Kasus Nyanyian Pemain Persija dan Kekhawatiran Alex Ferguson atas Bahaya Sosial Media
Media sosial selalu menjadi subjek perdebatan dalam sepakbola. Sebagai sebuah medium yang memfasilitasi komunikasi para penggelut olahraga kulit bundar dengan publik luas, media sosial memiliki peranan penting dalam sepakbola modern.
Sebelum kelahiran media sosial, para pemain sepakbola hanya dapat berinteraksi melalui wawancara resmi, yang bahkan biasanya berada dalam pengawasan ketat perwakilan dari klub. Media sosial menawarkan batu loncatan terhadap pagar-pagar tersebut, menjadi terowongan komunikasi antara penggemar sepakbola dan idola-idolanya.
Hal ini mengundang perhatian dari asosiasi sepakbola, pihak liga, klub bahkan pelatih. Bagaimanapun, seorang pesepakbola adalah representatif dari negara, kompetisi dan klub -- tanpa monitor ketat, citra yang telah dibangun dapat dirusak dalam kurun waktu satu malam.
1. Penolakan Media Sosial di Lingkup Sepakbola
Mantan pelatih sekaligus legenda Manchester United, Sir Alex Ferguson, pernah menyatakan kecemasannya pada maraknya penggunaan media sosial.
"Saya tidak memahaminya, jika harus jujur. Saya tidak tahu mengapa siapapun mau saja repot-repot untuk hal seperti itu. Bagaimana Anda memiliki waktu untuk mengurusinya? Ada jutaan hal yang bisa anda lakukan di dalam hidup anda tanpa hal tersebut (media sosial). Datanglah ke perpustakaan dan baca sebuah buku. Serius. Itu hanya buang-buang waktu."
"Kami sebagai sebuah klub sedang memantaunya (media sosial Twitter kala itu) karena ada banyak isu yang turut serta dengan hal itu. Dan kami tidak menginginkannya," lanjut Ferguson.
Tidak hanya sampai pada kritikan, The Red Devils bahkan menutup akun-akun media sosial pemainnya pada Januari 2010. Klub pun mengeluarkan pernyataan terkait kebijakan tersebut.
"Klub berharap untuk membuat semuanya jelas bahwa tidak ada pemain Manchester United yang memiliki profil pribadi di situs jejaring sosial. Para penggemar yang menemukan halaman web yang mengaku sebagai pemain-pemain United harus memperlakukannya dengan skeptisme ekstrem. Berita resmi manapun yang berhubungan dengan Manchester United atau pemain-pemainnya akan dikomunikasikan via ManUtd.com."
2. Kasus Video Pemain Persija
Di lingkup nasional, pemberitaan mengenai 'nyanyian rasis' -- meskipun sebenarnya tidak ada yang rasis di dalam lagu tersebut, melainkan olokan terhadap basis penggemar klub rival -- menjadi topik pembicaraan.
Di dalam sebuah video live di jejaring sosial Instagram, terdengar teriakan ejekan terhadap pendukung Persib Bandung, Bobotoh, dari oknum pemain Persija Jakarta. Kejadian tersebut bahkan memaksa klub Persija membuat pernyataan resmi dan meminta maaf publik.
Perkembangan terakhir, pemain-pemain Persija bahkan terpaksa menutup kolom komentar akun-akun Instagram pribadinya, karena begitu banyak cacian yang diterima usai insiden yang disayangkan tersebut.
3. Citra dan Komoditas
Memang, peran media sosial di dalam perkembangan pesat sepakbola tak dapat dianggap remeh. Jika digunakan dengan benar, media sosial merupakan sebuah senjata komunikasi paling ampuh di era internet. Mantan bek Manchester United juga pernah menuturkan perlunya keterampilan dalam menguasai medium tersebut.
"Orang-orang yang mengurus saya mengatakannya dan mungkin selama enam bulan bahwa saya harus bergabung (ke media sosial)," tutur pria 39 tahun yang sekarang menjadi pundit ini.
"Itu adalah sebuah cara nyata yang baik untuk berinteraksi dengan fans dan benar-benar membentuk citra anda sendiri daripada membiarkan orang lain membangunnya untuk anda dan memberikan persepsi kepada orang-orang bahwa itu tidak benar. Saya mendapatkan respons yang lebih baik, bahkan ketika hanya berbelanja, karena orang-orang melihat bahwa anda normal."
Citra seorang figur pesepakbola di media sosial pun menjadi komoditas baru yang dapat mengisi pundi-pundi keuangan seorang pesepakbola. Semakin banyak engagement di akun seorang pesepakbola, semakin besar nilainya bagi klub maupun sponsor. Jelas, pesepakbola dengan 10 juta pengikut, jauh lebih menarik dibandingkan pemain lain dengan 10 ribu pengikut
4. Agensi, Salah Satu Solusi
Namun tidak semua atlet rumput hijau memiliki waktu atau kemampuan branding di media sosial. Di sini lah agensi-agensi media sosial hadir, menawarkan jasa yang mampu menghemat waktu dan pikiran pesepakbola.
Kebanyakan pemain-pemain bola elite yang anda kenal, berada di bawah suatu manajemen atau agensi Public Relations yang mengatur segala aktivitas sang pemain, termasuk komunikasi di media sosial. Setiap unggahan dari pemain-pemain ini melewati proses penyaringan, perangkaian kata, bahkan terkadang rekayasa.
Penggunaan agensi-agensi ini juga mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan seperti yang terjadi pada pemain-pemain Persija dan Bobotoh. Meskipun klarifikasi resmi telah dirilis, pemain-pemain menundukkan kepalanya dalam sebuah video permintaan maaf -- mencegah selalu lebih baik daripada mengobati.