Menurutnya, negara-negara yang sebelumnya tidak mempunyai atlet buLutangkis saat ini tengah mencoba meningkatkan diri untuk bersaing dalam Olimpiade 2016 nanti di Rio de Janeiro, Brasil.
"Negara-negara yang tidak punya pemain (bulutangkis), sekarang punya pemain-pemain hebat. Semua negara mencoba meningkatkan diri. China dan Korea konsisten. Sedangkan negara-negara kecil lainnya terus memproduksi pemain," kata pria yang pernah mencalonkan diri sebagai ketua BWF ini.
Lebih jauh ia menambahkan, jika Indonesia ingin berjaya seperti dulu, seyogyanya PP PBSI harus melakukan revolusi mental. Baik bagi atletnya, pelatih, ataupun para pengurus PBSI.
"Kita harus merevolusi mental, faktor budaya. Pelatih seharusnya malu memilih pemain yang seharusnya tidak terpilih, tapi dipilih karena ada faktor 'x'. Pemilihan pemain harus fair, jujur dan objektif," sambung ia.
Dia juga bertanya mengenai seperti apa kriteria yang dipilih PBSI untuk menentukan seorang atlet bisa masuk ke dalam pelatnas, dan seperti apa sistemnya.
"Tidak ada juara All England yang lebih pendek dari 175 cm, itu secara statistik. Nah kriteria pemilihan pemain itu seperti apa," keluhnya mempertanyakan calon-calon atlet kebangsaan Indonesia.
Menanggapi pertanyaan mengenai seperti apa kriteria atlet yang dipilih PBSI untuk dapat bergabung dalam pelatnas. Kabid Binpres PP PBSI, Rexy Mainaky mengatakan bahwa di pelatnas ada enam program fisik standar yang menentukan seorang atlet dapat bergabung di pelatnas.
"Di pelatnas ada enam program fisik standar untuk bisa masuk, itu bagi putra/putri ada standarnya sendiri. Ini sebenarnya untuk mempermudah pelatih untuk melatih atletnya untuk menjadi juara," sanggah Rexy ditempat yang sama.