INDOSPORT.COM - Pada Senin (22/07/19) bertempat di Ruang Sidang Komisi 10, Gedung DPR RI Senayan, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) datang ke Komisi X untuk melakukan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dan memberikan masukan juga mengajukan adanya revisi Undang-Undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran (Dikdok).
Undang-undang (UU) tersebut awalnya ditujukan untuk memperbaiki mutu pendidikan dokter di Indonesia, akan tetapi hal tersebut dirasa oleh IDI terkendala karena adanya beberapa isu yang belum terakomodasi pada UU tersebut, selain hadirnya beberapa pasal subyektif.
Kepada INDOSPORT, salah satu perwakilan dari pihak IDI, dr. Farabi El Fouz menuturkan keterangan yang lebih lengkap.
“Intinya, dari IDI sendiri ingin ada revisi dari UU Dikdok ini, karena IDI merasa tidak dilibatkan dalam pembuatan UU tersebut sehingga kami melihat banyak kekurangan di sana, akhirnya kami sekarang mengajukan rancangan untuk perubahannya,” tutur Farabi kepada INDOSPORT.
Farabi menambahkan, ia yakin bahwa pembahasan di PB IDI terkait hal ini sudah dipersiapkan dengan matang sekali.
“Bahkan pembahasan ini bukan hanya dari IDI saja, dicantumkan juga bahwa asosiasi dari profesi lain juga ikut bergabung, dan yang sedang kami tanyakan kenapa belum berjalan? Kan sudah ada surat presiden, sudah ada dari DPR RI juga, makanya kami ingin mendorong apa yang sudah direncanakan berjalan dengan baik,” imbuhnya.
Di sisi lain, MY Esti Wijayati, Anggota DPR Komisi X Fraksi PDIP Perjuangan menyatakan bahwa banyak perbaikan yang dilakukan tanpa harus mengubah UU yang sudah ada.
“Baru-baru ini kami menerima suatu kelompok dari dokter yang tidak menyetujui atau sangat mendukung adanya Dokter Layanan Primer (DLP) tanpa harus mengubah undang-undang bahkan ketika mengatakan perubahan UU bahkan ketika mengatakan perubahan UU, seperti tadi yang saya sampaikan di rapat kerja bahwa akan ada superbody terhadap beberapa organisasi tadi,” ujarnya.
Dokter Layanan Primer atau DLP adalah profesi baru yang disisipkan dalam UU Dikdok, yang menurut IDI bertentangan dengan dua UU, yakni UU Praktek Kedokteran dan UU Pendidikan Tinggi. Meski begitu, Esti mengungkapkan rancangan revisi UU Dikdok yang dipaparkan oleh IDI bermuatan cukup relevan.
“Saya kira muatannya cukup bagus berkaitan dengan uji kompetensi, lalu persoalan penilaian terhadap hadirnya fakultas atau prodi baru di kedokteran harus ada penilaian, dan juga pembahasan bahwa tidak hanya pemerintah pusat tapi pemerintah daerah harus dilibatkan di dalam memberikan fasilitas untuk keberadaan fakultas kedokteran,” pungkasnya.
Sekadar informasi, rapat ini juga dibuka untuk umum. Rapat diawali dengan pengantar Ketua Rapat, dilanjutkan pemaparan dari Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia serta menampung pertanyaan dan saran dari Anggota DPR RI.