x

Ayrton Senna: Akhir Tragis Sang Legenda Brasil (Jilid II)

Kamis, 17 Maret 2016 19:00 WIB
Editor: Hendra Mujiraharja

Ya, setelah melakukan debut bersama tim Toleman pada 1984, aksi Senna dalam menggebar mobilnya cukup mencengangkan para rival.

Meski mengendarai mobil yang tidak terlalu memadai, Senna mampu bersaing dengan para pembalap papan atas seperti Niki Lauda dan Alain Prost untuk memperebutkan gelar juara dunia F1.

Berikut ini, INDOSPORT akan coba mengulas kisah lengkap legenda balapan F1 asal Brasil tersebut hingga tuntas.   


Ayrton Senna saat memperkuat McLaren.


1. Senna Mencuri Perhatian

Ayrton Senna pengemudi Tim Lotus 97T Renault V6, merayakan kemenangan di Grand Prix Portugal pada 21 April 1985 di Autodromo do Estoril di Estoril, Portugal.

Setelah memulai debutnya di F1 dengan cukup mencengangkan bersama Toleman pada musim 1984, tim besar kembali berusaha untuk menggodanya.

Akhirnya, pria asal Brasil itu memutuskan untuk meninggalkan Toleman dan memperkuat tim yang lebih tangguh pada saat itu John Player Special Team Lotus setahun berikutnya.

Senna memulai balapan bersama Team Lotus di Grand Prix Brasil. Sayang, saat itu dia gagal finis. Baru pada balapan kedua di Portugal, Senna memperlihatkan kebolehannya.

Secara mengejutkan, pria yang lahir di Sao Paulo tersebut berhasil merebut pole position pertama sepanjang kariernya.

Memulai balapan dari posisi terdepan, Senna tampil penuh percaya diri. Pembalap Team Lotus itu mampu menggeber mobilnya hingga maksimal.

Meski lintasan saat itu dalam kondisi basah, Senna sama sekali tidak gentar. Sampai akhirnya, dia berhasil merebut kemenangan perdananya di ajang F1. Mengalahkan pembalap lain seperti Alain Porst dan Niki Lauda.


Aksi Ayrton Senna menggeber mobil di lintasan basah.

Disitulah, Senna mulai mendapatkan julukan The Rain Man atau Raja Sirkuit Basah. Setelah itu, Senna tampil cukup konsisten dan berhasil finis di urutan keempat klasemen akhir.

Penampilan konsisten kembali diperlihatkan Senna pada musim keduanya bersama Team Lotus. The Rain Man kembali berhasil finis di urutan kedua pada balapan pertama di Grand Prix Brasil musim 1987.

Pada musim terakhirnya bersama Team Lotus, Senna kembali berhasil finis di urutan keempat klasemen akhir dengan mengumpulkan 55 poin.


2. Rivalitas Sengit dengan Alain Prost

Pembalap McLaren Honda Alain Prost Perancis merayakan kemenangannya dengan rekan setimnya Ayrton Senna pada 13 Nov 1988.

Setelah tampil gemilang bersama Team Lotus, McLaren pun tertarik untuk merekrutnya. Namun, manajemen McLaren baru bisa menggaetnya setelah mendapatkan restu dari Alain Prost.

Itu sangat wajar mengingat Prost merupakan pembalap nomor satu McLaren dan peraih dua gelar juara dunia F1. Setelah itu, persaingan kedua pembalap untuk meraih gelar juara dunia justru semakin sengit.

Salah satu insiden yang paling tidak terlupakan adalah dalam balapan di Grand Prix Monaco. Senna tampil perkasa dalam babak kualifikasi dan berhasil mengalahkan Prost 1,4 detik.

Tidak hanya itu, Senna pun memimpin sepanjang balapan. Sayang, pria asal Brasil itu mengalami kecelakaan pada lap ke-67.

Senna sempat ngambek. Bukannya kembali ke pit lane, dia malah pulang ke apartemen tanpa mengabari timnya. Setelah insiden itu, persaingan kedua pembalap berlanjut pada balapan di Portugal.

Saat itu terjadi saling salip yang sangat menegangkan sepanjang balapan. Manuver yang dilakukan Senna membuat kesal Prost.


Aksi manuver Senna terhadap Prost.

Pada tahun itu, Senna berhasil memenangkan balapan sebanyak delapan balapan sehingga keluar sebagai juara dunia untuk pertama kalinya. Prost semakin sewot.

Setahun kemudian, persaingan antara pembalap asal Prancis itu dengan Senna semakin sengit. Insiden kembali terjadi pada balapan Grand Prix San Marino.

Aksi Senna melakukan manuver kembali dipertanyakan oleh Prost. Pada tahun itu, Senna sempat memimpin klasemen setelah memenangkan balapan di San Marino, Monaco dan Mexico.

Namun, Prost membuktikan bahwa dirinya pembalap terbaik dengan mencuri gelar juara pada tahun 1989.

Setelah itu, Prost memutuskan untuk meninggalkan McLaren dan bergabung dengan Ferrari pada 1990. Persaingan keduanya untuk menjadi yang terbaik di ajang balapan jet darat dunia itu semakin seru.

Bersama McLaren, Senna total berhasil mendapatkan tiga gelar juara dunia. Sebuah prestasi yang sangat luar biasa.


3. Tewasnya Senna, Tragedi Nasional Brasil

Para pembalap menghadiri acara pemakaman Ayrton Senna.

Pada 1993, Alain Prost memutuskan untuk mengakhiri karier balapannya. Williams pun menunjuk Ayrton Senna sebagai pembalap utama menggantikan posisi pria asal Prancis itu.

Pada 1994, banyak perubahan terjadi di ajang F1 termasuk penggunaan traction control dan ABS. Ternyata, hal ini cukup menyulitkan Senna.

Peraturan baru itu membuat Senna merasa tidak nyaman mengendarai mobilnya. Sejak awal, juara dunia tiga kali itu memang sudah merasa tidak enak mengendarai mobil ini.


Ayrton Senna saat mengemudikan mobil Williams.

“Saya memiliki perasaan yang sangat negatif tentang mengemudi mobil hingga batas akhir. Mobil ini memiliki ciri khas yang saya sepenuhnya tidak percaya,” ujarnya ketika itu.

“Ini akan menjadi sebuah musim di mana banyak kecelakaan yang terjadi dan kita akan beruntung jika tidak ada yang mengalami cedera serius,” sambungnya.

Pada balapan awal di Brasil, Senna tampil cukup baik. Pembalap Williams tersebut berhasil membawa timnya finis terbaik di babak kualifikasi.

Sayang pada saat balapan, Senna yang sempat memimpin perlombaan harus merelakan posisi terdepat direbut Michael Schumacher setelah mobilnya melintir di lap 56.

Pada balapan kedua dan ketiga, penampilan Senna kembali tidak mengecewakan pada saat kualifikasi. Pria asal Brasil itu berhasil finis sebagai pembalap tercepat di Pacific Grand Prix dan San Marino Grand Prix.

Nahas pada balapan di San Marino Grand Prix, Italia, mobil yang dikendarai Senna hilang kendali dan menabrak tembok pembatas pada saat kecepatan mencapai 233 km/jam. Tubuh Senna diangkut dari mobilnya dan dilarikan ke Rumah Sakit Maggiore, Bologna.


Kondisi mobil Ayrton Senna setelah mengalami kecelakaan.

Pada pukul 18:40 waktu setempat, kepala rumah sakit setempat telah mengumumkan nyawa Senna sudah tidak dapat ditolong. Pemerintah Brasil menganggap tewasnya Senna sebagai hari berkabung nasional. Jenazahnya dimakamkan secara militer di pemakaman Morumbi, Sao Paulo.

Formula 1Ayrton SennaIn Depth SportsLegenda Olahraga

Berita Terkini