka latihan 2-3 kali dalam seminggu karena ada ujian. Ada yang kuliah, bahkan ada yang kerja juga.”
Qadafi melanjutkan, pelatih-pelatih dari Indonesia ini bahkan harus rela mengganti waktu berlatih di hari libur.
“Misalkan ada yang kerja hari Jumat jam segini, nanti ganti hari sabtu. Hari sabtu nanti gak bisa latihan, mungkin hari minggu. Kita yang beradaptasi dengan waktu sekolah dan kerja mereka.”
Karena atlet di sana jumlahnya terbatas, termasuk ketersediaan biaya, banyak pebulutangkis yang bermain rangkap bahkan dalam tiga sektor.
“Satu pemain ini bermain tiga event: ganda, tunggal, dan ganda campuran. Ternyata alasannya tidak yakin dengan kualitas mereka sendiri. Mereka kalau bertanding menghabiskan banyak biaya, jadi tidak mau dihabiskan untuk bermain di satu pertandingan saja,” kata Qadafi.
1. Sulit Cari Peralatan Bulutangkis
Muamar Qadafi mengakui masyarakat di benua Amerika memang belum banyak yang tahu bulutangkis. Hal itu lalu berdampak pada sulitnya mencari fasilitas dan peralatan.
“Susahnya mencari peralatan untuk latihan, seperti raket dan senar. Jadi kadang kita kontak orang AS, nanti ketemu di pertandingan atau mereka kirimkan ke sana dan harganya lumayan mahal. Sepatu juga seperti itu.”
Ia juga menjelaskan soal kondisi tim nasional Peru ketika melatih di sana. Ketika itu ia melatih di sebuah klub privat yang anggotanya adalah orang-orang kaya.
“Dan timnas berada di klub itu sendiri, karena mayoritas atlet-atletnya anak-anaknya member dari klub,” katanya.
Sementara di Guatemala, ia menceritakan kalau federasi bulutangkis di sana tidak menyiapkan pemusatan latihan untuk tim nasional. Ketika kompetisi sudah berakhir, para pemain akan pulang ke daerahnya masing-masing.