Kepala Bidang Pembinaan dan Prestasi PP PBSI, Susy Susanti, menilai tiga aturan baru dari Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) memberatkan pemain. Aturan pertama mengenai keharusan pemain elit bertanding di minimal 12 turnamen dalam setahun. Kedua, perubahan batas tinggi servis, dari tinggi rusuk terbawah tiap pemain, menjadi satu standard 115 cm dari permukaan lapangan.
Aturan ketiga adalah kemungkinan perubahan sistem skor pertandingan dari reli poin 21 menjadi skor 11 poin dikali lima game.
Dalam sistem skor ini, game didapat pemain di poin 11. Setting terjadi pada kedudukan 10-10 dan maksimal game di angka 15. Jadi, kalau terjadi angka imbang 14-14, maka kedudukan akhir adalah 15-14 untuk si pemenang. Perpindahan sisi lapangan terjadi di game kelima saat kedudukan angka 6. Sesi coaching oleh pelatih diberikan maksimal dua kali dalam lima game tersebut.
Meskipun belum diputuskan secara resmi, skor 11 x 5 kemungkinan disiapkan untuk Olimpiade Tokyo 2020 mendatang. Berdasarkan rilis dari Humas PBSI, disebutkan bahwa masa dua tahun jelang olimpiade dinilai Susy tak akan cukup bagi pemain dalam menyesuaikan diri dengan sistem skor baru. Susy bercerita bahwa dalam perubahan skor pindah bola (poin 15) menjadi reli poin (skor 21), butuh waktu empat sampai lima tahun untuk bisa diadaptasi total oleh pemain.
Hal inilah yang disayangkan Susy, saat penonton mulai terbiasa dan menikmati permainan dengan sistem skor reli poin, semua aturan kembali harus diubah oleh induk organisasi bulutangkis dunia tersebut. Perubahan yang sangat mendasar ini tentunya akan mengubah semua aspek dari seorang pemain, mulai dari cara main, pola main, program latihan dan sebagainya.