Cerita Fredyan Wahyu: Ditolak Karena Postur Hingga ke Timnas Indonesia U-23
INDOSPORT.COM - Perjalanan karier seorang pemain sepak bola banyak menguak kisah-kisah unik dan inspiratif. Termasuk para bintang sepak bola Indonesia yang memiliki ragam cerita tentang perjalanan terjun di dunia olahraga terpopuler se jagad raya tersebut.
Salah satunya adalah bek Timnas Indonesia U-23, Fredyan Wahyu Sugiantoro. Namanya mulai naik daun seiring menjadi pemain utama PSMS Medan di Liga 1 (kasta tertinggi bola Indonesia) musim lalu.
Berkat performa apiknya, pemain sepak bola berusia 21 tahun itu akhirnya dipanggil Indra Sjafri untuk memperkuat Timnas U-22 dan berhasil menjadi juara di ajang Piala AFF U-22 2019.
Namun siapa sangka, pemain sepak bola yang akrab disapa Ucil itu butuh perjuangan keras untuk bisa berada di posisi saat ini.
Portal berita olahraga INDOSPORT pun berkesempatan berbincang dengan kedua orang tua Ucil yakni Sugiyatno (ayah) dan Tri Wahyuni (ibu) dikediamannya Dukuh Tegal Sari, Desa Kertonatan, Kecamatan Kartasura, Kabupaten Sukoharjo, Jumat (22/03/19) pagi.
"Memang cita-citanya dari kecil ingin jadi pemain sepak bola. Sejak kelas 4 SD, Frediyan sudah gabung SSB (Sekolah Sepak Bola) karena sangat mengidolakan Hamka Hamzah," ungkap Sugiyatno mengawali perbincangan dengan INDOSPORT.
Kedua sosok itu menceritakan, Ucil pertama kali masuk ke SSB Angkasa yang tak jaduh dari rumah. Lalu performanya semakin menanjak hingga akhirnya pindah ke dua SSB di Kota Solo yakni Kstaria dan Bonansa.
Bahkan menurut sang ibunda, keinginan besar Ucil untuk menjadi pesepak bola andal sampai tak mengenal kondisi cuaca. Meskipun hujan deras, anaknya tetap nekat berlatih.
"Kalau hujan kan sebenarnya saya larang, tapi dia tetap nekat berlatih. Kadang-kadang kabur sudah berangkat sendiri naik sepeda ke lapangan di SSB Angkasa (milik TNI AU yang berjarak sekitar 5 kilometer dari rumah)," tambah sang ibunda.
"Dia sangat rajin dalam berlatih mandiri terutama untuk fisik. Setelah pulang dari sekolah SMP, dia selalu lari-lari hingga sore hari."
"Lalu malam harinya berlatih push-up dan sit-up di kamar. Itu dilakukan setiap hari agar fisiknya terus meningkat. Bahkan karena latihan fisik mandiri dia sempat jatuh sakit, badannya demam," kata Sugiyatno.
Apa yang dilakukan pemain seharga Rp 3 miliar (menurut data transfermarkt) itu karena ada alasan kuat. Yakni saat tahun 2011 Ucil "nekat" mengikuti seleksi Persis Solo Junior.
Padahal saat itu, usianya baru 14 tahun dan para pemain lain sudah tiga sampai empat tahun lebih tua. Namun berkat kerja keras latihan fisik secara mandiri, Ucil akhirnya lolos dan jadi bagian skuat Persis Jr.
1. Cita-cita Terwujud
Sang ayah memaparkan, ada cerita menarik dalam perjalanan meniti karir di sepak bola, terutama di Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) Jawa Tengah. Ucil sempat dua kali ditolak karena alasan tinggi badan.
"Jadi seleksi yang pertama sempat sampai game internal, namun gagal. Kedua bahkan baru pengukuran tinggi badan sudah disuruh pulang."
"Dia sampai rumah sambil menangis bercerita kalau gagal lolos. Tapi kami selalu memberikan dorongan dan motivasi agar tidak kendor," tambah pria berusia 54 tahun tersebut.
Namun, keberhasilan Ucil membawa Persis Jr jadi runner-up Piala Soeratin 2014 silam jadi titik awal karir menanjak eks pemain PS Tira U-21 itu. Dua kali ditolak PPLP, Ucil justru langsung mendapatkan satu tempat untuk bergabung di tahun 2015.
Performa apiknya bersama tim Laskar Sambernyawa muda saat itu mampu menarik minat tim pelatih PPLP Jawa Tengah. Tak hanya pemain inti, Ucil adalah kapten Persis Jr saat itu. Akhirnya, cita-cita untuk masuk ke pusat pendidikan dan latihan itu terwujud.
"Setelah masuk PPLP, kami sedikit tenang karena di sana semua terjamin. Baik pendidikan, penginapan, dan keseharian. Apalagi program di PPLP kan sudah terususn rapi," kata Sugiyatno.
Harapan dan Doa Orang Tua
Menurutnya, etos kerja dan sikap profesional sang anak di dunia sepak bola sudah dilakukan sejak kecil. Bahkan untuk berlatih, Ucil sering menyisihkan uang saku untuk membayar tukang ojek ke lapangan.
"Ya seperti itu Frediyan mengumpulkan uang jajan untuk membayar ojek. Nanti setelah selesai latihan, saya yang jemput sehabis pulang kerja. Dia orangnya tidak neko-neko (tidak aneh-aneh)," jelasnya.
Kini, setelah sang anak mampu menembus skuat Timnas Indonesia U-23, tantangan yang dihadapi tentu lebih berat. Apalagi, kini keduanya sudah jarang bertemu dengan sang anak karena lebih banyak berada di luar kota.
"Kalau sedang di klub atau di timnas seperti sekarang, setiap hari pasti videocall. Tapi kalau saat pulang, dia paling senang makan tempet penyet. Itu jadi makanan favorit Frediyan" ungkap Wahyuni.
"Harapan kami sih sebagai orang tua karier dia terus cemerlang di sepak bola. Apalagi ini cita-citanya sejak kecil. Terdekat mungkin membawa Timnas U-23 menang dan lolos ke Piala Asia," pungkasnya.
Timnas Indonesia U-23 yang kini diperkuat Fredyan Wahyu Sugiantoro tengah berjuang dalam kualifikasi Piala Asia U-23 2020. Berada dalam Grup K, Skuat Garuda Muda akan bersaing melawan Vietnam, Thailand, dan Brunei.
Terus Ikuti Berita Sepak Bola Indonesia Lainnya di INDOSPORT.COM