Sejarah Boxing Day Liga Inggris, Tradisi yang Dicintai Sekaligus Mengundang Kontroversi
INDOSPORT.COM - Boxing Day adalah salah satu daya tarik untuk menyaksikan Liga Inggris. Alasannya? Saat kompetisi lain libur karan Natal namun mereka justru masuk fase padat.
Tapi apakah anda tahu apa itu sebenarnya Boxing Day dan kenapa hanya Liga Inggris saja yang menjalankannya? Simak bahasan dari INDOSPORT berikut ini.
Boxing Day sendiri dalam sepakbola memang merujuk pada istilah pertandingan Liga Inggris yang dimainkan satu sampai tiga hari setelah jatuhnya Natal, 25 Desember.
Akan tetapi istilah tersebut bukan dilahirkan oleh momen tersebut namun lebih tepatnya pada pertengahan abad ke-19 pada masa Inggris dipimpin oleh Ratu Victoria.
Pada awalnya Boxing Day adalah perayaan sehari setelah Natal dimana para bangsawan memberikan hadiah bagi para pekerja dan pelayan mereka berupa uang, makanan, atau bahkan pakaian karena sudah bekerja keras di hari-H raya.
Biasanya bingkisan tersebut diserahkan dalam sebuah kotak (box) sehingga lahirlah istilah Boxing Day.
Masuknya Boxing Day ke sepakbola diperkirakan dimulai pada 1860 kala dua kesebelasan tertua dunia, Sheffield FC dan Hallam FC memainkan pertandingan di 26 Desember.
Hanya saja baru benar-benar diterapkan dalam sebuah kompetisi resmi di 1888/1889. Kala itu laga Boxing Day Liga Inggris pertama dimainkan oleh Preston North End vs Derby County.
Hingga kini tradisi tersebut tetap bertahan. Liga Inggris mengadakan Boxing Day sebagai hadiah untuk para pecinta sepakbola di hari raya Natal.
Tentu tidak ada yang lebih menyenangkan ketimbang datang bersama keluarga ke stadion setelah sehari sebelumnya berkumpul merayakan Natal. Dinginnya musim salju tidak akan terasa di tengah orang-orang tercipta terutama jika tim yang didukung menang.
1. Selalu Tuai Protes
Hanya saja meski memberikan senyum di wajah para suporter namun seringkali Boxing Day justru membawa gerutu bagi para pelaku sepakbola terutama pemain dan pelatih.
Ada banyak alasan untuk tidak menyukai Boxing Day. Yang pertama jelas waktu libur yang sangat pendek.
Ketidaknyamanan ini biasanya diekspresikan oleh para pemain dan pelatih asing yang sebelum datang ke Liga Inggris dapat menikmati Natal dan pergantian tahun dengan rehat selama sepekan hingga dua pekan.
Akan tetapi mereka kemudian dipaksa untuk mengikuti tradisi setempat yang mengharuskan bermain sesering mungkin dalam waktu singkat.
Sebagai contohnya Manchester United di Liga Inggris 2022/2023 yang punya jadwal lima pertandingan dalma kurun waktu dua minggu.
Atau Liverpool yang diagendakan tampil di empat laga dalam tempo 13 hari saja. Pasti sangat melelahkan.
Jika lelah, maka cedera akan lebih mudah menghampiri. Ini alasan kedua kenapa Boxing Day di Liga Inggris kerap menuai protes.
Mungkin ada yang berpikir karena bursa transfer musim dingin pun dibuka tidak lama setelahnya sehingga pemain yang absen lama bisa digantikan dengan rekrutan baru namun tidak semudah itu pada kenyataannya.
Membeli atau sekedar meminjam pemain baru di tengah musim bukan perkara mudah bagi klub manapun karena harga pemain incaran relatif akan membengkak.
Terutama jika sosok yang diincar statusnya adalah bintang inti. Maka siap-siap saja pemain dengan kualitas 10 juta Pounds misalnya harus ditebus dengan harga dua kali lipat.
2. Wacana Penghapusan
Karena selalu menuai pro dan kontra, Liga Inggris sempat beberapa kali didesak dan memikirkan untuk menghapus saja Boxing Day.
Terutama setelah adanya opini jika kegagalan tim nasional Inggris di ajang seperti Piala Dunia dan Piala Eropa disebabkan oleh event tersebut.
Sangat sulit memang bagi penggawa The Three Lions untuk menghindari yang namanya Boxing Day karena mereka banyak berkutat di kompetisi dalam negeri.
Sepanjang 2022, Gareth Southgate sudah memberdayakan nyaris 45 pemain untuk dipanggil memperkuat Inggris dan hanya tiga yang berasa dari liga non-Inggris.
Mereka adalah Jude Bellingham (Borussia Dortmund), Fikayo Tomori (AC Milan), dan Tammy Abraham (AS Roma).
Itupun hanya nama pertama yang berhasil menembus skuat final untuk Piala Dunia 2022 yang baru saja berakhir.
Hingga kini, FA selaku federasi sepakbola Inggris masih terus melakukan tarik dan ulur perkara pembubaran atau justru mempertahankan Boxing Day.
Banyak memang yang harus dipertimbangkan seperti kesepakatan hak siar dengan saluran televisi. Perusahaan yang sudah menandatangani kontrak besar jelas tidak mau rugi jika Boxing Day dihapus.
Boxing Day dihapus berarti melewatkan kesempatan bagi mereka untuk menyiarkan pertandingan dalam jumlah besar saat dimana banyak suporter yang memiliki waktu luang untuk bersantai di depan layar kaca.
Sepertinya untuk sekarang kita hanya harus menikmati Boxing Day selama masih ada di Liga Inggris. Merayakan Natal atau tidak, pastinya menonton pertandingan sepakbola di hari libur adalah kepuasaan tiada dua.