x

Membedah Kesuksesan Bhayangkara FC, Perusak Dominasi Klub Besar Liga Indonesia

Kamis, 7 Februari 2019 19:34 WIB
Penulis: Petrus Manus Da' Yerimon | Editor: Yohanes Ishak
Logo Bhayangkara FC.

INDOSPORT.COM - Dalam dua tahun terakhir, Bhayangkara FC berkembang menjadi klub yang patut diperhitungkan, lantaran tampil konsisten dan mengakhiri musim di papan atas Liga 1 Indonesia.

Klub berjuluk The Guardian itu bahkan menjadi juara pada musim 2017 dan finish di posisi tiga besar musim 2018 yang bisa saja membawanya bermain di kejuaraan Asia, Piala AFC 2019 (jika Persija Jakarta lolos kualifikasi Liga Champions Asia dan masuk ke babak utama).

Kendati demikian, Bhayangkara FC belum juga mampu merangkul ataupun membangun basis suporter besar, layaknya peserta Liga 1 lainnya.

Baca Juga

Selain itu, tim yang bermarkas di Stadion Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK), Jakarta Selatan itu kerap mendapat cibiran dari beberapa orang lantaran dianggap tidak punya sejarah panjang di sepak bola Indonesia.

Kepolisian RI membentuk tim sepak bola adalah hal yang baru di Indonesia. Meski sejumah negara tetangga juga sudah ada tim serupa berlatar belakang kepolisian. Sebut saja Home United (Singapura), BEC Tero Sasana FC (Thailand) atau tim Negeri Jiran Malaysia, PDRM FA.

"Spirit Kepolisian membentuk Bhayangkara FC dengan landasan semangat bahwa kita ingin menjadi contoh bagaimana membentuk klub sepak bola dengan manajemen yang sehat," ujar Manajer Bhayangkara, Sumardji kepada INDOSPORT.COM.

Di awal kemunculannya, Bhayangkara langsung memberi kejutan dengan mampu merusak dominasi klub besar seperti PSM Makassar, Persipura Jayapura, Persib Bandung, Persija Jakarta dan lainnya dengan menjuarai Liga Indonesia 2017.

Tentu bukan hal yang mudah mengelola klub profesional yang sehat secara bisnis dan manajemen, terutama bagi para anggota kepolisian yang tak memiliki pengalaman dalam industri sepak bola. 

Pria berpangkat Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) ini menceritakan suka duka awal mula membentuk Bhayangkara FC menjadi tim modern.   

"Bermula kita membeli saham klub Surabaya United yang waktu itu sama Pak Gede Widiade. Saat itu tidak semuanya, hanya 35 persen dan dipakailah nama Bhayangkara Surabaya United dan itu berjalan tahun 2016," katanya.

Baca Juga

Jika banyak pihak menilai Bhayangkara adalah klub lahir di tengah dualisme Persebaya Surabaya. Sumardji mengatakan hal itu tidak penting dibahas, lantaran manajemen mengakuisisi tim kesayangkan Bhara Mania saat tengah bermain di kasta teratas.

Ya, dulu tidak sedikit yang mengira jika ada dua Persebaya yang bermain di kompetisi berbeda, pada saat kompetisi Indonesia mengalami dualisme 2014 lalu. 

Ada Persebaya 1927 yang bermain di Liga Primer Indonesia dan Persebaya Surabaya yang tampil di Divisi Utama yang sebelum diakuisisi bernama Persikubar Kutai Barat yang pada akhirnya menjadi cikal bakal Bhayangkara FC

"Sebenarnya kalau ditanya soal itu saya tidak bisa menjelaskan karena kita beli posisinya di kasta teratas. Kami tidak tahu sejarahnya seperti apa, tapi yang pasti kami beli saham itu saat di atas," jelas Sumardji.

"Kita tidak tahu soal (kaitannya dengan) Persebaya, saat itu kami beli sudah ada pemain, ada klub dan sesuai aturan. Saya no comment kala soal manajemen dari klub sebelumnya," lanjutnya.

Sumardji menjelaskan telah terlibat sejak pembelian saham pada 2016 lalu. Ia mengatakan manajemen memilih mengakuisisi klub sepenuhnya sebagai salah satu langkah untuk berkontribusi di sepak bola nasional yang sedang sakit pada 2015 lantaran dibekukan FIFA.

"Kita ingin jadi pilar penting buat menghidupkan sepak bola Indonesia di 2016," terangnya. 

Salah satu kelebihan Bhayangkara adalah para pemain profesional bisa diangkap menjadi anggota aktif Polri. Tentunya  ini menjadi semangat tersendiri bagi pemain, karena punya masa depan lebih terjamin usai pensiun dari sepak bola.  


1. Tak Pakai Uang Negara

Pemain Bhayangkara FC saat latihan.

Soal sumber pendanaan dan pembiayaan klub dalam mengarungi kompetisi, Bhayangkara dikelola secara profesional dengan mendatangkan banyak sponsor.

"Kami diberi kewenangan membangun hubungan baik dengan mitra kerja atau sponsor dan itu dari atasan saya arahannya,” tutur manajer Bhayangkara, Sumardji soal pembiayaan klub.

“Di 2017 beberapa sponsor sangat terbuka seperti BRI, BNI, lanjut Pertamina, Jasa Raharja dan lainnya. Terbukti saat ini sponsor banyak sekali yang ingin bemitra dengan kami."

Baca Juga

"Perlu diluruskan Bhayangkara tidak ada sepeserpun pendanaan dari pemerintah atau kepolisian. Dari nol saya tahu persis kalau ada yang mengatakan seperti itu, itu tidak benar.”

“Kami pure bisnis sama halnya seperti klub lainnya, dan manajemen sangat terbuka, jika pembiayaannya kelebihan atau terlalu besar maka kami memilih mengeremnya," lanjutnya. 

Bagi Bhayangkara FC, sponsor adalah nafas utama tim. Oleh sebab itu, Sumadji menegaskan pada semua pemain dan pelatih agar tampil konsisten, jika tidak sponsor bisa saja berpaling dan hal itu memjadi 'bencana'.

Sebab tim berjuluk The Guardian haya menggantungkan pendapatan dari sponsor, berbeda dengan klub lainnya yang memiliki banyak suporter.

Baca Juga

"Kami tidak punya basis suporter makanya kami basisnya sponsor. Klub lain yang basis suporternya besar bisa buat dapatkan modal dari tiket, tapi kami hanya andalkan sponsor," tambah Sumardji.

"Makanya kualitas permainan kami harus dijaga, jika tidak maka sponsor akan kabur. Ini berbeda dengan klub lain yang punya basis militan ketika naik turun pun tetap ada yang menyokon. Makanya saya utamakan, bermain di Bhayangkara adalah denga hati dan ikhas".

"Ya saya katakan itu, ketika majn otakmu dipakai. Karena saya rasa kami berbeda dengan klub lain. Kalau kita main jelek maka akan pengaruh besar," imbuhnya.


2. Rejeki Juara

Skuat Bhayangkara FC merayakan keberhasilan menjadi juara Liga 1 2017.

Pada musim 2017 lalu, Bhayangkara berhasil menjadi juara setelah bersaing ketat dengan Bali United. Kendati memiliki poin akhir yang sama yakni 68, The Guardian diputuskan sebagai kampiun karena unggul selisih head to head

Namun, juaranya Bhayangkara diiringi kontroversi setelah tim asuhan Simon McMenemy (pelatih saat itu) diberikan tambahan poin saat melawan Mitra Kukar di akhir kompetisi.

Sebelumnya Mitra Kukar dan Bhayangkara hanya bermain imbang 1-1, namun operator kompetisi, PT liga Indonesia Baru memberikan sanksi ke Mitra Kukar karena memainkan Mohamed Sissoko yang harusnya absen karena sedang menjalani hukuman.

Baca Juga

"Saya jujur, pada 2017 saya tidak menginginkan itu semua. Jika diperhatikan kita masih ada dua laga waktu itu, kita dinyatakan menang lawan Mitra karena mereka memainkan Sissoko," kata manajer Bhayangkara, Sumardji.

"Saat itu kita masih ada dua laga yakni lawan Madura United (akhirnya menang) dan lawan Persija Jakarta kita kalah. Poin akhirnya sama tapi kita dinyatakan unggul, makanya ini kenapa dipermasalahkan," sambungnya.

Sumardji menekankan jika Bhayangkara sejatinya tidak punya target harus secepatnya juara. Hal yang diinginkan manajemen adalah membangun sepak bola nasional yang berujung pada Timnas Indonesia.

"Kita sama sekali tidak berharap juara, kita hanya ingin bersaing, menunjukan kualitas dan bermain bagus karena tidak punya penonton. Soal juara atau tidak, itu tidak masalah," jelasnya. "Kita sekarang mulai coba membangun klub dan suporter tapi mengutamakan kualitas," urai Sumardji.

Ikuti terus Berita Sepak Bola Indonesia dan Berita Olahraga lainnya di INDOSPORT.COM

Liga IndonesiaBhayangkara FCLiga 1

Berita Terkini