Tiga Srikandi dan Seorang Empu Pengharum Bangsa di Olimpiade Seoul 1988 (Part I)
Nurfitriyana Saiman merupakan yang paling tua saat Indonesia meraih medali pertamanya di Olimpiade 1988. Namun, siapa sangka bahwa perempuan kelahiran Jakarta, 7 Maret 1962 ini mengawali kariernya dari keisengannya.
Fitri, sapaan akrabnya ikut menemani sang kakak ipar, Jeffilia Hambali, berlatih memanah di Senayan. Saat itulah, Yana, demikian biasa perempuan ini dipanggil, mencoba menggunakan busur panah.
Yana kemudian jatuh cinta dengan dunia panahan yang menjadi pintu gerbangnya meraih prestasi di tingkat dunia. Padahal sebelumnya, Yana yang memang berperangai tomboi ini menyenangi dunia olahraga.
Sebelumnya Yana menggemari olahraga basket, voli dan senam. Bahkan, Yana pernah mengikuti eksebisi senam saat PON VIII di Jakarta pada tahun 1977.
Namun, alumnus SMA Ragunan ini lebih memilih panah sebagai jalan hidupnya. Setahun setelah mengambil target pertamanya, Yana mampu memnyumbangkan emas bagi Indonesia di SEA Games 1981.
Yana kemudian mewakili Indonesia di Asian Games setahun kemudian. Pada ajang ini, Yana berhasil merangsek ke posisi 11 besar.
Hal ini kemudian menarik Pelatnas untuk menyiapkannya menuju Olimpiade. Hasilnya, Yana kemudian terpilih mewakili Indonesia untuk tampil di Olimpiade 1988.