Mengenang Senam Kesegaran Jasmani (SKJ): Mengolahragakan Masyarakat dan Memasyarakatkan Olahraga
Tiap hari Jumat beberapa puluh tahun yang lalu saat Presiden Soeharto masih berkuasa, ada satu kegiatan wajib yang dilakukan oleh seluruh lapisan masyarakat mulai dari tingkat anak Taman Kanak-kanak (TK) hingga pegawai-pegawai kantor pemerintah.
Kegiatan wajib tersebut dikenal dengan nama Senam Kesegaran Jasmani (SKJ). SKJ merupakan upaya dari pemerintah Soeharto kala itu untuk memperbaiki pelayanan kesehatan masyarakat.
Pada era tersebut, pemerintah Soeharto memang acapkali mengampanyekan mengolahragakan masyarakat dan memasyarakatkan olah raga. Salah satu tindak nyatanya ialah mencanangkan Hari Olahraga Nasional yang jatuh pada 09 September 1983.
Setelah itu dibentuk Kementerian Pemuda dan Olahraga pada 19 Maret 1983 (sebelumnya untuk urusan olahraga diatur oleh Menteri urusan Pemuda dan Menteri Olahraga). Olahraga nasional pun kala itu mendapat momentum kejayaan. Sejumlah prestasi membanggakan ditorehkan para atlet Indonesia, mulai dari gelar juara dari petinju Ellyas Pical, hingga kemampuan tim Piala Thomas Indonesia yang merebut gelar juara dari tangan China pada 1984.
Menteri Pemuda dan Olahraga keempat, Dr Abdul Gafar berupaya menjaga iklim positif ini. Ia pun memutuskan untuk mengeluarkan surat keputusan, SP Kantor Menpora Nomor : B/0227/K/MENPORA/84, Jakarta 13 Februari 1984, dan SK DIRJEN PLSPO Nomor: Kep-03/E/K/1984.
Untuk kembali mengulang memori saat SKJ tengah populer di masyarakat, berikut INDOSPORT paparkan sejarah SKJ di eranya:
1. Berawal dari Senam Pagi Indonesia
Sebelum SKJ populer di tengah masyarakat dan jadi kegiatan wajib di tiap hari Jumat, pemerintah era Soeharto sebenarnya sudah memperkenalkan kegiatan senam di tengah masyarakat.
Senam Pagi Indonesia merupakan program dari Kemenpora saat itu (masih bernama Kementerian Urusan Pemuda). Sayang SPI tidak terlalu masif dilakukan oleh masyarakat.
Padahal saat memperkenalkan SPI, Soeharto mengatakan bahwa senam ini untuk menggelorkan olahraga di tengah masyarakat.
'Ini sangat besar manfaatnya bagi pembinaan raga, juga agar kita tetap sehat dan lincah, serta untuk menggerakkan dan menggelorakan lagi semangat berolahraga," kata Soerhato di Sidang DPR, 16 Agustus 1975 seperti dikutip dari soeharto.co
SPI saat itu lebih banyak dilakukan oleh anak-anak di tingkat sekolah dasar. Akhir 70-an, anak-anak di tingkat SD banyak diwajibkan untuk melaksanakan SPI dari seri A,B,C,dan D.
Menariknya, dari sejumlah seri SPI, gerakan dari senam ini disebut-sebut diambil dari dasar-dasar gerakan seni bela diri pencak silat.
Dilansir dari budiwarsito.net, sejumlah pengurus dari Ikatan Pencak Silat Indonesia (IPSI) banyak terlibat di perumusan gerakan dalam SPI. Selain itu, gerakan SPI juga diadopsi dari gerakan Taisho.
Taisho merupakan senam khas dari Jepang yang biasa dilakukan pada pagi hari dengan menghadap ke arah matahari terbit.
Namun karena dianggap memiliki gerakan yang tidak sederhana, SPI pun banyak mendapat kritik dari banyak pihak. Ismail Marahimin, salah satu novelis terkenal di zaman itu seperti dikutip dari Tempo edisi 02 April 1983 menyebut gerakan SPI tidak sederhana dan penimbulkan perasaan kikuk bagi masyarakat awam yang ingin mencobanya.
"Gerakan SPI tak memenuhi standar dalam melatih otot-otot tubuh secara nyaman," kata penulis yang pada zaman Jepang menjajah mengalami masa wajib Taisho.
2. Menjaga iklim positif olahraga di era 80-an
Ketika SPI sudah tak lagi digandrungi oleh masyarakat, pemerintah pun punya jurus jitu lainnya untuk terus membudayakan olahraga di tengah masyarakat.
Hal ini menjadi wajib dilakukan oleh pemerintah saat itu, pasalnya iklim olahraga Indonesia saat itu tengah sangat bagus. Sejumlah prestasi ditorehkan atlet-atlet Indonesia.
Mulai dari gelar Juara SEA Games 1983, dilanjutkan dengan gelar Piala Thomas di 1984, runner up SEA Games 1985, serta gelar juara IBF kelas bantam junior yang diraih Ellyas Pical, sedangkan dari cabang sepakbola, Timnas Indonesia disebut-sebut melahirkan generasi emas di era tersebut, publik tentu ingat dengan timnas Indonesia Galatama (dikenal dengan nama timnas PPD) dan timnas Indonesia Perserikatan.
Atas dasar itu, Menteri Pemuda dan Olahraga, dr.Abdul Gafar pun mengganti SPI menjadi SKJ pada 11 Maret 1984. Sejumlah upaya pun dilakukan oleh pemerintah saat itu melalui Kemenpora salah satunya ialah menyiarkan secar rutin gerakan SKJ di Televisi Republik Indonesia (TVRI).
Untuk menunjang SKJ agar lebih mudah diingat dan dipraktekkan oleh masyarakat umum, Kemenpora pun menggandeng salah satu komponis Indonesia, Nortier Simanungkalit, ia merupakan komponis yang acapkali diminta pemerintah untuk membuat mars-mars, salah sau ciptaannya ialah himne SEA Games X.
Selain mendorong lewat mars yang sangat semangat, SKJ juga mendapat dukungan dari publik figure terkenal di era tersebut seperti Warkop DKI, dan artis-artis lainnya.
Jika SPI banyak dikritik karena memiliki gerakan yang terlalu susah, maka untuk SKJ, gerakan yang dilakukan cukup mudah.
Berikut gerakan-gerakan yang ada di SKJ:
Pemanasan. Dalam pemanasan terdapat sejumlah gerakan prioritas yakni:
- Jalan di tempat
- Gerakan kepala yang meliputi gerakan menoleh ke kanan dan ke kiri serta disertai dengan gerakan memutar kepala.
- Gerakan bahu. Gerakan ini menggerakkan bahu secara teratur diputar-putar sebanyak 360 derajat.
- Gerakan punggung diantaranya adalah menggerakkan punggung bagian bawah maupun punggung bagian atas.
- Gerakan peregangan pada tubuh-tubuh yang statis.
Setelah melakukan gerakan pemanasan, dilanjutkan dengan gerakan peralihan.
Setelah gerakan peralihan, dilanjutkan dengan gerakan inti yakni:
- Gerakan meluruskan seluruh tangan dan menekuknya.
- Gerakan koordinasi atau perpaduan antara gerakan kaki dan gerakan tangan yang ada.
- Gerakan mengayunkan tangan seperti orang memanah, mengayunkan kaki dan menggoyangkan kedua tangan yang ada.
- Gerakan mambo atau cha-cha.
Terakhir ialah gerakan pelemasan. Gerakan ini biasanya dilakukan dengan dua model yakni peregangan statis dan peregangan dinamis.
3. Video Senam SKJ
Senam SKJ 1984:
Senam SKJ 1988: