Dewan IOC hendak melanjutkan dukungan mereka terhadap para atlet pengungsi untuk kembali berlaga di pesta olahraga sedunia yang akan berlangsung di Tokyo, Jepang pada 2022.
IOC yang telah bekerja sama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), ingin membantu menyebarkan kesadaran dan kepedulian akan isu sosial, khususnya para pengungsi. Lebih dari satu juta orang mengungsi ke Eropa pada 2016, sebagian besar dari Timur Tengah, untuk menghindari konflik di negaranya.
"Kami sudah mendiskusikan tim pengungsi yang potensial untuk Tokyo 2020. Kami ingin mempererat kerja sama dengan PBB, khususnya Komisioner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR)," tutur juru bicara IOC, Mark Adams, seperti dikutip Reuters.
Baca Juga |
---|
Tim Pengungsi Olimpiade pertama kali diikutsertakan dalam Olimpiade Rio 2016. Saat itu, tim ini beranggotakan 10 pengungsi yang berlaga di cabang olahraga atletik, renang, dan judo. Mereka berasal dari empat negara yang sedang dilanda konflik, yakni Suriah, Sudan Selatan, Etiopia, dan Republik Demokratik Kongo.
Saat itu, IOC menyaring kesepuluh atlet dari 43 kandidat yang dinilai berdasarkan kemampuan olahraga, kondisi personal, dan status pengungsi yang sudah terverifikasi oleh PBB. IOC lalu mengucurkan dua juta dolar AS dari penggalangan dana untuk membiayai pelatihan para atlet ini.
Salah satu atlet pengungsi yang paling menyita perhatian adalah Yusra Mardini. Perenang asal Suriah ini ketika ditemukan pada usia 17 tahun, menyeberang dari Turki ke Yunani dengan perahu karet, lalu berenang saat perahunya rusak. Ia lalu tinggal dan berlatih di Jerman hingga kini.