Kilas Balik Setahun Sanksi WADA: Gara-gara 2 Atlet Pakai Doping, Indonesia Kelimpungan
INDOSPORT.COM - Kilas balik setahun lalu, ketika Indonesia mendapatkan sanksi dari World Anti-Doping Agency (WADA).
Saat itu, Indonesia mendapat berbagai kerugian, salah satunya tim bulutangkis Indonesia tak bisa mengibarkan bendera Merah Putih saat menjuarai Piala Thomas.
Kini, Menpora Zainudin Amali memastikan Indonesia menjadi salah satu negara yang memiliki komitmen terhadap olahraga yang bersih dan disiplin terhadap WADA Code.
"Kita boleh menginginkan prestasi sampai tingkat dunia. Tetapi prestasi itu harus kita dapatkan dari kerja keras, pembinaan dan berbagai hal yang positif," kata Zainudin.
"Bukan dengan menghalalkan segala cara, termasuk dengan menggunakan doping. Itu sangat dilarang," imbuhnya, lewat seminar Indonesia Anti-Doping Organization (IADO).
"WADA Code itu sangat lengkap. Pada saat kena sanksi, saya kira baru kita sadar kita sangat penting tahu tentang anti doping."
"Saya harap sanksi itu yang terakhir, kita mempunyai pelajaran yang sangat berharga terhadap anti-doping dan sanksi yang kita terima," lanjut Menpora Zainudin Amali.
Ketua Umum Komite Olimpiade Indonesia, Raja Sapta Oktohari menyebut pentingnya sosialisasi anti-doping kepada seluruh stakholder olahraga nasional melalui IADO.
"Ini bukan organisasi sendirian, tapi bagian dari organisasi lain, baik itu stakeholder di Indonesia maupun di internasional," kata Raja Sapta Oktohari lewat seminar IADO.
"Saya pikir Pak Gatot (S. Dewa Broto) orang yang tepat, komunikatif dan sampai hari ini komunikasi kita sangat baik dengan WADA."
"Belum ada komplain, justru mereka beri pujian bahwa IADO hari ini sangat berbeda dengan yang sebelum-sebelumnya," kata Okto.
1. Bukan karena Doping
Menurut Raja Sapta Oktohari, sanksi yang diterima Indonesia dari WADA setahun lalu, bukan hanya karena ada atlet yang pakai doping, tapi karena Indonesia tak memiliki lembaga anti-doping yang profesional.
"Yang penting bukan nangkepin orang pakai doping, tapi yang penting mensosialisasikan doping itu apa dan bagaimana," jelas Okto.
"Dulu kita diberi sanksi, masalahnya bukan doping, tapi Indonesia tidak punya lembaga anti-doping. Sekarang kita punya IADO yang sangat profesional yang dikelola timnya Pak Gatot," tambah Okto.
"Saya secara pribadi, sebagai Ketua Satgas pada saat itu, maupun sebagai Ketua NOC Indonesia, paling berpekentingan terhadap profesinoalisme dari IADO," sambungnya.
Sementara itu, Ketua IADO, Gatot S. Dewa Broto mengungkapkan jika seminar akbar anti-doping yang digelar di Hotel Sultan ini merupakan yang pertama kali sejak 2006.
"Belajar dari kasus setahun lalu pada saat kena sanksi, kami berterima kasih kepada Pak Okto selaku Ketua Satgas Penanganan Sanksi WADA, harusnya kita dapat sanksi setahun, tapi bisa diperkecil jadi tiga bulan."
"Itu ternyata tidak semata-mata karena ada atlet atau banyak atlet yang kena doping. Sebenarnya hanya dua atlet yang terkena doping, tapi lebih karena good governance di Indonesia tidak rapih," ungkap Gatot.
"Seperti yang tadi disampaikan WADA, kita tidak patuh dengan aturan, dan komunikasi tidak rapih. Yang paling pokok adalah kewajiban-kewajiban WADA terpenuhi," tuntas Gatot.