Deretan Mantan Atlet Wanita Ini Kini Hidup Miris
Berkat para atlet andalan Indonesia, Merah Putih kerap berkibar di dunia internasional sejak dulu. Namun tak semua mantan atlet tersebut kini hidup dengan sejahtera. Dulu dielu-elukan, tetapi sekarang seolah tak dipedulikan oleh pemerintah.
Termasuk enam atlet wanita ini. Dengan dedikasi dan semangat untuk membanggakan Tanah Air, mereka berjuang untuk menang di kancah dunia. Namun kini mereka hidup dengan pas-pasan, seolah tak ada jejak kepedulian dari pemerintah bagi mereka.
Menyambut Hari Perempuan Internasional yang tepat jatuh pada hari ini, INDOSPORT merangkum enam mantan pahlawan wanita Indonesia yang kini hidupnya kurang beruntung:
1. Tati Soemirah
Tati Soemirah adalah mantan atlet bulutangkis yang pernah membawa Indonesia memenangkan Uber Cup 1975. Saat itu ia menjadi penentu kemenangan hingga Indonesia menjuarai ajang ini untuk pertama kalinya. Sayangnya, setelah membela Merah Putih selama 24 tahun berkarier di bulutangkis, nasibnya pasca pensiun di tahun 1982 seperti tak diperhatikan pemerintah.
Peraih medali perunggu Kejuaraan Dunia 1980 ini sempat menjadi kasir di sebuah apotek di Jakarta. Itu pun karena sang pemilik apotek adalah salah seorang penggemar Tati. Pada 2005, ia berhenti bekerja di apotek dan kemudian membuka rental Playstation di rumahnya. Tati juga sempat melatih bulutangkis di Pekayon, Bekasi. Lalu Rudy Hartono mengangkat Tati untuk bekerja di pabrik pelumas.
Untuk membiayai hidupnya, finalis Kejuaraan Invitasi Dunia 1974 ini terpaksa menjual motor vespa hasil jerih upayanya sebagai atlet. Namun ia akhirnya mendapat bantuan berupa sepeda motor dari Komunitas Bulutangkis Indonesia (KBI). Ia pun mengaku baru mendapat perhatian pemerintah sejak era Adhyaksa Dault menjabat Meneteri Pemuda dan Olahraga.
2. Yuni Astuti
Yuni Astuti adalah mantan atlet bulutangkis era Susy Susanti dan Sarwendah Kusumawardhani. Namun nasibnya kini berkebalikan dengan kedua mantan rekannya itu. Pada tahun 1985, Yuni sempat membela DKI Jakarta dalam perhelatan Pekan Olahraga Nasional (PON) XI dan berhasil mempersembahkan medali perak sektor ganda.
Ia tak bisa meraih puncak kejayaan karena kecelakaan yang dialaminya di tahun 1995, membuat kaki kanannya lumpuh. Cedera kaki itulah yang memaksanya untuk pensiun dini dari dunia tepok bulu.
Pasca pensiun, Yuni memilih untuk tak lagi berkecimpung di dunia olahraga. Ia lantas memanfaatkan talentanya lain, yakni bernyanyi. Yuni lantas mengamen di bus-bus di sekitar terminal Purabaya Bungurasih, Sidoarjo, Surabaya untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
3. Marina Segedi
Marina Martin Segedi adalah atlet pencak silat yang pernah mengibarkan Merah Putih di Kejuaraan ASEAN Pencak Silat Kelas A Putri pada 1983 yang berlangsung di Singapura. Namun usai pensiun, prestasinya seakan terabaikan oleh pemerintah.
Marina sempat mendapat tawaran untuk melatih pencak silat di Belanda, sayang ia harus menolaknya karena harus merawat anaknya yang masih kecil. Ia pun harus menjadi sopir taksi demi memenuhi kebutuhan hidup keluarganya.
Nenek dari empat cucu ini pun sempat mencoba peruntungannya di dunia layar lebar. Marina pernah mendapat peran kecil sebagai pendekar wanita di beberapa film, seperti Warisan Ilmu Karang, Pendekar Tapak Sakti, dan Pendekar Naga Emas. Namun industri perfilman Indonesia menurun di era 1990-an dan memaksa Marina kembali menjadi sopir taksi.
Untungnya, ia mendapat beasiswa dari perusahaan taksinya untuk menyelesaikan pendidikan. Ia juga mendapat hadiah rumah dari Kemenpora pada 2011 berkat prestasinya di masa silam. Kini ia pun memanfaatkan masa pensiunnya untuk mengajar pencak silat di Perguruan Padjajaran.
4. Karni
Karni adalah mantan atlet dayung yang pernah mempersembahkan tiga medali emas dan satu medali perak dari ajang SEA Games. Ia juga mengoleksi sejumlah medali dari kejuaraan lokal. Namun daftar prestasinya yang mentereng tak membuat pemerintah lantas peduli dengan kehidupannya setelah pensiun.
Karni diberi pekerjaan sebagai petugas kebersihan di tempat wisata dari pemerintah daerah Blora. Di sana, ia bertugas untuk menyapu, mencabut rumput, dan memunguti sampah. Ia mengaku sempat mendapat bantuan sebesar seratus juta rupiah, tetapi sudah digunakan untuk memperbaiki rumahnya.
5. Dyah Renatih
Dyah Renatih pernah membela Indonesia dalam kejuaraan lempar lembing di Thailand pada tahun 2006. Namun usai pensiun, ia tak kunjung mendapat kejelasan dari pemerintah. Nasibnya tak berbeda jauh dengan sang suami, Marzuki, yang dulu berprofesi sebagai atlet sepakbola.
Dyah pun telah mengadukan nasibnya kepada pemerintah, untuk menagih janji yang berbunyi mantan atlet akan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Namun hingga kini belum ada tanda-tanda janji itu akan terealisasi. Dyah dan suaminya pun berencana menjual medali-medalinya untuk biaya makan dan memperbaiki rumahnya.
6. Lenni Haeni
Lenni Haeni menyumbangkan tak kurang dari 20 medali untuk Indonesia saat masih aktif sebagai atlet dayung. Prestasi puncaknya, ia mempersembahkan tiga medali emas dan satu medali perak di SEA Games Jakarta 1997.
Namun kini hidup Lenni sangat memprihatinkan. Ia terpaksa menjadi tukang cuci pakaian dan bekerja serabutan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari. Apalagi, putrinya, Habibatul, menderita penyakit hepidemolosis gulosa, atau penyakit kulit sensitif sejak berumur 2 tahun.