Ria Oktaviola, Korban Tragedi Kanjuruhan yang Merindukan Suasana Sekolah
INDOSPORT.COM - Suara bel, upacara bendera, baris berbaris hingga arahan pelajaran dari guru. Begitu lah suasana kegiatan sekolah yang sangat dirindukan oleh Ria Oktaviola.
Ya, perempuan berusia 16 tahun itu belum lagi aktif mengikuti kegiatan sekolah secara kontinyu sejak menjadi satu dari ratusan korban dalam Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu (01/10/22) lalu.
Okta, sapaan karibnya, hanya bisa berkomunikasi saja dengan semua temannya berikut materi pelajaran dari sang guru di sekolah.
"Baru Senin (24/10/22) kemarin saya sekolah, setelah tiga minggu absen karena masih sakit sejak pulang dari Kanjuruhan," kata Okta saat dikunjungi INDOSPORT, Selasa (25/10/22).
Pada siang mendung itu pun, Okta harus absen karena harus menjalani pemeriksaan ke klinik mata yang berada di Kepanjen, Kabupaten Malang.
Hal itu karena Okta masih mengalami iritasi pada kedua matanya. Hingga menjelang satu bulan, retina mata yang seharusnya putih, masih terdapat bercak merah tanda pendarahan.
"Mata saya perih terkena gas air mata. Saat awal-awal kejadian, (warna) merah ini rata (hampir) tidak ada putihnya," ujar siswi Kelas 1 SMA Islam Kepanjen itu.
Kondisinya memang sudah semakin baik sejak tragedi kelam itu terjadi pada 24 hari yang lalu.
Penglihatannya sudah normal, tidak membayang, hanya tersisa sejumlah bercak akibat pendarahan pada matanya.
Beruntung, pihak sekolah juga membantu proses pemulihannya dengan memberinya kelonggaran untuk absen sepanjang masih menjalani perawatan di rumah.
"Satu minggu pertama (sejak kejadian), badan saya sakit semua, ya tangan dan kaki juga. Tidak bisa apa-apa hanya bisa berbaring," keluh Okta.
1. Beruntung Bisa Pulang
Ria Oktaviola pun begitu pilu jika ingat insiden yang sangat horor di malam minggu itu. Namun, disisi lain, dia sangat beruntung bisa pulang ke rumahnya.
Pasalnya, banyak dari koleganya yang menghuni tribun 14 Stadion Kanjuruhan, harus tumbang. Mereka ada yang meninggal dunia dan beberapa hari dirawat di rumah sakit.
"Karena berdesakan ketika mau keluar. Kondisinya sangat ramai dan (banyak orang) bertumpuk-tumpuk di pintu 14," urai dia.
Beruntungnya lagi, handphone yang di sakunya tidak hilang. Lantaran itu menjadi satu-satunya harapan untuk menghubungi keluarganya.
"Kakak perempuan saya lalu menyusul di depan Masjid (Baiturrahman) Kepanjen setelah saya telepon," beber Okta.
"Sempat dirawat sebentar di (Rumah Sakit) Wafa Husada (Kepanjen). Tapi langsung pulang sekitar jam 3 (dinihari)," pungkas gadis yang tinggal di Desa Mboto Kecamatan Ngajum Kabupaten Malang tersebut.