Ngebet Datangkan Rabiot dari Juventus ke Chelsea, Tuchel bak Jilat Ludah Sendiri
INDOSPORT.COM – Thomas Tuchel belum lama ini membuat orang mengernyitkan dahi usai dilaporkan ingin memboyong Adrien Rabiot dari Juventus ke Chelsea.
Belakangan, santer diberitakan bahwa Thomas Tuchel selaku pelatih Chelsea, berambisi untuk memboyong Adrien Rabiot dari Juventus.
Kabar ini santer terdengar di bursa transfer musim panas ini setelah Rabiot berencana hengkang dari Turin dan berlabuh ke Liga Inggris.
Pemain berusia 27 tahun ini dilaporkan ingin hengkang usai kontraknya di Juventus hanya menyisakan satu tahun saja.
Keinginannya hengkang ini disambut dengan tangan terbuka oleh Juventus yang ingin membongkar barisan gelandangnya.
Mantan pemain PSG ini juga dipersilahkan angkat kaki dikarenakan gajinya yang begitu besar. Sehingga, Juventus pun bersedia melepasnya dengan harga murah.
Dilansir oleh The Telegraph, Juventus hanya akan mematok mahar 15 juta euro (Rp234 miliar) bagi tim yang ingin mendapatkan jasa Rabiot.
Hal ini lah yang membuat Chelsea kemudian tertarik memboyongnya ke Stamford Bridge. Hal ini disebutkan atas permintaan sang pelatih, Thomas Tuchel.
Tuchel menginginkan Rabiot bergabung dengan Chelsea, mengingat keduanya pernah bekerjasama semasa sama-sama berada di Paris Saint-Germain.
Hanya saja, keinginan Thomas Tuchel mendatangkan Adrien Rabiot ke Chelsea ini seakan membuatnya seperti tengah menjilat ludah sendiri.
1. Tuchel yang Bertolak Belakang
Laporan yang mengatakan Thomas Tuchel ingin mendatangkan Adrien Rabiot ke Chelsea banyak membuat orang merasa janggal. Hal ini tak lepas dari masa lalu kedua sosok tersebut di PSG.
Memang benar Tuchel dan Rabiot pernah bekerjasama di PSG. Namun, hubungan keduanya bisa dikatakan jauh dari kata harmonis, dan malah dekat dengan kata ‘buruk’.
Sebagai permulaan, Tuchel dan Rabiot pernah bekerjasama hanya semusim saja, yakni pada musim 2018/19, saat pelatih asal Jerman itu mendarat di PSG.
Dalam satu musim tersebut, Tuchel dan Rabiot tak punya ikatan yang harmonis. Hal ini dikarenakan tingkah sang pemain yang dianggap merusak ruang ganti.
Kembali ke November 2018, Rabiot menyatakan enggan memperpanjang kontraknya di PSG dan tak akan bermain hingga akhir musim.
Hal ini membuat Tuchel geram, karena tingkah Rabiot itu berpotensi membuat kamar ganti PSG gonjang-ganjing. Apalagi, eks pemain Toulose ini merupakan pemain Prancis, yang jelas punya pengaruh kuat ketimbang pemain lainnya.
Saking geramnya, Tuchel bahkan tak pernah meminta Rabiot untuk kembali dan melarangnya masuk ke kamar ganti pemain hingga musim 2018/19 usai.
“Saya tak meminta Rabiot untuk kembali. Situasi tetap sama seperti November (2018). Pihak klub memutuskan menangguhkannya,” ujar Tuchel dilansir dari Fotmob.
Kegeraman Tuchel ini buah dari tidak komitmennya Rabiot ke timnya, yang di tengah-tengah musim malah ingin pergi karena ada ketertarikan Barcelona.
Hal ini serupa dengan kasus Romelu Lukaku di musim 2021/22 lalu. Sehingga, aneh rasanya jika Tuchel justru ingin Rabiot, yang pernah bermasalah dengannya, bergabung kembali dengannya di Chelsea.
Keanehan makin terlihat dari komposisi Chelsea saat ini, di mana pemain baru di sektor gelandang bukanlah sektor yang dibutuhkan Tuchel saat ini.
Apalagi, Rabiot tak punya catatan mentereng ketimbang barisan gelandang Chelsea seperti Jorginho, Mateo Kovacic, dan juga N’Golo Kante.
2. Rabiot Tak Dibutuhkan Chelsea
Sebagai seorang gelandang Box to Box, Rabiot tak punya atribut menyerang yang baik. Malahan dirinya memposisikan diri sebagai gelandang bertahan, yang lagi-lagi juga jauh dari kata apik bila dibandingkan pemain Chelsea lainnya
Rabiot tak punya kemampuan untuk bermain di tim yang mengandalkan Ball Possesion seperti Chelsea melalui lini tengahnya.
Hal ini tercermin dari minimnya kemampuannya melepaskan operan yang hanya rata-rata 42,30 kali per 90 menit dengan akurasi hanya 83,6 persen.
Selain itu, kemampuan dribel dan Progressive Carries Rabiot juga terbilang buruk ketimbang Mateo Kovacic yang punya peran yang sama dengannya.
Rabiot hanya rata-rata melancarkan 4,75 dribel Progressive dengan kesuksesan sebesar 0,89 dribel saja per 90 menit, jauh berbeda dengan Kovacic yang melancarkan 8,31 dribel per 90 menit dan 1,86 dribel sukses.
Satu-satunya keunggulan Rabiot hanyalah dalam bertahan, terutama duel udara dan blok. Tapi tetap saja, karakter ini tak dibutuhkan Chelsea yang tak memainkan gelandang bertahan murni.
Pada akhirnya, ketertarikan Tuchel kepada Rabiot ini hanyalah bualan belaka dan juga hanya akan menggerogoti Chelsea dari dalam seperti halnya Lukaku.
Sehingga, maukah Tuchel menjilat ludahnya sendiri dan menerima Rabiot serta merusak susunan timnya yang telah matang, terutama di lini tengah?