3 Klub Pendiri PSSI Bernasib Apes, 1 Klub Sempat Mati Suri Sebelum Bangkit Kembali
INDOSPORT.COM – Sepak bola sejatinya telah 'hidup' lama di negeri bahari ini. Bahkan jauh eksistensi PSSI sebagai induk organisasi yang menaungi olahraga si kulit bundar lahir.
Banyak klub yang sudah eksis sejak era kolonial Belanda. Tentu tak ada yang tahu jika nantinya klub-klub itu akan menyatukan visi misi dan pikiran mereka lantas membentuk wadah sepak bola Indonesia.
Wadah sepak bola ‘pribumi’ ini nantinya akan dikenal sebagai PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia). Dilihat dari namanya sudah terlihat, bahwasanya PSSI terbentuk dari sebuah semangat persatuan kuat.
Ada satu sosok yang sangat lekat dengan PSSI, ia adalah Soeratin Sosrosoegondo. Ketua Umum pertama PSSI, andil Soeratin dalam sepak bola Indonesia sangat besar, sorang insinyur sipil yang banting setir ke lapangan hijau.
Semangat persatuan jadi landasan pembentukan PSSI, terbukti saat Soeratin terpikir bahwa sepak bola merupakan medium tepat untuk menyemai nasionalisme di kalangan pemuda sebagai tindakan menentang Kolonial.
Dengan alasan tersebut, Soeratin berinisiatif membuat pertemuan bersama beberapa tokoh sepak bola yang berasal dari Yogyakarta, Solo dan Bandung. Pertemuan itu bahkan dilakukan secara diam-diam.
Hal itu dilakukan untuk menghindari sergapan polisi kolonial Belanda yang gencar membredel pergerakan-pergerakan pemuda yang mereka pandang sebagai usaha perlawanan rakyat Indonesia pada tahun-tahun tersebut.
Setelah mendapat dukungan dari tokoh sepak bola Yogya, Solo dan Bandung, akhirnya pada pertemuan di Jakarta tepatnya di hotel Binnenhof di Jalan Keramat 17 dengan salah satu tokoh sepak bola Jakarta.
Kesepakatan yang terjalin dengan beberapa Bond (Perkumpulan) barulah melahirkan PSSI pada 19 April 1930. Atas anddil VIJ (Persija), BIVB (Persib), Persatuan Sepak Bola Mataram (PSIM), VVB (Persis), MVB (PSM Madiun), SIVB (Persebaya) dan IVBM (PPSM).
Kini tak terasa PSSI telah genap berusia 92 tahun pada (19/04/22) kemarin. Lantas bagaimana nasib 7 klub pendiri, sebab di kasta teratas hanya menyisakan Persija, Persib, Persebaya dan Persis yang baru saja naik dari divisi dua tahun 2021 lalu.
1. PSIM Jalan di Tempat, PPSM Penuh Konflik dan Terpuruk di Liga 3 Jateng
Nasib apes justru terjadi pada tiga Bond (perkumpulan) yang ikut memprakarsai PSSI 92 tahun lalu. Meski ketiga klub ini merupakan pendiri PSSI pada masa lalu, tak menjamin mereka memiliki prestasi di liga Indonesia.
Mulai dari PPSM Magelang, tim asal Kabupaten Magelang ini bisa dikatakan mati segan hidup tak mau. Sebab, setelah sempat eksis di Divisi Utama Indonesia beberapa tahun lalu, nasib tim ini makin tak jelas setiap tahunnya.
Meski merupakan salah satu klub tertua di Indonesia yang lahir pada 15 Maret 1919, namun sayangnya prestasi mereka tak sebaik pendiri lainnya. Sepanjang sejarah klub, PPSM termasuk tim semenjana.
Ada banyak masalah yang terjadi di internal klub, mulai dari keterbatasan dana, persiapan tak serius, tunggakan gaji hingga berbagai masalah yang tak kunjung bisa diselesaikan oleh tim berjuluk Macan Tidar tersebut.
Suporter PPSM Magelang sebenarnya tahu kondisi borok yang ada di internal tim kebanggaan mereka. Atas dasar itu, awal tahun lalu sempat ada gerakan dari pandemen PPSM yang menuntuk perombakan manajemen klub.
Terakhir klub dengan jersey oranye ini sempat berpartisipasi di Liga 3 regional yang diadakan oleh Asprov PSSI Jawa Tengah. Kini mereka tengah berjuang kembali ke divisi kedua, setelah sempat bertaji di tahun 2009 lalu.
Klub kedua, tentu saja PSIM Jogja. Penikmat bola tanah air tentu tak asing dengan tim berjuluk Laskar Mataram ini. PSIM merupakan klub tertua yang ada di Yogyakarta jika dibandingkan dengan Persikup Kulon Progo, Persig Gunungkidul, Persiba Bantul maupun PSS Sleman.
Mereka merupakan klub sepak bola pertama di kota pelajar. Dibentuk pada tahun 1929 tepatnya di bulan September tanggal lima. Sejatinya setelah sempat keluar sebagai juara divisi satu pada tahun 2005, prestasi tim asal kota Jogja ini cenderung menurun.
Bersama Laskar Sembada, kedua klub ini sempat kalah pamor dengan Persiba Bantul yang sempat mencicip ketatnya persaingan Indonesia Super League (ISL) setelah keluar sebagai juara Divisi Utama tahun 2010.
Kini keadaan PSIM justru lebih baik dari Persiba Bantul. Laskar Mataram masih tetap bertahan di divisi kedua, Liga 2 Indonesia. Sementara Laskar Sultan Agung berkutat di level Liga 3 Asprov PSSI DIY, namun kondisi mereka tak lebih baik dari PSS.
2. PSM Madiun, Klub Bersejarah yang Sempat Vakum 1 Dasawarsa
Klub terakhir pendiri PSSI ini termasuk paling mengenaskan. Tak hanya terlupakan, eksistensi PSM Madiun bahkan sempat hilang dari sepak bola Tanah Air, saat itu di kotanya sendiri mereka kalah saing dengan klub baru Madiun Putra.
Prestasi paling mentok PSM Madiun bahkan terjadi lebih dari sedekade lalu, tepatnya dalam kurun waktu 2004 hingga 2007. Kendati demikian, prestasi itu juga tak bisa dibilang memabanggakan.
Sebab, pada masa itu, PSM Madiun hanya berkubang di dividi ketiga dan keempat. Petaka lain datang ketika memasuki pengujung musim 2008/2009, walikota Madiun, Bambang Irianto justu menganaktirikan klub pendiri PSSI ini.
Saat itu, Bambang Irianto lebih memilih membangkitkan klub baru daripada megurus PSM Madiun. Klub baru ini merupakan Madiun Putra, tim yang diambil dari kompetisi internal Laskar Benteng Wilis.
Setelah tahun itu, PSM cenderung menghilang dari persepakbolaan tanah air. Hingga akhirnya pada tahun 2019 Laskar Benteng Wilis mencoba bangkit dengan ikut kompetisi Liga 3 Asprov PSSI Jawa Timur.
Otomatis setelah berhasil kembali setelah vakum lebih dari 10 tahun, PSM Madiun kini mantap berkompetisi di Liga 3 Regional Jawa Timur, kondisi yang dirasakan PSM mirip dengan apa yang dirasakan PPSM Magelang.