CONIFA, Organisasi Sepakbola 'Tandingan' FIFA yang Bisa Menerima Indonesia Bila Dikucilkan Dunia
INDOSPORT.COM - Apabila nanti Indonesia dan federasi sepakbolanya, PSSI, dibekukan oleh FIFA terkait polemik Piala Dunia U-20 2023, maka CONIFA bisa jadi ajang 'pelarian'.
Saat ini memang sepakbola Indonesia kembali dilanda masalah yang cukup pelik. Prahara tersebut justru muncul jelang digelarnya ajang olahraga terbesar yang bakal dihelat di tanah air yakni Piala Dunia U-20 2023.
Ketika kick-off sudah dijadwalkan pada Mei mendatang dan pengundian babak grup akan dilakukan, justru terjadi protes besar-besaran dari kalangan masyarakat biasa sampai politisi.
Mereka mengkritisi keikutsertaan tim nasional Israel yang terdaftar sebagai satu dari 26 negara yang lolos dari fase kualifikasi.
Alasan kemanusiaan jadi dasar penolakan sebagian penduduk Indonesia pada Israel yang bukan rahasia lagi punya riwayat panjang terkait pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam penanganan konflik mereka dengan Palestina.
Sebagai negara dengan penduduk mayoritas dan bahkan berpemeluk agama Islam terbesar dunia, simpati Indonesia pada Palestina adalah sebuah kewajaran.
Namun penolakan terhadapn Israel tetap datang dari mereka yang non-muslim. Gubernu Bali, I Wayan Koster, adalah salah satunya.
Mereka yang kontra dengan Israel ingin agar tim nasional negara berlogo bintang David tersebut dicoret dari daftar peserta Piala Dunia U-20 2023.
Jikapun ingin tetap bermain, mereka dilarang untuk menjejakkan kaki di Indonesia dan diungsikan ke Singapura seperti yang disarankan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Tentu saja banyak pro dan kontra mengenai masalah ini. Semua punya argumen masing-masing soal hak Israel bertanding namun ada satu yang jelas yakni Indonesia dan PSSI bisa mendapatkan sanksi luar biasa berat dari FIFA andai kontroversi ini berlarut dan menyebabkan turnamen batal digelar.
1. Mengenal CONIFA dan Misinya
Saat ini sudah ada tanda-tanda FIFA akan mencabut hak Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
Meski masih belum ada konfirmasi lebih jauh, maka bisa saja bukan status host saja yang diambil namun juga titel keanggotaan Mera-Putih di asosiasi sepakbola dunia tersebut.
Jika demikian, maka Indonesia dipastikan tidak akan bisa menggelar liga yang diakui oleh FIFA dan begitu juga dengan timnasnya yang dilarang mengikuti ajang-ajang resmi gelaran mereka macam Piala Dunia ataupun Piala Asia.
Bagi para pemain Indonesia untuk bisa bermain untuk klub luar negeri pun akan sangat sulit. Contohnya di Liga Inggris dimana kewarganegaraan jadi salah satu aturan yang menentukan apakah seorang pemain bisa meruput di sana atau tidak.
Akan tetapi bila sampai kemungkinan buruk terjadi, maka tidak lantas sepakbola Indonesia akan mati. Tetap ada wadah lain yang bisa menampung hasrat menggebu orang-orangnya untuk merasakan menendang bola baik secara kompetitif atau semi-kompetitif.
Salah satu cara agar Indonesia bisa tergabung dalam organisasi sepakbola internasional adalah dengan bergabung bersama CONIFA. Sebuah federasi sepakbola yang beranggotakan negara, bangsa, atau entitas yang independen.
Mereka baru didirikan pada sembilan tahun silam tepatnya 13 Agustus 2013. CONIFA yang bermarkas di Lulea, Swedia, itu dibuat dengan tujuan untuk semakin memperluas jangkauan sepakbola terutama pada kelompok yang eksistensinya tidak diakui oleh FIFA.
Niatan organisasi non-profit yang hanya digerakkan oleh para relawan cuma-cuma itu dengan cepat mendapat atensi global terutama dari negara-negara kecil (mikro) dan kini telah memiliki 38 anggota per Maret 2023.
Para anggota tersebar di enam benua seperti Eropa, Asia, Afrika, Amerika Utara dan Selatan, serta Oseania. Eropa jadi penyumbang member terbanyak dengan lebih dari 30 negara sudah tergabung di bawah payung CONIFA.
Abkhazia, Tuvalu, Tibet, Tami Eelam, dan Siprus Utara adalah contoh dari para anggota CONIFA. Bahkan serikat keturunan Korea di Jepang pun memutuskan untuk bergabung. Tidak ketinggalan juga West Papua atau Papua Barat.
2. Punya Banyak Turnamen
Layaknya FIFA dengan berbagai macam agenda turnamennya, CONIFA pun menyediakan ajang bagi para anggotanya untuk saling beradu di lapangan hijau.
Walau belum seberapa namun kompetisi buatan mereka terbilang lengkap. Tidak hanya sepakbola pria dan wanita, futsal juga jadi cabang yang mereka berikan perhatian.
CONIFA punya Piala Dunia versi mereka sendiri yang sidah dihelat sejak 2014 menggantikan Piala Dunia VIVA sebagai turnamen tiruan Piala Dunia FIFA terdahulu.
Setiap benua juga dibuatkan turnamennya sendiri oleh CONIFA sehingga negara-negara mikro dari Asia, Eropa, atau Afrika bisa menikmati versi Euro, Piala Asia, atau Afcon versi mereka sendiri.
Tentunya ini sebuah oase sepakbola bagi mereka yang seringkali terhalang dengan identitas kewarganegaraan untuk bisa bermain di lapangan hijau.
CONIFA tidak melarang siapapun untuk masuk dalam organisasi mereka apapun latar belakang ataupun ideologi dari kelompok yang mendaftar.
Maka dari itu sebenarnya mereka lebih senang menyebut para member sebagai anggota alih-alih negara karena belum tentu federasi yang mendaftar memang berniat menjadi negara.
Jika nantinya Indonesia jadi dihukum oleh FIFA dan harus didepak dari keanggotaannya, mungkin CONIFA atau bahkan organisasi sepakbola tandingan lain seperti Federasi Internasional Sepakbola Merdeka (FIFI) adan Aliasi Sepakbola Persatuan Dunia (WUFA) bisa jadi tujuan selanjutnya.
Hanya saja tetap akan sangat disayangkan karena Indonesia bukan negara mikro atau komunitas kecil tanpa pengakuan. Potensi negara ini di sepakbola sangatlah besar meski dari tahun ke tahun pengelolaan serta perkembangannya jalan di tempat.
Diharapkan sebuah solusi untuk polemik Piala Dunia U-20 2023 yang tidak berujung sanksi FIFA bisa segera ditemukan dan sepakbola bisa semurni mungkin dipisahkan dari politik dan kepentingan individu serta kelompok yang negatif.
Baca berita sepakbola dan olahraga lainnya di Google News