Risa Suseanty, Kartini Tangguh di Atas Roda Dua
Sosok Kartini tak hanya muncul di segi kehidupan biasa, tetapi juga di dunia olahraga. Bahkan sosok Kartini yang satu ini terjun dan mendulang prestasi di ajang balapan sepeda ekstrem, yang mungkin tak banyak perempuan yang mau mendalaminya.
Itulah yang bisa menggambarkan sosok Risa Suseanty, atlet yang Anda mungkin kenal dengan julukan Ratu Downhill. Sudah tak perlu diragukan lagi deretan prestasi yang ia raih demi nama harum Indonesia, tetapi juga upayanya untuk menularkan semangat berolahraga kepada masyarakat.
Tak hanya berbagi kisah tentang prestasinya di dunia balap sepeda, kepada INDOSPORT, ia juga berkisah tentang gol selanjutnya dalam karier gemilangnya, yakni menjadi wasit kelas internasional dan menjadi sosok yang mampu membawa pengaruh positif bagi para perempuan.
Untuk menyambut Hari Kartini 21 April 2017, berikut INDOSPORT hadirkan kisah manis perjuangan sang Ratu Downhill Asia.
1. Awal Mula Terjun ke Dunia Balap Sepeda Downhill
Risa Suseanty memulai karier di balapan sepeda pada tahun 1993. Kala itu, downhill sendiri belum populer di kalangan atlet sepeda Indonesia. Pada 1996, Risa mengikuti kejuaraan sepeda tingkat Asia di Taiwan.
Partisipasi Risa awalnya hanya di nomor cross country, tetapi oleh timnya, ia diminta untuk sekalian turun di nomor downhill. Ia juga diberi tahu jika ia kemungkinan akan bertanding rangkap di SEA Games 1997, yakni di nomor cross country dan downhill sekaligus.
“Waktu itu belum pernah turun di nomor downhill, tetapi akhirnya di Kejuaraan Asia, saya turun di nomor itu juga. Saat itu langsung dapat di posisi kelima se-Asia. Diteruskan, akhirnya di SEA Games 1997 dapat emas di nomor downhill,” kisahnya.
Usaha istri dari pembalap BMX, Steven Wong ini, tak sia-sia. Ia tak tanggung-tanggung untuk terjun di nomor yang baru ia dalami itu dan langsung melanjutkan gebrakannya dengan juga meraih medali emas di SEA Games 1999, 2001, 2009, dan 2011.
2. Senang Menjajal Olahraga Lain
Risa memang menyukai tantangan dan senang aktif di dunia olahraga. Sejak kecil, ia ternyata menekuni olahraga bulutangkis, sebelum akhirnya ia jatuh cinta dengan balap sepeda. Ia juga mengaku senang menjajal olahraga lain.
“Semua olahraga memang saya suka. Banyak cross training yang saya lakukan juga. Misal, kalau lagi tidak nge-gym, saya suka latihan panjat tebing,” akunya.
Akhir-akhir ini, Risa sering melakukan diving dan golf. Namun karena kegiatannya yang sibuk belakangan ini, ia jarang diving lagi yang memerlukan waktu dan perjalanan khusus.
“Kenapa pilih diving dan golf? Karena mountain bike di gunung dan bertanding individual, jadi saya pilih yang berkebalikan, yaitu berolahraga di laut dan main di turnamen yang tenang. Sebagai penyeimbang profesi,” lanjut Risa.
3. Transisi Menuju Commissaire Kelas Internasional
Ditanya soal kesibukannya, Risa dengan tegas mengatakan saat ini ia tengah dalam masa transisi karier. Sebetulnya, ia masih ingin balapan, apalagi di tahun depan ada ajang Asian Games di Indonesia.
Namun banyak kendala yang dihadapinya, seperti sang putra yang butuh perhatian dan seringnya ia bolak-balik Indonesia-Belgia. Apalagi, jika ia harus latihan dulu untuk persiapan balapan elite, ia harus ke Jerman.
Saat ini, Risa tengah sibuk menjadi commissaire, atau orang yang berperan seperti wasit dalam balapan sepeda dan bertugas mengatur jalannya keseluruhan lomba. Di tahun ini, surat tugas Risa sudah keluar dan ia turun sebagai commissaire di hampir setengah balapan sepeda bertaraf internasional yang diselenggarakan di Indonesia.
Tour de Lombok menjadi tugasnya yang pertama. Turnamen ini diikuti oleh 22 peserta dari negara dan cukup besar, bahkan gubernur setempat ikut turun tangan di turnamen ini.
“Jadi saat menjadi commissaire, saya naik motor karena kita harus lebih dulu dari pembalap yang melaju kencang dengan road bike. Ditotal, dalam empat hari saya menempuh 500 km. Kemarin banyak wartawan juga yang kaget, kok ada saya di sana dengan memakai atribut sebagai commissaire,” kisahnya.
Namun Risa sendiri menyatakan tak tertarik untuk tampil sebagai pelatih. Ia lebih tertarik ke dunia perwasitan. Apalagi ia diminta Pengurus Besar Ikatan Sport Sepeda Indonesia (PB ISSI) untuk mencoba menjadi wasit.
“Karena untuk coaching, saya kurang tertarik. Kalau disuruh menjadi pelatih, lebih baik saya yang jadi pembalapnya. Karena selama 22 tahun bersepeda di Pelatnas, saya harus tinggal di Pelatnas lagi jika menjadi pelatih. Tidak ada bedanya dengan atletnya. Jadi saya pikir, masih ingin balapan, ngapain ngurusin orang,” ujar Risa santai.
Untuk commissaire ini sendiri, Risa menjadikannya sebagai karier kedua. Desember lalu, ia jadi peringkat pertama national commissaire. Dari 45 atau 46 orang yang ikut, hanya 13 yang lolos. Setelah ini, ia harus mengambil lisensi commissaire elite. Inilah yang menjadi gol Risa selanjutnya, yakni menjadi UCI (Persatuan Sepeda Internasional) International Commissaire.
“Jadi perwasitan elite itu dari berbagai negara, diadakan oleh badan sepeda dunia. Nanti mereka akan menyelenggarakan tes lagi, kalau lulus dari situ, nanti saya bisa ambil perwasitan yang internasional.”
4. Ingin Jadi Influencer via Media Sosial
Selain mengejar lisensi commissaire internasional sebagai gol selanjutnya, Risa juga ingin menjadi wanita yang mampu membawa pengaruh positif kepada sesama wanita. Mudahnya memang melalui media sosial. Risa tampak aktif di beberapa media sosial, seperti Instagram, Twitter, dan Youtube. Di Instagram sendiri, ia telah memiliki 26 ribu pengikut.
“Banyak juga sepupuku, teman-teman yang memang tidak ada di bidang olahraga, mereka semua bilang ‘sudah, jadi influencer saja’. Nah, makanya salah satu yang aku lakukan yaitu lebih banyak mengunggah pakai baju sepeda, walaupun itu bukan (kostum) mountain bike,” katanya.
“Kenapa aku pilih road bike ini, karena road bike tidak terlalu perlu skill, kalau downhill kan lebih spesifik, perlu banyak skill, dan banyak kan perempuan takut downhill. Sekarang kalau Anda bisa lihat, di Jakarta itu sudah mulai banyak banget ibu-ibu atau perempuan yang belum menikah, ikut yang namanya balap sepeda jalan raya tersebut.”
“Karena dari segi styling, itu stylish banget, karena bajunya itu lucu-lucu, keren-keren, lalu dari segi mau diet itu dapat banget. Karena memang dengan sepeda, ya otomatis kita olahraga. Dan itu tidak perlu diet atau tidak makan. Tapi dengan makan yang banyak pun mereka akan bakar kalori banyak,” jelasnya.
Dengan banyak mengunggah kegiatannya, Risa ingin menunjukkan pada para perempuan bahwa dengan olahraga sepeda di jalan raya, mereka juga bisa tampil modis. Saat ini pun, tren bersepeda sudah merambah ke dunia artis. Risa pun berharap, kebiasaan sehatnya dan para artis ini juga mampu mengajak masyarakat Indonesia untuk memiliki gaya hidup lebih sehat.
5. Penerus Predikat Ratu Downhill
Telah memiliki karier cemerlang selama 22 tahun, pantas rasanya Risa digelari Ratu Downhill. Namun saat ditanya tentang adakah penerusnya, Risa lebih memberikan pesannya.
“Penerus sih ada, ada sekitar dua-tiga rider ada yang bagus. Cuma dari dulu memang saya pesan ke mereka, bagus itu bukan satu kali, bagus itu harus berkali-kali dan proses untuk menuju kemenangan yang berkali-kali itu tidak mudah,” ujar Risa.
Intinya, Risa menekankan pentingnya konsistensi untuk para generasi pembalap selanjutnya. Ia menegaskan mereka tak boleh cepat puas, apalagi untuk meraih predikat Ratu Downhill tak ia dapatkan hanya dengan menang di satu atau dua turnamen.
“Saya sering bilang ke junior saya, kalau sekarang sudah bagus dan sudah bisa menang, ya jangan hanya satu-dua kali itu lalu hilang. Dan kalau baru menang di level nasional juga saya rasa jangan bangga berlebih. Jadi jangan terlalu bangga sekali karena di depan kita masih ada balapan-balapan lain yang sebenarnya lebih prestisius, lebih bagus, dan mereka masih harus bisa membuktikan,” pesannya.
6. Susy Susanti, Kartini Olahraga yang Diidolakan
Awal karier Risa yang bermula di bulutangkis, tak lepas dari pengaruh srikandi tepok bulu Indonesia, Susy Susanti. “Kalau untuk aku sebenarnya dari aku kecil waktu aku zamannya badminton, aku selalu nge-fans sama Ci Susy Susanti,” ungkapnya.
Ia pun merasa terhormat dan bangga bisa disandingkan dengan idolanya itu saat pembukaan PON Jawa Barat 2016 lalu.
"Kemarin waktu pembukaan PON Jabar, kebetulan saya juga disandingkan sama dia sebagai salah satu legendanya atlet Indonesia. Dan predikat “legenda” itu kayaknya sangat berat ya, itu seperti wow gitu. Sedangkan legenda-legenda kemarin di PON itu yang membawakan obor, ada Taufik Hidayat dan juga ada atlet-atlet lain yang memang levelnya tinggi,” tutup Risa.