INDOSPORT.COM - Meski tak sepopuler olahraga sepak bola dan bulutangkis, dunia catur di Indonesia rupanya cukup berkembang. Bahkan, banyak Grand Master handal yang terus bermunculan, salah satunya adalah Susanto Megaranto.
Susanto Megaranto lahir di Indramayu, Jawa Barat pada 08 Oktober 1987 silam. Namanya tentu terasa asing di telinga masyarakat Indonesia, namun tidak halnya bagi para penggemar olahraga catur.
Bagaimana tidak, Susanto pernah mencuri perhatian publik kala ia menyabet gelar Grand Master termuda di Indonesia, saat usianya masih 17 tahun.
Ia mengalahkan legenda catur Indonesia, sekaligus Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (Percasi), Utut Adianto. Utut memperoleh gelar Grand Master pada usia 21 tahun.
Menariknya, kelihaian Susanto dalam membaca strategi bidak catur tidak datang dari dunia formal seperti sekolah catur, melainkan dari ayahnya sendiri di kampung.
Ia menuturkan karena saat masih anak-anak, warga di kampungnya dilanda demam olahraga catur. Mereka kerap menggelar permainan tersebut di mana saja, seperti di pos kemanan lingkungan, pinggiran sawah, dan teras rumah.
"Saya mulai belajar catur sejak umur tujuh tahun, dilatih sama bapak saat itu di kampung," ujar Susanto Megaranto mengutip dari Tempo.co.
Dunia Catur Profesional Pertama untuk Susanto
Bahkan, Susanto juga sering menantang para tetangganya untuk bermain catur di kampung halamannya, sebelum akhirnya ia menjajal kemampuanya di ajang profesional pada tahun 1995 atau saat masih usia 7,5 tahun.
Turnamen profesional yang ia ikuti tersebut adalah Kejuaran Daerah (Kejurda) kelompok umur 12 tahun di Cianjur, Jawa Barat.
Debutnya berakhir manis. Melawan para pecatur yang lebih senior, Susanto berhasil menyabet peringkat kedua. Gelar itulah yang kemudian mengilhami Susanto Megaranto menggeluti dunia catur di Indonesia.
"Saya tidak pernah tepirkirkan jadi pecatur profesional, tapi karena saat turnamen pertama itu menang dapat hadiah, terus semangat, dan lama lama bercita cita jadi pemain catur," ujarnya.
Gelar dari turnamen daerah tersebut juga jadi awal bagi keran prestasi Susanto. Ia kembali menyabet sejumlah gelar seperti menyabet peringkat ketiga Kejuaran Nasional di Palangkaraya.
Turnamen demi turnamen terus diikuti oleh Susanto pada masa kanak-kanaknya demi mematangkan kemampuannya.
Pada 1997, saat usianya hampir menginjak 10 tahun, Susanto menorehkan prestasi lagi sebagai juara Kejurda KU-12 di Bandung, Jawa Barat, dan juara I Kejurnas KU-10 di Banda Aceh.
Baru pulang dari Kejurnas Aceh, selang beberapa pekan pada 1997 itu, Susanto dan beberapa pecatur cilik bertolak ke Prancis mewakili Indonesia dalam kejuaraan dunia catur kelompok umur 10 tahun
Saat itu Susanto berhasil menempati peringkat 11 dari 150 peserta yang ikut. Sebuah prestasi yang luar biasa bagi pecatur muda di Indonesia.
Mendapat Beasiswa
Prestasinya itu bahkan sampai ketelinga pengurus sekolah catur Enerpac, yang didirikan pengusaha Eka Putra Wirya, sosok yang turut menempa Grand Master Super Utut Adianto.
"Saya saat itu ditarik gabung ke Enerpac karena pas Kejurnas Aceh (1997) berhasil mengalahkan murid senior di Enerpac, Taufik Halay, yang sudah setahunan sekolah catur. Sedangkan saya masih pemain kampung saat itu," ujar Susanto.
Tak berpikir panjang, Susanto Megaranto dan kedua orang tuanya bersedia mengambil beasiswa tersebut, dan mereka hijrah ke Jakarta saat Susanto masih duduk di sekolah dasar kelas lima.
"Saat itu saya mikir, kalau mau maju ya harus ke kota, tidak di kampung terus, kapan lagi bisa dapat kesempatan (dapat beasiswa sekolah catur) itu," katanya.
Lantas, apa bedanya sebelum dan sesudah sekolah catur pada kemampuannya bermain? "Jelas beda, di sekolah banyak teori diajarkan untuk mengatur permainan, saya jadi tidak lagi asal jalan dan mengandalkan feeling," katanya lagi.
Sejak mendalami catur di sekolah catur itu, Susanto tercatat tak pernah absen mengukir prestasi tiap tahun dari 1999- 2019. Setiap tahun, minimal tiga kejuaraan ia menangkan baik tingkat nasional maupun dunia.