Nadhifa Ramadhani, Gadis Cantik Pejuang Kanker yang Semangat Menjadi Pebasket
INDOSPORT.COM - Kehilangan satu kaki pada pertengahan tahun 2013 tidak membuat dedikasi dan cinta gadis cantik bernama Nadhifa Ramadhani kepada basket memudar.
Sebaliknya, dengan usaha lebih dari yang sebelumnya ia semakin semangat untuk menjadi sosok hebat di dunia basket Indonesia.
Sejak SMP, basket telah menjadi bagian terfavorit dalam hidupnya. Namun, pada akhir tahun 2012 secara tiba-tiba Tuhan memberikan ujian kepadanya.
Ya, Nadhifa divonis menderita penyakit Kanker Tulang (Osteosarcoma) yang mengharuskan ia untuk mengamputasi salah satu tumpuan paling penting dalam hidupnya, yakni kaki.
Setelah itu, kehidupannya pun berubah. Dengan keterbatasannya, Nadhifa memutuskan untuk berhenti bermain basket karena sadar bahwa ia takkan bisa berlari seperti dulu lagi.
Beberapa tahun kemudian, keajaiban mulai datang saat ia melihat pagelaran megah Asian Para Games 2018 yang digelar di Indonesia.
Semangatnya kembali muncul dan ia memutuskan untuk kembali ke dunia basket dengan bergabung di komunitas Jakarta Swift Wheelchair Basketball.
Bagaimana kelanjutan dari cerita lengkap yang menginspirasi dari seorang Nadhifa Ramadhani ini? Maka dari itu, redaksi berita olahraga INDOSPORT pun berkesempatan berbincang dengannya. Berikut lengkapnya.
"Sampai sekarang saya masih terus berobat, tapi Alhamdulillah keadaannya sekarang sudah jauh lebih bagus," ujar Nadhifa dengan sumringah.
"Saya memang suka banget sama basket, stop main basket pun ketika kaki diamputasi kan. Tetapi di masa itu, saya selalu setia nonton IBL dan mengikuti berita basket," tambah wanita yang mengidolakan Arki Dikania Wisnu dan Vamiga Michel ini.
Alasan Nadhifa untuk Bangkit
INDOSPORT bertemu Nadhifa untuk pertama kalinya saat ia tampil bersama Jakarta Swift Wheelchair Basketball di partai final LIMA Basketball Nationals season 7.
Dengan jilbabnya, ia tampak lincah memainkan bola basket. Lantas, apa yang membuat Nadhifa bisa bangkit lagi?
"Yang bikin bangkit saya adalah dukungan. Semua keluarga dan teman-teman selalu support saya,"
"Bahkan ketika saya baru, diamputasi dan belum memakai kaki palsu teman-teman saya dengan sukarela membantu saya untuk naik tangga, atau bawain tas di sekolah."
"Small things seperti itu yang buat saya semangat, tapi memang saya tidak terlalu down juga sih," kenang Mahasiswi Ilmu Gizi Universitas Esa Unggul ini.
Butuh adaptasi sekitar enam bulan lamanya sampai Nadhifa bisa bermain basket di atas kursi roda dengan lihai. Seperti pebasket pada umumnya, Nadhifa juga punya cerita saat mengalami cedera pada latihan.
"Susahnya basket kursi roda itu selain bola, saya harus dorong roda juga. Nah, roda kursi ini kan lumayan keras ya, jadi tangan tuh bisa lecet karena kelupas kulitnya," tutur Nadhifa.
Ambisinya untuk berprestasi di basket luar biasa, namun sayangnya peminat putri pada basket kursi roda Indonesia masih sangat kurang.
"Saya kalau mau ikut turnament basket kursi roda untuk putri masih susah ya, karena di Indonesia masih sedikit dan jarang," ujarnya.
"Harapan saya, semoga basket kursi roda semakin banyak atlet putrinya, dan Jakarta Swift Basketball bisa lebih berkembang dan dikenal masyarakat," harap Nadhifa menutup perbincangan.