Tak Lekang oleh Waktu, Ini 3 Olahraga Tradisional Indonesia
Olahraga merupakan kegiatan yang membantu menjaga kebugaran tubuh masing-masing orang. Dengan melakukan aktivitas olahraga, metabolisme dalam tubuh pastinya akan menjadi lancar.
Jenis olahraga sendiri terbagi menjadi dua, yaitu olahraga tradisional dan olahraga modern. Olahraga tradisional merupakan olahraga asli dari berbagai daerah di Indonesia yang sudah ada sejak zaman dahulu kala.
Sementara, olahraga modern itu sendiri merupakan jenis olahraga yang berkembang dari olahraga tradisional hingga memunculkan cabang olahraga baru.
- Terpuruk di SEA Games, Indonesia Targetkan 113 Emas ASEAN Paragames
- Makin Seksi, Aura Kasih 'Pamer' Gerakan-gerakan Yoga di Instagram
- Menpora Ingin Bangun Kota Olahraga, Apa Kabar Olympic Center di Cibubur?
- Indonesia Jeblok di SEA Games 2017, Menpora Siap Mundur?
- Diminta Bubar, Satlak Prima Alihkan Fokus ke Asian Games
Dewasa ini, mungkin setiap orang lebih sering melakukan aktivitas olahraga modern. Seperti halnya sepakbola, basket, voli, joging, yoga, dan juga berbagai macam kegiatan olahraga lainnya.
Untuk jenis olahraga tradisional sendiri mungkin sudah jarang dilakukan di berbagai kalangan masyarakat. Atau bahkan, ada pula yang tidak mengetahui apa saja jenis-jenis dari olahraga tradisional tersebut, yang hingga saat ini masih ada dan dilakukan oleh masyarakat daerah itu sendiri.
Menilik hal itu, berikut ini INDOSPORT merangkum tiga jenis kegiatan olahraga tradisional Indonesia yang sudah ada sejak zaman dahulu, dikutip dari berbagai sumber menyambut Hari Olahraga Nasional ke-34:
1. Pathol
Olahraga pathol merupakan olahraga gulat tradisional yang berasal dari Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Kegiatan olahraga yang mempertandingkan dua orang di tengah arena ini telah menjadi olahraga populer di wilayah pantai utara, dari Sarang, Rembang, hingga Tuban.
Dalam melakukan permainan, biasanya kedua atlet pathol akan mengenakan celana pendek dengan selendang ataupun tali yang terikat di bagian pinggang.
Beradu kekuatan di arena yang biasanya berupa pasir ini, pegulat yang berhasil menelentangkan lawannya terlebih dahulu hingga punggungnya menempel di arena lah yang keluar sebagai pemenang.
Jenis olahraga tradisional ini diketahui sudah ada sejak masa Kerajaan Majapahit. Pada masa itu, aktivitas gulat ini mempunyai tujuan tersendiri, yaitu untuk menentukan kesatria terbaik yang dikatakan layak menjaga pelabuhan dari para pendatang seperti penyamun ataupun perompak.
Sementara itu, dalam olahraga pathol ini juga ada istilah "makya", yang berarti seseorang yang paling jago atau tidak terkalahkan.
2. Benteng
Siapa yang tidak mengetahui jenis olahraga tradisional satu ini? Sejak masih kecil, Anda pastinya pernah memainkan olahraga bernama benteng ini, bukan?
Mengutip dari Jakarta.go.id, kegiatan olahraga benteng ini merupakan jenis olahraga tradisional asal Betawi.
Permainan yang dilakukan di lapangan berbentuk segi empat ini terdiri dari kelompok atau regu. Masing-masing kelompok terdiri dari lima orang, baik putra ataupun putri. Namun, jumlah anggota ini bisa dikatakan tentatif, tergantung dari keputusan para pesertanya.
Sebelum memulai permainan, masing-masing dari grup akan memilih suatu tempat yang dijadikan markas. Tiang, batu, ataupun pilar yang berada di arena itu bisa dijadikan sebagai markas yang disebut sebagai benteng.
Dalam permainannya, masing-masing regu akan berusaha untuk menduduki benteng lawan. Para peserta akan saling kejar mengejar untuk menangkap lawannya dan dijadikan tawanan.
Semakin banyak musuh yang menjadi tawanan, tentunya akan memudahkan kelompok itu untuk bisa menduduki benteng lawan. Grup dengan anggota yang paling banyak menduduki benteng lawan terlebih dahulu lah yang dikatakan sebagai pemenang.
Lewat perminan ini, para peserta tentunya diajak untuk bisa mengasah kemampuan strategi dan juga kecepatan berlari.
3. Lompat Batu
Lompat Batu atau dikenal juga dengan nama Fahombo atau Hombo Batu ini merupakan kegiatan tradisional Suku Nias. Hingga saat ini, jenis olahraga satu ini bisa dikatakan sebagai santapan bagi para traveler yang berkelana ke Pulau Nias.
Menurut laporan dari Detik.com (20/10/16), tradisi lompat batu ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun lalu dan hanya dilakukan oleh kaum pria saja.
Nias, dulunya merupakan sebuah kerajaan. Kerajaan-kerajaan pada zaman dulu ini biasanya mempunyai pagar yang terbuat dari bambu sebagai pelindung.
Kaum adam yang ingin menyandang status sebagai prajurit pun akan mengikuti sebuah tes, yang tidak lain ialah lompat batu tersebut. Mereka yang bisa melompat batu tentunya akan bisa melewati pagar-pagar tinggi yang ada di sekitar kerajaan.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman, makna dari tradisi itu pun mulai bergeser. Jika tadinya lompat batu termasuk dalam sebuah ujian bagi mereka yang ingin menjadi prajurit, kini kegiatan tradisional itu dinilai sebagai lambang kedewasaan seorang laki-laki.
Artinya, kaum adam yang belum mampu melompati batu setinggi 2 meter itu dikatakan belum menjadi pria dewasa dan perkasa.
Saat melakukan kegiatan olahraga yang tercetak di lembaran uang 1.000 rupiah ini, mereka harus mengenakan busana pejuang Nias. Selain itu, bukan hal mudah bagi mereka untuk mengikuti tradisi Fahombo tersebut.
Pasalnya, para laki-laki Suku Nias harus melakukan latihan terlebih dahulu dengan melompati pagar-pagar serta mempelajari teknik mendarat yang baik. Jika tidak, mereka bisa saja mengalami kecelakaan, mulai dari cedera otot ataupun patah tulang.