INDOSPORT.COM – Penghapusan mural dan penangkapan pelukisnya oleh aparat nyatanya tak hanya dicap sebagai anti-demokrasi, melainkan juga vandalisme.
Hal tersebut diutarakan oleh Adhie M Massardi, analis politik dan budayawan yang karyanya berjudul Negeri Para Bedebah (2009) dianggap sebagai sajak ikon perlawanan terhadap korupsi.
Menurut Adhie, mural sudah diakui dan sudah menjadi konvensi internasional sebagai aliran seni publik. Pada mulanya adalah Dr Atl (Gerardo Murillo Cornado), pelukis dan tokoh gerakan revolusi Meksiko yang pada 1906 mengeluarkan manifesto menyerukan pengembangan gerakan seni publik yang monumental di Meksiko. Ia menyebutnya Spanish pintura mural (wall painting).
Mengingat sifatnya sebagai "seni publik", yaitu karya seni rupa dengan media milik publik seperti dinding, tembok-tembok di jalan umum, atau permukaan permanen lainnya, maka syarat utama mural tidak boleh merusak estetika kawasan sekitarnya.
Selain karakter dan estetika lukisan dan warna harus harmonis dengan alam sekitar, tema lukisan mural juga harus senafas dengan suasana hati masyarakat sekitarnya. Tak heran jika pelukis mural kebanyakan adalah seniman rakyat.
"Maka menjadi pelukis mural memang tidak mudah. Selain harus bisa melukis tema sederhana secara cepat agar mudah dipahami publik, moralitas dan integritas pelukis mural juga harus kuat," kata Adhie Massardi.
Itu sebabnya selain sering menjadi bagian dari kritik sosial (masyarakat), mural di banyak negara banyak yang berubah menjadi ikon (destinasi) pariwisata. Seperti mural The History of Mexico di National Palace, Mexico City karya Diego Rivera (1929-1935), atau karya Pablo Picasso "Guernica" (1937) yang dilukis di salah satu dinding di kota Basque, Spanyol.
Menurut Adhie yang juga deklarator sekaligus ketua Komite Eksekutif Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI), beberapa mural yang menjadi viral di media sosial yang kemudian dihapus aparat dan konon pelukisnya diburu polisi, secara estetika dan tema sudah sesuai dengan standar mural konvensi internasional.
"Karena jika mural tidak sesuai dengan standar moral publik, pasti usianya tidak akan lebih dari sehari, sebab akan dihapus masyarakat. Jika yang menghapus atau yang keberatan akan pesan yang disampaikan mural adalah pemerintah, maka jelas ada ketidaksinkronan antara pemerintah dan masyarakatnya," jelas Adhie kepada redaksi, Sabtu (21/8/2021).
Menariknya, justru setelah beberapa mural dihapus aparat dan pelukisnya diburu, lukisan mural bukannya musnah tetapi malah bertambah di banyak daerah.
Pelukis mural adalah seniman rakyat. Bila mereka sudah bergerak, artinya hati rakyat sudah bergerak. Ini sudah merupakan gerakan moral spiritual. Maka melawan mural sama juga melawan moral, bahkan moral internasional, karena mural sudah menjadi konvensi dunia.
"Karena itu kalau sudah masuk dalam kategori merusak mural itu bisa disebut sebagai tindakan vandalisme."
"Nah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, vandalisme itu adalah perbuatan merusak dan menghancurkan hasil karya seni atau barang berharga lainnya (keindahan alam dan sebagainya) atau perusakan dan penghancuran secara kasar dan ganas," pungkas Adhie Massardi.
Baca berita asli di AkuratCo
Disclaimer : Artikel ini adalah kerja sama antara Indosport.com dengan AkuratCo Hal yang berkaitan dengan tulisan, foto, video, grafis, dan keseluruhan isi artikel menjadi tanggung jawab dari AkuratCo.