Buah Manis yang Dapat Dipetik Timnas U-23 dari Kegagalan di Kualifikasi Piala Asia
INDOSPORT.COM – Nasi telah menjadi bubur, hingga bubur yang mendingin dan tak lagi nikmat untuk disantap. Mimpi Timnas Indonesia U-23 untuk bisa tampil di Piala Asia U-23 2020 sudah habis terkubur pada Minggu (24/03/19).
Timnas sepak bola Indonesia berangkat ke Vietnam dengan kepercayaan diri tinggi. Maklum, Skuat Garuda Muda baru saja juara Piala AFF U-22 2019.
Kantong para pemain Timnas Indonesia telah terisi tebal. Banjir puja-puji bahkan sempat disindir sebagai euforia berlebihan, maklum saja dengan yang sirik karena bosan tidak pernah juara.
Asa untuk bisa terbang tinggi nyatanya hanya mimpi manis belaka. Timnas Indonesia U-23 menelan dua kekalahan beruntun yang langsung membuat anak asuh Indra Sjafri tersingkir.
Timnas Indonesia U-23 yang pede bisa mengalahkan Thailand seperti di final lalu nyatanya dibuat keder. Ya gimana ya, wong nyatanya semua tidak lagi sama.
Egy Maulana Vikri disuguhkan main bal-balan yang sesungguhnya oleh Thailand dan ‘dibuat menangis’ dengan skor 0-4 tanpa ampun, tanpa diduga, dan tanpa dinyana, jauh sekali dari hasil 2-1 lalu pada partai puncak Piala AFF U-22 2019.
Puncaknya, Timnas Indonesia U-23 kalah dramatis 0-1 dari Vietnam di laga pamungkas. Kekalahan yang menyesakkan sebab gol Vietnam tercipta di menit-menit terakhir sebelum pertandingan usai. Sakit nggak sih?
Kini, semua jadi saling tuding soal siapa salah dan kenapa bisa kalah. Ada yang menyalahkan karena pemain Timnas Indonesia sudah kadung juara sebelum meraih juara itu sendiri.
1. Perayaan Juara yang Berlebihan
Timnas Indonesia ini terkadang sering lupa prioritas. Mana yang harus diseriusi dan mana yang tidak perlu dibikin serius sering terbolak-balik.
Dengan persiapan yang mepet, Indra Sjafri mempersiapkan tim untuk ‘pemanasan’ di Piala AFF U-22 2019. Timnas Indonesia tidak mematok target tinggi, tapi toh akhirnya juga tidak menolak kalau juara, siapa yang tidak mau juara?
Timnas Indonesia U-22 kala itu tak terkalahkan, dengan perlahan terus menang setelah dua kali bermain imbang di pertandingan awal. Vietnam disingkarkan, Thailand ditumbangkan lewat aksi heroik Sani Rizki Fauzi dan Osvaldo Haay.
Kejuaraan yang tadinya tidak dianggap serius, tapi ujung-ujungnya dijadikan serius, karena juara. Timnas U-22 pulang dan langsung disambut dengan arak-arakan, dijamu Presiden Joko Widodo, dan diajak ke acara musik!
Para pemain diguyur bonus total Rp265 juta, dengan rincian Rp200 juta dari Presiden Jokowi dan Rp65 juta dari Menpora, serta ditambah satu unit sepada motor dan sebuah jam tangan.
Mantan pelatih futsal nasional, Justin Lhaksana sempat menyindir perayaan juara Timnas Indonesia U-22 itu lebay. Ia menilai level sesungguhnya Timnas Indonesia itu ya bukan lagi di ASEAN.
“Pendapat saya itu untuk mengangkat derajat kita. Untuk saya, kita itu tidak usah berpikir ASEAN karena terlalu rendah untuk Indonesia,” ujar coach Justin kepada INDOSPORT, Rabu (27/02/19).
Tapi rasanya, menghujat kegagalan Timnas Indonesia U-23 gara-gara ikut acara musik atau dapat siraman duit membuat pencinta sepak bola Indonesia disebut ‘kardus’. Sebenarnya, ada urusan taktikal yang tidak kalah darurat untuk dibahas.
2. Semua Tak Lagi Sama, tapi Kita Belajar
Kita perlu tahu, komparasi lawan yang dihadapi Timnas Indonesia di Piala AFF U-22 dan kualifikasi Piala Asia U-23 2020 itu sangat berbeda, jauh!
Vietnam yang dikalahkan Timnas Indonesia U-22 di semifinal Piala AFF bukan Vietnamnya Park Hang-seo, yang skuatnya pernah masuk final Piala Asia U-23 2018 dan mencicipi Piala Dunia U-20 2017.
Begitu pula Thailand yang membantai Timnas Indonesia U-23 dengan skor 0-4. Pada ajang Piala AFF U-22 2019 lalu, hanya dua pemain inti Thailand U-23 yang ikut serta di kejuaraan tersebut.
Timnas Indonesia U-23 jelas menyadari itu, tetapi mereka seolah tidak berkembang. Dalam dua pertandingan melawan Thailand dan Vietnam, Indra Sjafri gagal menemukan kontra strategi ketika ditekan lawan.
Ketika build up serangan gagal dilakukan dari lini pertahanan melalui Luthfi Kamal, bola langsung diarahkan ke depan lewat umpan lambung. Serangan dari dua winger cepat Egy Maulana Vikri dan Saddil Ramdani lebih kerap mampet.
Indra Sjafri juga tidak mampu merespons pergantian pemain lawan. Park Hang-seo terbukti jeli melihat situasi di atas lapangan.
Pada menit ke-80, Park Hang-seo melakukan pergantian taktik. Striker Tranh Danh Trung yang baru masuk dititipi secarik kertas yang lantas diserahkan ke Nguyen Quang Hai.
Media Sport5 lantas mengungkap kertas yang diberikan ke Nguyen Quang Hai ternyata berisi strategi perubahan formasi ke 3-4-3 untuk menekan Timnas Indonesia di menit akhir.
Walhasil, Vietnam mampu mencetak gol di menit-menit terakhir. Tanpa mengurangi rasa hormat, Indra Sjafri tidak punya yang seperti ini, ia masih saja terpaku dengan cara main yang sama sepanjang laga.
Satu lagi, ini soal federasi. Kegagalan Ezra Walian membela Timnas Indonesia U-23 di kualifikasi Piala Asia menjadi bukti kurang tertibnya PSSI dalam urusan administrasi. Hal itu juga secara tak langsung, memengaruhi pikiran para Skuat Garuda Muda. Hasilnya? 0-4 dari Thailand.
PSSI masih saja grusah-grusuh. Tapi setidaknya, sepak bola Indonesia mendapatkan buah manis pelajaran dari semua ini, kita dapat trofi, euforia, pelajaran, sekaligus (lagi-lagi) kegagalan dalam satu station momen rasa. Kapan lagi, kan?
Ikuti Terus Berita Sepak Bola Timnas Indonesia U-23 dan Olahraga Lainnya di INDOSPORT.COM