Liga 1: Temui Menpora di Jakarta, Panpel Persis Solo Usul Penggunaan Polisi Pariwisata
INDOSPORT.COM - Panpel Persis Solo turut menggaungkan evaluasi tentang pengamanan saat pertandingan Liga 1 Indonesia 2022-2023. Mereka membawa banyak pesan saat bertemu Menpora RI, Zainudin Amali, di Jakarta, Kamis (6/10/22).
Tragedi Kanjuruhan menimbulkan sorotan tentang sistem pengamanan dalam sebuah pertandingan. Dalam regulasi FIFA sudah dijelaskan bahwa gas air mata tak diperbolehkan memasuki stadion.
Bahkan, petugas keamanan seperti TNI dan Polri sejatinya juga tidak diperbolehkan ada di sekitar lapangan. Hanya keamanan internal yang boleh melakukan pengamanan di sekitar lapangan.
Namun, setiap negara memiliki tipe penonton berbeda-beda. Di Indonesia, unsur keamanan negara tetap dibutuhkan untuk menjaga sebuah laga yang dihadiri puluhan ribu orang.
"Kami sepakat bahwa memang perlu ada evaluasi, perlu persamaan persepsi supaya ke depan tidak ada insiden lagi," kata Ketua Panpel Persis Solo, Ginda Ferachtriawan.
"Kami ingin menanyakan, apalagi Stadion Manahan akan digunakan untuk Piala Dunia U-20. Jadi, regulasi yang paling benar itu seperti apa?" cetusnya.
Ginda menuturkan, selama pertandingan kandang Persis Solo, keamanan yang dilibatkan ada dua unsur berbeda. Pihak Panpel melibatkan unsur keamanan negara, baik dari TNI maupun Polri.
Lalu, ada juga keamanan internal yang diambil dari pihak swasta sekitar 100-an personel. Mereka sudah biasa menjaga hajatan dengan massa besar, salah satunya event musik.
"Memang dalam pertemuan dengan PT LIB sudah pernah dibahas, kalau ketentuan FIFA memang (di dalam stadion) hanya ada steward, tapi di luar negeri itu, tipe penonton dan steward benar-benar profesional," tutur Ginda.
"Kalau di luar negeri, satu orang masuk lapangan mungkin bisa ditangani steward. Kalau di Indonesia, satu orang diamankan, teman-temannya malah menyalahkan kami. Memang harus disamakan persepsinya melalui pertemuan di Jakarta ini," lanjutnya.
1. Evaluasi Kanjuruhan
Ginda justru punya ide, unsur Polri yang dilibatkan tak hanya dari unsur lapangan, melainkan juga unsur polisi pariwisata. Solusi ini mengikuti tren di mana sepak bola bukan lagi sekadar olahraga.
"Kita sepakat sepak bola itu bukan hanya olahraga, dan sudah menjadi pariwisata. Ada banyak penonton yang mengajak keluarga. Jadi, polisi yang datang bukan dari lapangan (Polri) saja. Polisi pariwisata juga bisa dilibatkan," ucap Ginda.
Dalam Tragedi Kanjuruhan, salah satu yang menjadi penyebab banyak korban berjatuhan adalah terkuncinya pintu 13. Suporter berdesak-desakan ingin keluar dari tribun ketika mulai sesak napas akibat terpapar gas air mata.
Ternyata, dalam upaya keluar itu, justru pintu 13 terkunci. Ginda menegaskan, selama Persis Solo menggelar partai kandang, petugas internal selalu berjaga.
"Petugas internal itu sekitar 100 orang, yang meliputi pintu keluar masuk penonton. Lalu, di pintu ring satu, juga ada yang khusus scan tiket. Masih ada lagi 30 orang yang mengarahkan penonton ke tribun," paparnya.
"Jadi, kami bisa sampaikan bahwa pintu Manahan itu selalu terbuka, terutama menjelang peluit selesai," imbuh Ginda Ferachtriawan.
2. Larangan Gas Air Mata
Sementara tentang gas air mata yang dibawa petugas keamanan, dalam hal ini kepolisian, di laga kandang Persis Solo sudah disepakati bahwa satu-satunya 'senjata' mereka hanya tongkat.
"Di Solo sudah jelas disampaikan, pihak keamanan tidak boleh membawa peralatan apa pun, kecuali tongkat. Senjata lainnya dilarang," tegas Ginda.
Ginda cukup senang bahwa setiap laga kandang di Stadion Manahan selalu berjalan lancar. Bahkan, saat Persis Solo gagal meraih kemenangan, para suporter bisa menerima.
Satu-satunya insiden yang pernah terjadi adalah lempar-lemparan plastik dengan suporter PSIS Semarang. Itupun mereka saling lempar sambil tertawa karena persaudaraan sudah terjalin.
Dalam laga itu, Persis Solo gagal memenangi Derby Jawa Tengah di depan publik sendiri. Kedua tim berbagi satu poin karena laga berakhir 0-0.