Panas! Atletnya Tak Boleh Ikut Turnamen, Pemilik Klub Bulutangkis Indonesia Kritik Pedas PBSI
INDOSPORT.COM – Pemilik klub bulutangkis, Miftah Fardi Luthfianto, berani bersuara lantang mengkritik PBSI usai dua atletnya ditolak ikut turnamen karena terbentur regulasi.
Founder of Indo Prima Badminton Club, Lampung, Miftah Fardi Luthfianto, melalui twitternya mengungkapkan kekecewaannya pada Persatuan Bulutangkis Seluruh Indonesia (PBSI).
Kekecewaan bermula ketika dua anak didiknya di klub, tak disetujui PBSI untuk ikut turnamen level Future Series M&Q South Africa International 2022 pada 1-4 Desember mendatang.
“M&Q South Africa FS is out! dan betul, nggak ada nama dua atlet saya, yg artinya mereka ga didaftarkan oleh PBSI,” tulis twitter @faridluthfianto.
Ya, berdasarkan regulasi PBSI, setiap atlet Indonesia yang hendak mendaftarkan diri ke turnamen bulutangkis, ada ketentuan minimal ranking, tergantung dari level acara.
Bahkan untuk atlet yang hendak ikut turnamen bulutangkis level paling rendah rendah, Future Series, PBSI mengharuskan atlet tersebut memiliki ranking 1-400 besar.
Jadi atlet yang tak memiliki ranking, akan sulit untuk mendaftarkan di suatu turnamen. Pembaruan kebijakan tersebut, menurut Miftah Fardi Luthfianto, dianggap merugikan.
“Lalu atlet pro di luar ranking 400 harus memulai karier darimana min PBSI? Bisa jawab? soalnya nanya ke 3 staff PBSI gaada yang bisa jawab,” sambung twitter @faridluthfianto.
Dalam pengakuannya, Miftah Fardi Luthfianto bahkan sampai mempertanyakan kepada PBSI melalui email maupun pesan melalui whatsapp. Namun dia tak menemui jawaban memuaskan.
Sebelum Miftah Fardi Luthfianto, atlet bulutangkis independen Indonesia, Andi Fadel Muhammad, juga pernah mengkritik pedas PBSI soal regulasi yang sama. Mengapa regulasi PBSI begitu ketat?
1. Mengapa Aturan PBSI Begitu Selektif?
Sebenarnya sah-sah saja siapapun bisa mengkritik aturan PBSI yang telah ada, termasuk atlet bulutangkis seperti Andi Fadel Muhammad dan pemilik klub bulutangkis Miftah Fardi Luthfianto maupun Fadel Muhammad.
Namun aturan tetaplah aturan yang harus ditaati mau tidak mau. Sementara kritik dan saran bisa menjadi pertimbangan lain yang juga penting untuk dimusyawarahkan.
PBSI sendiri memang sudah merevisi beberapa aturan baru untuk atlet yang diberikan izin ke suatu turnamen bulutangkis
Disinyalir aturan baru tersebut terjadi salah satunya karena dilatarbelakangi insiden sejumlah pebulutangkis professional atau non pelatnas PBSI pada 2020 yang melakukan match fixing.
Dilansir dari laman BWF, ada beberapa pebulutangkis Indonesia yang saling mengenal, melanggar peraturan integritas BWF terkait pengaturan pertandingan dan manipulasi pertandingan.
Para pebulutangkis Indonesia itu diskors sejak Januari 2020 hingga enam -12 tahun. Mereka juga didenda masing-masing antara Rp 42 juta-168 juta.
Untuk itulah, meski dihantam kritikan oleh beberapa pihak, PBSI sampai sejauh ini masih berpegang teguh dengan regulasi yang ada.
Dewan BWF asal Indonesia, Bambang Roedyanto, bahkan menekankan jika PBSI memiliki banyak alasan terkait regulasi yang ada.
“Sdh tahu yg main judi sampai 12 pemain di Ban? Siapa yang bayar denda akhirnya? bnyk detail loh yg kalian tidak tahu?” tulis Bambang Roedyanto menjawab pertanyaan badminton lovers Indonesia.
Semoga segala permasalahan bisa menemui titik terang. Namun yang jelas, baik PBSI maupun pelaku bulutangkis, tentunya memiliki harapan yang sama untuk Indonesia.
Sumber: Twitter/@@faridluthfianto