x

Jagoan Silat Betawi Ini Diabadikan Sebagai Nama Jalan di Jakarta

Rabu, 22 Juni 2016 15:57 WIB
Editor: Rizky Pratama Putra

Pencak silat menrupakan salah satu olahraga tradisi yang dikenal oleh sebagian besar masyarakat di Indonesia. Silat awalnya dikenal sebagai seni bela diri yang wajib dimiliki oleh para lelaki.

Bahkan, untuk seorang pria Betawi, pencak silat merupakan ukuran harga diri. Hal ini membuat pencak silat sama pentingnya seperti menjalankan ibadah.


Betawi dikenal memiliki sejumlah jago silat yang ikut berjuang melawan para penjajah.

Silat bahkan ikut mengiringi perjalanan masyarakat Betawi dalam berperang melawan para penjajah. Sejumlah nama, seperti Si Pitung bahkan melegenda sebagai pahlawan Betawi.

Namun, ada sejumlah nama diluar Si Pitung yang tidak hanya memiliki kemampuan layaknya Si Pitung, tapi juga ikut mengawal perjuangan rakyat Betawi. Peran serta mereka sebagai jago silat Tanah Batavia membuat nama mereka diabadikan sebagai nama jalan di Jakarta.

Berikut beberapa nama jago silat Betawi yang namanya menjadi nama jalan di Jakarta, yang coba diulas oleh INDOSPORT;


1. Entong Gendut

Wilayah Condet di era kolonial merupakan daerah yang dikuasai para tuan tanah. Seluruh rakyat juga dibebani dengan sejumlah pajak berkisar 25 sen setiap minggunya. 

Padahal kala itu, harga beras sudah mencapai 4 sen. Jika rakyat tak membayar pajak ini, maka mereka akan diwajibkan melakukan kerja paksa di tanah milik para tuan tanah.

Hal inilah yang menyulut kemarahan Entong Condet. Pria asli Betawi ini kemudian mengumpulkan sejumlah pemuda untuk berperang melawan kekejaman para tuan tanah.

Pada tahun 1916, bersama dengan 30 orang jagoan lain, entong Condet menyerbu Landhuis. Namun Belanda langsung meminta bala bantuan dari Batavia.

Kalah jumlah, serangan ini pun dapat dipatahkan dengan mudah. Entong Gendut kemudian wafat tertembus peluru panas kompeni.

Nama Entong Gendut kemudian diabadikan menjadi sebuah nama jalan di wilayah Condet. Namun, seiring perkembangan waktu nama jalan ini berganti menjadi jalan Ayaman.


2. Murtado

Murtado merupakan putra Kemayoran, sebuah wilayah di tengah kota Jakarta. Buah hati dari seorang lurah bernama Murtado Sanim dan perempuan Betawi bernama Aminah ini lahir pada tahun 1869.

Dahulu, kawasan Kemayoran dikenal sebagai salah sayu wilayah 'hitam' di Batavia. Sering terjadi aksi kriminalitas di wilayah ini.

Para preman ini diberi tugas untuk mengacau situasi di wilayah ini. Mereka juga kerap memungut pajak dari para pedagang dengan nilai yang 'mencekik'.

Persis sebagaimana kisah kepahlawanan, Murtado keluar sebagai seorang penyelamat. Murtado yang menguasai silat sejak remaja, dikenal sebagai sosok yang kerap menolong yang lemah.

Kejahatan yang dilakukan para preman yang disewa penjajah ini, habis 'disikat'-nya.Murtado yang tak terima kampungnya dibuat kacau balau, berhasil memberikan efek jera kepada para preman.

Murtado kemudian dijuluki sebagai 'Macan Kemayoran', nama yang kemudian dipakai sebagai julukan tim Persija Jakarta. Murtado kemudian juga diabadikan sebagai nama jalan di wilahah Koja, Jakarta Utara.


3. Haji Darip

Klender merupakan salah satu daerah yang berada di ujung timur Jakarta. Wilayah ini melahirkan seorang jago silat bernama Haji Darip.

Anak bungsu dari tiga bersaudara ini lahir di Jatinegara Kaum pada tahun 1900. Anak dari pasangan Haji Kurdin dan Hajjah Nyai ini hanya mengecap ilmu Al Quran dari orangtua, sebagai bekal pendidikan.

Kemampuannya membaca dan menulis latin didapat dari pergaulan bersama rekan-rekan sepergaulannya. Pada usia 14 tahun, Haji Darip dikirim orangtuanya ke Mekah untuk menuntut ilmu sekaligus menunaikan Rukun Islam, beribadah Haji.

Sepulang dari berhaji, putra Betawi ini langsung memegang peranan penting sebagai juru dakwah. Selain itu, Haji Darip juga dikenal sebagai sosok yang memiliki kemampuan silat.

Olah pukulan menjadi andalan Haji Darip. Bahkan, orang Betawi percaya bahwa sosok Haji Darip memilki kemampuan kebal terhadap peluru dan senjata tajam lawan.

Perlawanan Haji Darip mirip dengan kisah Robin Hood di tanah Betawi. Jago Betawi ini memiliki pasukan bernama Gempur yang sering kali merompak keluarga kompeni dan bagsawan congkak.

Hasilnya, dibagikan kepada para jelata yang terlebuh dahulu dirompak oleh para para penjajah dan kroco-kroconya. Bahkan, Haji Darip pernah memimpin aksi pemogokan buruh kereta api pada tahun 1923.

Sepak terjang Haji Darip membuatnya sering keluar masuk penjara kolonial. Bagi pemerintah kolonial, Haji Darip tak lebih dari seorang kriminal, namun bagi orang Betawi sosoknya merupakan pahlawan sesungguhnya.

Hal ini membuat Haji Darip menjadi sosok disegani di wilayah Jakarta saat itu. Pada era Presiden Soekarno, Haji Darip bahkan pernah diangkat sebagai Menteri Keamanan Rakyat. 

Haji Darip meninggal pada tahun 1981, namanya kemudian diabadikan sebagai sebuah nama jalan di daerah Klender menuju Bekasi. Konon di wilayah inilah dulu wilayah kekuasaan Haji Darip saat melakukan sepak terjangnya.


4. Sabeni

Kawasan Tanah Abang sejak lama dikenal sebagai salah satu wilayah jago Betawi. Salah satu pelopor ahli beladiri adalah Sabeni.

Sabeni merupakan putra asli Tanah Abang yang lahir sekitar tahun 1860 di Kebon Pala, Tanah Abang. Sabeni dikenal sebagai sosok yang gigih menentang kolonialisme di tanah Betawi.

Sabeni melatih sejumlah pemuda dengan ilmu pukulan khas Betawi. Sepak terjang Sabeni membuat Belanda gerah, dan mengirim sejumlah orang untuk 'membereskannya'.

Suatu hari, Sabeni pernah bertarung dengan seorang suruhan tuan tanah di wilayah Lokasari, Tuan Danu. Penguasa tanah ini mengirim seorang jago beladiri dari Cina untuk menumpas Sabeni.

Namun, dengan kelihaiannya Sabeni mampu mengalahkan sang pendekar bayaran tersebut. Tidak hanya itu, Sabeni menjadi fenomenal saat diusia 83 tahun mampu mengalahkan para jago judo dan Karate yang dikirim pemerintah Jepang untuk menghalau aksinya.

Sabeni terus mengajar ilmu silat pukulan hingga akhir hayatnya. Sayang, Sabeni tidak sempat merasakan udara kemerdekaan.

Dua hari sebelum Soekarno membacakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, Sabeni wafat dalam usia 85 tahun. Namanya kemudian diabadikan sebagai sebuah nama jalan di wilayah Tanah Abang, Jakarta Pusat, tanah kelahirannya.

DKI JakartaBetawiBeksi

Berita Terkini