Kisah Legendaris Ali Dia, Penipu Tersukses di Sepak Bola yang Memakai Tameng George Weah
INDOSPORT. COM - Berkat segala bualannya tentang George Weah, Ali Dia pernah berhasil menghidupkan mimpinya untuk menjadi pesepak bola profesional.
Sebenarnya cukup sulit mencari jejak keberadaan Ali Dia ataupun informasi jelas tentangnya. Padahal kalau kita menelusurinya menggunakan internet, nama Ali Dia banyak mengisi judul-judul artikel media online.
Namun kisah yang dibahas mengenai Ali Dia selalu berkaitan dengan aksi tipu dayanya. Ia menjalankan aksi penipuan yang membawanya menuju klub Liga Inggris, Southampton.
Sosok Ali Dia pertama kali terendus jejaknya saat dia masih tinggal di Prancis. Kala itu namanya ditulis "Aly Dia", bukan "Ali Dia".
Sekitar tahun 1988 sampai 1992, Ali Dia memulai petualangan sepak bolanya bersama empat klub Prancis, Beauvais, Dijon, La Rochelle, dan Saint Quentin. Kontrak resmi baru datang menghampiri Ali Dia pada 1993, diberikan oleh AL Chateaubriant, klub yang bermain di Divisi 5 Liga Prancis.
Perlu diingat, kontrak Ali Dia di AL Chateaubriant tidak memintanya sebagai pemain. Isi kontrak lebih tepatnya menjelaskan tugas Ali Dia yang harus bekerja bersama tim reserve AL Chateaubriant selama 87 jam sebulan dan dibayar Rp 6,4 juta per bulannya.
Kontrak Ali Dia yang demikian diamini oleh ketua AL Chateaubriant, Michel Bonnier. Menurut Michel Bonnier, Ali Dia sempat bermain dalam beberapa laga dengan Tim A dan Tim B sepanjang perhelatan musim 1993/94.
Era-era itu situasi persepakbolaan Prancis memang dihuni banyak sekali pemain Afrika. Mayoritas datangnya dari negara-negara Afrika bekas jajahan Prancis, mungkin termasuk Ali Dia.
Anehnya, Federasi Sepak Bola Prancis nihil catatan tentang Ali Dia. Pihak Federasi mengklaim tidak ada pemain di Liga Prancis kasta manapun yang berasal dari Senegal dan bernama Ali Dia.
1. Perjalanan Ali Dia Merantau ke Luar Prancis
Ali Dia sepertinya kurang kerasan menjalani karier sepak bola di Prancis. Ia kemudian merantau menuju negara yang tidak menggunakan bahasa Prancis dalam komunikasi sehari-hari.
Negara yang dipilih Ali Dia adalah Finlandia. Pilihannya terbilang tepat, Ali Dia dikontrak oleh Finnairin Palloilijat (FinnPa) pada 1995.
Finnairin Palloilijat bukan tim sembarangan di Finlandia sana. Tim yang berbasis di kota Helsinki ini merupakan peserta kasta tertinggi Liga Finlandia setelah mendapat tiket promosi dua tahun sebelum Ali Dia gabung.
Sampai di titik memperkuat Finnairin Palloilijat, terlihat jelas kalau karier Ali Dia mengalami peningkatan. Menariknya, Ali Dia bisa gabung Finnairin Palloilijat bukan karena bakat olah bola, melainkan dipengaruhi ucapan mulutnya.
Ali Dia mengusung cerita bahwa dirinya masih punya hubungan darah sepupu dengan George Weah. Berulang kali Ali Dia menuturkan cerita tersebut sampai orang-orang di sekitarnya percaya.
“Ya, dia menceritakan kisah-kisah itu (tentang George Weah) pada saat itu,” ungkap mantan rekan setimnya, Kalle Lehtinen, dikutip dari Bleacher Report.
Mungkin Ali Dia paham konsep yang pernah dicetuskan oleh salah satu petinggi Partai Nazi Jerman, Paul Joseph Goebbels. Orang kepercayaan Adolf Hitler ini punya sebuah teori tersendiri dalam berkomunikasi: "Kebohongan yang diucapkan terus-menerus, niscaya akan dipercaya sebagai sebuah kebenaran".
Kebohongan yang dipakai Ali Dia rasanya sungguh jitu. Menggunakan tameng George Weah pasti akan menimbulkan decak kagum siapapun.
Maklum, George Weah pada 1995 sedang menapaki kejayaan karier. George Weah baru dinobatkan sebagai peraih penghargaan Ballon d'Or serta pemain terbaik FIFA.
Situasi makin mendukung aksi Ali Dia lantaran banyak klub-klub Eropa yang mulai tertarik terhadap potensi para pemain asal Afrika. Terlebih, memantau bakat-bakat Afrika kala itu belumlah semudah sekarang, internet tidak menyediakan banyak informasi, dan referensi biasanya datang melalui pihak ketiga.
AL Chateaubriant jelas tak punya sumber daya mumpuni yang dapat memastikan kebenaran informasi, "Ali Dia sepupu dari George Weah". Alhasil, AL Chateaubriant dengan mudahnya percaya dan memberikan kontrak resmi sebagai pemain profesional kepada Ali Dia.
Saking percayanya, Finnairin Palloilijat tak ragu membayar Ali Dia sebesar 250 pounds atau sekitar Rp 4,7 juta per pekan. Kalau dibandingkan dengan pemain-pemain lain Liga Finlandia, mereka rata-rata hanya menerima seperlima gaji Ali Dia. Fantastis bukan?
Debut Ali Dia untuk Finnairin Palloilijat tercipta pada 30 April 1995. Ia tampil dalam laga tandang kontra Haka.
Total, Ali Dia lima kali bermain mengisi skuat Finnairin Palloilijat. Tentu Ali Dia tidak memberikan kontribusi apa-apa dari lima laga yang dimainkannya.
Ali Dia justru sering tampil buruk. Contohnya laga kandang melawan Ilves pada 15 Juni 1995, Ali Dia selalu merusak sistem penyerangan timnya sendiri serta 10 kali terjebak offside.
Laga terakhir Ali Dia bersama Finnairin Palloilijat adalah saat melawan Jaro pada 21 Juni 1995. Ali Dia baru dimainkan ketika laga memasuki menit ke-81.
Sembilan menit di lapangan, Ali Dia tidak berbuat apa-apa. Ali Dia cuma sanggup mencatatkan kartu kuning akibat melakukan pelanggaran keras.
Pasca laga kontra Jaro, Ali Dia terpaksa melepaskan jersey nomor 18 yang dipakainya di tim Finnairin Palloilijat. Manajemen Finnairin Palloilijat mengambil keputusan tegas memutus kontrak Ali Dia.
Sempat menghilang, Ali Dia kembali muncul dengan PK-35, klub divisi 2 Divisi Timur Liga Finlandia. Lagi-lagi kontrak didapat Ali Dia berkat bualannya yang memakai tameng George Weah.
Bersama PK-35, Ali Dia total tampil sebanyak tiga kali serta mencetak satu gol. Setelahnya, Ali Dia terdepak dan menghilang dari peradaban.
Musim gugur 1995, Ali Dia mencoba peruntungannya di Jerman. Masih mengandalkan bualannya, Ali Dia mendapat kontrak dari tim Divisi 2 Liga Jerman, Vfb Lubeck.
Sama seperti yang lalu-lalu, Ali Dia diberi kesempatan main tapi tidak mampu melakukan apa-apa. Dua kali berlaga kontra Hannover 96 dan VfB Leipzig, Ali Dia langsung dipecat oleh Vfb Lubeck.
2. Ali Dia Menembus Kancah Premier League
Puncak kebohongan Ali Dia terjadi pada 1996. Suatu hari bulan November 1996, telepon di ruangan kantor Manajer Southampton, Graeme Souness berdering kencang.
Tanpa memasang raut curiga, Souness mengangkat telepon. Souness terkejut mendengar orang yang menelponnya ternyata George Weah.
Souness sudah membayangkan kalau skuat Southampton nantinya akan kedatangan George Weah. Namun bukan itu ternyata tujuan George Weah menghubungi Souness.
Isi pembicaraan membahas keponakan Weah yang bernama Ali Dia. Weah meminta Souness agar Ali Dia diberi kesempatan trial bersama Southampton.
Ucapan Weah meyakinkan hati Souness. Bagaimana tidak, Weah berujar kalau Ali Dia baru menjalani debut bersama Timnas Senegal dan langsung mencetak dua gol.
Sekedar catatan, Souness bukanlah manajer sembarangan di sepak bola Inggris. Souness ialah sosok yang mengorbitkan nama top seperti Matt Le Tissier.
Selanjutnya, Souness mewujudkan keinginan Weah mempromosikan Ali Dia. Souness mempersilahkan Ali Dia berlatih bersama Southampton.
Selama latihan sebenarnya sudah kelihatan jelas Ali Dia tidak bisa bermain sepak bola, apalagi untuk ukuran Liga Inggris. Tapi Souness akhirnya tetap memberanikan diri mengontrak Ali Dia secara profesional.
23 November 1996, Southampton harus menjalani laga lanjutan Liga Inggris kontra Leeds United. Sosok Ali Dia secara mengejutkan duduk di bangku cadangan.
Laga memasuki menit ke-32, bintang andalan Soton, Le Tissier mengalami cedera. Le Tissier tak bisa melanjutkan laga dan Souness menggantinya dengan Ali Dia.
Kepercayaan Souness kepada Ali Dia seketika runtuh dalam laga tersebut. Bayangkan, Ali Dia cuma bisa bertahan di atas lapangan selama 54 menit kemudian minta diganti.
Parahnya, setelah laga usai, Ali Dia harus mendapat perawatan intensif dari staf fisioterapis Soton. Tubuh Ali Dia mengalami kelelahan akut.
Souness mulai mencium gelagat aneh. Tanpa banyak pikir panjang, Souness langsung memutus kontrak Ali Dia.
Sudah bisa ditebak, telepon yang diterima Souness dari Weah adalah bentuk aksi penipuan Ali Dia. Terungkap fakta kalau Ali Dia meminta rekannya berpura-pura sebagai Weah dan berbicara kepada Souness.
Pasca kejadian di Southampton terbongkar, Ali Dia tak pernah kelihatan batang hidungnya lagi. Bahkan sampai sekarang keberadaan Ali Dia masih menjadi misteri, hal yang tersisa hanyalah kebohongan-kebohongannya saja.