In-depth

Penjegalan Indonesia, dan Bau Busuk Kecurangan di Cabor Pencak Silat SEA Games 2021

Rabu, 18 Mei 2022 11:05 WIB
Editor: Juni Adi
© NOC Indonesia/MP Media/Evan Andraws
M Yachser Arafa (biru) turun di final kelas 55-60kg putra kontra pesilat Singapura Muhammad Hazim partai final di Bac Tu Liem Sport Center, Ha Noi. Foto: NOC Indonesia/MP Media/Evan Andraws Copyright: © NOC Indonesia/MP Media/Evan Andraws
M Yachser Arafa (biru) turun di final kelas 55-60kg putra kontra pesilat Singapura Muhammad Hazim partai final di Bac Tu Liem Sport Center, Ha Noi. Foto: NOC Indonesia/MP Media/Evan Andraws
Indonesia Jadi Musuh Bersama

Tim pencak silat Indonesia gagal panen emas di SEA Games 2021, setelah hanya mampu finis di ranking keempat klasemen akhir.

Posisi tersebut diraih oleh tim pencak silat Indonesia setelah mengamankan tiga medali perak pada disiplin tarung yang digelar Senin (16/-5/22) lalu. 

Medali-medali itu diraih Khoriudin Mustakim (50-55kg putra), Muhamad Yachser Arafa (55-60kg putra).

Dan Ronaldo Neno (80-85kg putra) yang dipaksa mengakui keunggulan lawan mereka saat turun di partai final di Bac Tu Liem Sport Center, Ha Noi.

Hasil ini tentu luar dugaan, mengingat Mustakim sebenarnya punya kans merebut emas saat bertanding kontra pesilat Malaysia, Muhammad Khairi Adib Azhar. 

Sebab, ia awalnya unggul dalam perolehan poin, bahkan status itu dijaganya hingga jelang satu menit sebelum berakhirnya ronde ketiga. 

Akan tetapi Mustakim melakukan kesalahan dengan melepaskan tendangan tak sengaja yang mengenai leher Khairi, dan membuatnya menjadi roboh serta mendapat penanganan medis.

Hal tersebut membuat suasana berubah menjadi panas. Ketegangan melanda kedua tim, hingga salah satu staf tim ofisial pencak silat Indonesia merasa kesal dan melakukan protes yang berbuah kartu kuning.

Berdasarkan pemutaran VAR tampak hal itu (tendangan ke arah leher) memang terjadi.

Padahal sesungguhnya, menurut Kepala Pelatih Pencak Silat Indonesia, Indro Catur Haryono, saat Mustakim menendang, justru lawan memanfaatkan momen itu menunduk sehingga kaki seolah-olah mendarat ke pipi.

Sempat tertunda, pertarungan kembali dilanjutkan. Tetapi Mustakim mendapat pengurangan 10 poin, karena aksinya tadi.

Skor berubah menjadi 49-50 untuk pesilat Malaysia. Dengan sisa waktu sekitar 10 detik, Mustakim berusaha menambah perolehan poinnya. Namun skor tetap tak berubah.

Hasil pertandingan dan keputusan kontroversial juri di partai final tersebut membuat tim pencak silat Indonesia kesal dan merasa dirugikan. Mereka 

"Jadi Mustakim ada tiga kali dirugikan. Pertama, jatuh yang tidak disahkan (harusnya mendapat 3 poin), lalu diberi peringatan yang tidak perlu, serta pengurangan poin yang harusnya 5 jadi 10 poin," kata Indro Cipto dalam rilis tim CdM Indonesia.

Kekecewaan Indro makin bertambah karena kejadian serupa juga dialami anak latihnya Yachser yang bertemu pesilat Singapura Muhammad Hazim.

Yaschser yang sudah unggul hingga ronde ketiga ini melakukan tendangan ke kepala lawan hingga terkapar.

Akibatnya, wasit langsung memberikan Yachser didiskualifikasi tanpa adanya technical review dari VAR.

Menurut Indro, keputusan wasit merugikan karena seharusnya anak latihnya cukup menerima pengurangan poin saja.

Kegagalan dua petarung Indonesia ini demikian disesalkan. Lebih lanjut Indro ,menilai ada keberpihakan wasit ke pihak lawan Indonesia, sehingga keputusan yang dibuat demikian berat sebelah dan sangat merugikan.