Mengenang Senam Kesegaran Jasmani (SKJ): Mengolahragakan Masyarakat dan Memasyarakatkan Olahraga

Jumat, 20 Januari 2017 10:34 WIB
Editor: Galih Prasetyo
© Wikipedia.
Salah satu gerakan di Senam Pagi Indonesia. Copyright: © Wikipedia.
Salah satu gerakan di Senam Pagi Indonesia.
Berawal dari Senam Pagi Indonesia

Sebelum SKJ populer di tengah masyarakat dan jadi kegiatan wajib di tiap hari Jumat, pemerintah era Soeharto sebenarnya sudah memperkenalkan kegiatan senam di tengah masyarakat. 

Senam Pagi Indonesia merupakan program dari Kemenpora saat itu (masih bernama Kementerian Urusan Pemuda). Sayang SPI tidak terlalu masif dilakukan oleh masyarakat.

Padahal saat memperkenalkan SPI, Soeharto mengatakan bahwa senam ini untuk menggelorkan olahraga di tengah masyarakat.

'Ini sangat besar manfaatnya bagi pembinaan raga, juga agar kita tetap sehat dan lincah, serta untuk menggerakkan dan menggelorakan lagi semangat berolahraga," kata Soerhato di Sidang DPR, 16 Agustus 1975 seperti dikutip dari soeharto.co

SPI saat itu lebih banyak dilakukan oleh anak-anak di tingkat sekolah dasar. Akhir 70-an, anak-anak di tingkat SD banyak diwajibkan untuk melaksanakan SPI dari seri A,B,C,dan D. 

Menariknya, dari sejumlah seri SPI, gerakan dari senam ini disebut-sebut diambil dari dasar-dasar gerakan seni bela diri pencak silat. 

Dilansir dari budiwarsito.net, sejumlah pengurus dari Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) banyak terlibat di perumusan gerakan dalam SPI. Selain itu, gerakan SPI juga diadopsi dari gerakan Taisho

Taisho merupakan senam khas dari Jepang yang biasa dilakukan pada pagi hari dengan menghadap ke arah matahari terbit. 

Namun karena dianggap memiliki gerakan yang tidak sederhana, SPI pun banyak mendapat kritik dari banyak pihak. Ismail Marahimin, salah satu novelis terkenal di zaman itu seperti dikutip dari Tempo edisi 02 April 1983 menyebut gerakan SPI tidak sederhana dan penimbulkan perasaan kikuk bagi masyarakat awam yang ingin mencobanya. 

"Gerakan SPI tak memenuhi standar dalam melatih otot-otot tubuh secara nyaman," kata penulis yang pada zaman Jepang menjajah mengalami masa wajib Taisho. 

188