Demi Prestasi, Satlak Prima Minta Tambahan Anggaran

Selasa, 19 Januari 2016 19:58 WIB
Penulis: Dian Eko Prasetio | Editor: Gema Trisna Yudha
© Herry Ibrahim/INDOSPORT
Ketua Satlak Prima Achmad Sutjipto, Wakil Ketua IV Lukman Niode dan Wakil Ketua III Satlak Prima Taufik Hidayat Copyright: © Herry Ibrahim/INDOSPORT
Ketua Satlak Prima Achmad Sutjipto, Wakil Ketua IV Lukman Niode dan Wakil Ketua III Satlak Prima Taufik Hidayat

Beban prestasi Indonesia kedepan, serta ekspetasi masyarakat terhadap para atlet Indonesia agar mampu berprestasi lagi di kancah internasional menjadi alasan Satlak Prima untuk mengusulkan penambahan anggaran. 

“Anggaran menjamin peningkatan prestasi. Anggaran yang tidak cukup, akan menurunkan prestasi. Coba kalau anggaran cukup, atlet-atlet diberi kesempatan lebih baik lagi. Pasti mereka akan termotivasi juga,” jelas pak Tcip, sapaan Achmad Soetjipto, dalam pertemuan dengan Komisi X DPR RI.

“Tidak ada acara lain lagi kecuali merubah cara melatih kita, harus ada pelatih asing, harus ada konsultan asing, uang saku lebih tinggi, nutrisi yang lebih baik, hdup lebih enak, kompetisi lebih tertib, lebih berkualitas. Yang akhirnya itu menuntut kenaikan anggaran, tapi itu baru indikasi, idealnya seperti itu,” sambung Soetjipto.

Selain itu, Satlak Prima juga akan menerapkan High Perfomance Operational Plan (HPOP), dimana anggaran yang dibutuhkan oleh cabang olahraga (cabor) harus sudah tercatat dan terdaftar lengkap. Sehingga diharapkan tidak akan lagi ada keterlambatan dalam pencairan dana.

“High POP, Cabor harus bikin sendiri, nanti kita bikinkan index. Karena tugas kita meningkatkan kapasitas PB dan olahraga, kita akan memberikan kesempatan pada mereka.”

“Selama ini, Cabor harus ada kegiatan dulu baru direimburse, PB nyari-nyari utangan dulu. Kalau ada kesepakatan dari Komisi X (DPR-RI) dari perubahan prosedur ini, jelas impact-nya pasti akan luar biasa terhadap prestasi,” tuturnya. 

Soetjipto melanjutkan, peningkatan anggaran ini juga dibutuhkan karena tidak semua atet akan mempunyai masa depan yang lebih bagus. Terlebih, jika seorang atlet sudah pensiun mereka hanya mempunyai keahlian dibidang yang mereka geluti selama ini.

“Tidak semua atlet mempunyai masa depan yang bagus, yang paling penting kapasitas atlet itu sendiri yang harus dibangun. Sehingga tidak gambling menghadapi masa depannya (masa pensiun),” sambung mantan ketua Persatuan Olahraga Dayung Seluruh Indonesia (PODSI) ini.

3