INDOSPORT.COM - Indonesia kini tengah menghadapi salah satu proyek besar paling ambisius yang pernah ada, yakni menjadi venue ajang olahraga terbesar dunia, Olimpiade 2032.
Presiden Republik Indonesia (RI) Joko Widodo (Jokowi) juga turut memastikan bahwa Indonesia telah mengirim surat pengajuan pada Komite Olimpiade Internasional (IOC).
Ambisi besar ini bukan sekadar wacana semata. Pada Mei 2019, Wakil Presiden RI Jusuf Kalla menemui Presiden IOC Thomas Bach di Laussane, Swiss.
Tak lain dan tak bukan, pertemuan tersebut kembali menekankan keinginan serius Indonesia untuk menjadi tuan rumah bagi Olimpiade 2032 mendatang.
Ketua Komite Olimpiade Indonesia (KOI), Erick Thohir ikut angkat bicara soal wacana ajang akbar ini. Asian Games 2018 menjadi modal yang besar usai sukses diselenggarakan beberapa waktu lalu.
Erick menilai bahwa dengan Indonesia menjadi tuan rumah Olimpiade 2032, maka nasib negara ini akan sama dengan negara yang berjuluk Matahari Terbit beberapa tahun silam.
"Jepang sesudah jadi tuan rumah Olimpiade 1964 naik kelas jadi bangsa dunia," ujar Erick di Jakarta seperti dikutip dari Tempo, Minggu (26/05/19) lalu.
Nyatanya, menjadi tuan rumah bagi ajang sekelas Olimpiade bukan perkara mudah. Indonesia harus siap dengan segala kondisi yang terjadi sebelum dan sesudah ajang tersebut digelar.
Indonesia tak hanya akan menikmati kemegahan namanya berkibar di dunia olahraga internasional, namun juga kemungkinan terburuk yang berpotensi menimpa sejumlah sektor dalam berbangsa dan bernegara.
Penggodokan Bidding
Melihat keinginan Indonesia yang ingin sekali menjadi tuan rumah multiajang akbar Olimpiade, tentunya pihak-pihak terkait tengah melakukan penggodokan bidding agar sukses.
Sekretaris Kementerian Pemuda dan Olahraga (Seskemenpora) Gatot S. Dewa Broto menjelaskan sedang melakukan persiapan. Namun dia tak memberikan rinciannya seperti apa.
“Untuk Olimpiade 2032, Kemenpora sedang persiapan untuk promosi bidding. Tapi bidding-nya kan 2024. Tempatnya juga belum ditentukan,” papar Gatot kepada INDOSPORT, Kamis (15/08/19).
Meski begitu, pada Februari 2019 lalu, pria asal Yogyakarta ini pernah meminta komplek Jakabaring Sport City (JSC), Palembang, Sumatera Selatan untuk terus berbenah andai Indonesia resmi jadi tuan rumah Olimpiade 2032.
Sementara itu, menurut pengamat olahraga Anton Sanjoyo, jika Indonesia ingin menjadi tuan rumah Olimpiade 2032 jangan terlalu berharap tinggi pada Jakarta saja.
“Kalau kita mau menggelar Olimpiade (2032) bisa di Palembang, pindah di kota-kota Kalimantan hingga Papua supaya pembangunan merata,” jelas Anton saat dihubungi awak redaksi berita olahraga INDOSPORT, Selasa (20/08/19).
Baginya kalau ingin membangun infrastruktur bisa melakukan investasi triliunan seperti di Papua atau Ambon. Karena ada sejumlah potensi olahraga dan mungkin bisa terpakai banyak.
“Kalau Jakarta sudah terlalu jenuhlah, mungkin ada beberapa cabang bisa di Jakarta. Kalau mau berdekatan bisa di Palembang, Jakarta, dan Bandung, misalnya,” sambung Anton.
Butuh Anggaran Besar
Untuk menggelar event akbar Olimpiade tentu membutuhkan anggaran yang tidak murah bagi Inodnesia. Maka harus diperhitungkan secara saksama untuk bisa menjadi tuan rumah yang baik.
Berdasarkan laporan The Oxford Olympics Study 2016, dalam satu dekade terakhir, tuan rumah Olimpiade membutuhkan setidaknya biaya hingga 8,9 miliar USD atau sekitar Rp125,7 triliun.
Lantaran biaya tersebut tak hanya dipakai untuk menghelat Olimpiade saja tetapi juga mesti menggelar Paralimpiade. Karena tak semua sarana Olimpiade mendukung peserta Paralimpiade.
Kendati demikian Olimpiade yang digelar sejak musim panas 1960 silam ini, rata-rata dana yang digunakan agar bisa menghelat multi ajang ini mencapai 5,3 USD (setara Rp7,8 triliun).
Bahkan anggaran tersebut bisa saja membengkak karena tuan rumah juga mesti menyajikan sarana seperti transportasi, teknologi, administrasi, dan lain-lain untuk menunjang semuanya.
Hal itu bisa dilihat pula ketika Tokyo, Jepang menjadi tuan rumah Olimpiade 2020. Pemerintah Jepang telah mengeluarkan anggaran hingga 20 miliar USD (setara Rp282 triliun).
Bahkan pada Februari 2019 lalu, dana menggelar Olimpiade 2020 melonjak. Hal itu dikarenakan CEO Panitia Penyelenggara Olimpiade 2020 Tokyo, Toshiro Muto ingin membuat opening ceremony dan closing yang megah.
Berdasarkan laporan yang dihimpun, dana yang dibutuhkan untuk merealisasikan hal tersebut kini mencapai 13 miliar yen (atau Rp1,6 triliun) dari rencana awal 9 miliar yen (Rp1,1 triliun).
Melihat jumlah tersebut tentunya membuat pemerintah harus dari sekarang untuk menggarap pendanaan agar tidak meleset jika resmi menjadi tuan rumah Olimpiade 2032.
Bagi pengamat olahraga Anton Sanjoyo pemerintah saat ini sudah harus mempersiapkan dari mana sumber anggarannya serta dananya berasal dari mana saja.
“Jadi kalau untuk Indonesia 2032 terlalu cepat dari sisi anggaran. Karena neraca anggaran kita masih naik-turun defisit, apalagi neraca pembayaran karena kita masih banyak impor,” beber Anton.
Waspadai Mimpi Buruk Negara Lain
Olimpiade Athena 2004 membawa Yunani pada kejatuhannya sebagai sebuah negara. Tanah Dewa Zeus itu bertekuk lutut pada depresi ekonomi sejak 13 Agustus 2004 lalu.
Kemegahan yang mereka tawarkan menjadi sebuah ambisi kelewat batas. Mengingat, Yunani telah begitu lama dilanda krisis keuangan global.
Lebih dari itu, kebangkrutan Yunani sebagai sebuah negara diperparah dengan ketidaksiapan mereka pada rencana pasca-olimpiade.
Situasi yang mereka hadapi itu menjadi bukti nyata akan kegagalan mereka untuk berinvestasi di tengah kondisi ekonomi yang sedang krisis.
Mimpi buruk Yunani rupanya turut menyambangi Negeri Samba. Tak belajar dari kesalahan Yunani, Brasil kini masih bergelut dengan hutang.
Brasil tadinya menaruh tumpuan harapan pada Olimpiade Rio 2016 lalu, untuk mendorong perekonomian negara yang tengah mengalami krisis.
Meski menjadi negara Amerika Selatan pertama yang menjadi tuan rumah Olimpiade, tetapi dalam perhitungan terakhir, anggaran Brasil lebih 20 miliar USD (setara Rp285 triliun).
Rio de Janerio sendiri masih harus menanggung dana setidaknya 13 miliar USD (Rp185 triliun). Sejumlah negara bagian harus memberikan dana talangan sebesar 900 juta USD (Rp12 triliun) untuk biaya kepolisian Olimpiade.
Kondisi tersebut, menurut sejumlah pengamat, dinilai sebagai faktor yang berkontribusi dalam meningkatnya kejahatan dan kekerasan di Brasil.
Negeri kelahiran Neymar dan Pele tersebut juga kala itu tengah menghadapi situasi yang begitu genting di sektor ekonomi serta politik.
Indonesia sebagai negara dengan ambisi serupa Yunani dan Brasil, dalam penyelenggaraan Olimpiade harus siap dalam menghadapi mimpi buruk serupa.
Segala persiapan mulai dari pendanaan, infrastruktur, hingga fasilitas mesti dilakukan sejak mengajukan diri jadi tuan rumah. Lantaran ini acara olahraga terbesar di dunia.
Bagi Anton Sanjoyo setiap negara yang menjadi tuan rumah multi event olahraga sudah pasti mengalami kerugian. Karena pembangunan infrastruktur tak bisa ditutup dengan cepat.
Dirinya juga menambahkan, kalau bicara bisnis pada ajang Olimpiade itu sebetulnya yang menguasai semuanya adalah IOC bukan pemerintah setempat.
“Jadi hak siar televisi, sponsorship yang menguasai adalah IOC, yang ofisial broadcast misalnya itu yang nunjuk IOC nanti uang yang masuk dari sponsor di tv/penyiaran bukan masuk ke pemerintah Indonesia,” jelas Anton.
Apa yang Bisa Dipetik Gelar Olimpiade?
Meski demikian sejatinya apa yang bisa dipetik pada negara yang menggelar event akbar sekelas Olimpiade? Tentu tak mungkin hanya soal kerugian saja yang dialami.
Melihat optimisnya Ketua KOI Erick Thohir yang menilai kalau Indonesia menggelar Olimpiade 2032 bakal menjadi bangsa yang dikenal besar di dunia dalam menghelat event akbar.
Penilaian senada juga diutarakan oleh pengamat olahraga Anton Sanjoyo yang menilai kalau Indonesia bakal mendapat citra baik di mata dunia nantinya jika sukses mengehelat ajang tersebut.
“Yang kita harus hitung itu manfaatnya. Bukan soal berapa rupiah yang bakal Indonesia dapat. Tapi kalau Indonesia sukses menggelar Olimpiade itu kita akan mendapat sorotan dunia yang bagus,” paparnya.
Benefit yang didapat Indonesia nantinya seperti investasi masuk. Lalu orang asing mau berwisata ke Indonesia lebih banyak lagi. Nantinya akan dapat devisa.
“Efek langsungnya adalah orang-orang asing datang ke sini spending di sini, dolar Indonesia dapat banyak,” ujar Anton.
Indonesia yang sangat serius dalam menjadi tuan rumah Olimpiade bisa melihat bagaiamana kala menggelar Asian Games lalu tetapi ditambah dengan skala yang lebih besar.
“Indonesia sebetulnya sudah punya patren,” pungkas Anton.