INDOSPORT.COM – Jelang penayangan perdana film Susi Susanti: Love All, Kamis (24/10/19), setidaknya ada tiga fakta menarik tentang sosok Susi Susanti yang harus diketahui oleh generasi milenial.
Susi Susanti adalah sosok pebulutangkis legendaris asal Indonesia. Terlepas dari statusnya sebagai seorang perempuan, namun prestasi Susi Susanti membuat seluruh negeri terpana pada masanya.
Pemilik nama lengkap Lucia Francisca Susy Susanti itu aktif bermain bulutangkis sejak usia 14 tahun dan secara profesional di tahun 80-an, berawal dari didikan serta dorongan dari sang ayah, Risad Haditono, yang bercita-cita ingin menjadi atlet bulutangkis.
Selanjutnya, kejuaraan demi kejuaraan ia ikuti, dan beragam trofi telah ia koleksi di usia muda. Namun, tak ada yang lebih spesial dari capaian medali emas Olimpiade Barcelona 1992, di mana Susi Susanti telah mengukir sejarah untuk olahraga Indonesia.
Susi Susanti memutuskan untuk pensiun dari bulutangkis pada tahun 1998, tepatnya di usia 27 tahun, sehingga wajar jika generasi milenial tak bisa menyaksikan secara langsung kehebatan atlet asal Tasikmalaya tersebut.
Berikut tiga fakta menarik tentang sosok Susi Susanti yang wajib diketahui generasi milenial, sebelum menyaksikan langsung film Susi Susanti: Love All.
1. Medali Emas Olimpiade Pertama untuk Indonesia
Nama Susi Susanti tercatat dalam sejarah keolahragaan Indonesia, di mana ia adalah atlet pertama yang meraih medali emas olimpiade untuk Indonesia, tepatnya di Olimpiade Barcelona 1992.
Saat itu, Susi masih berusia 22 tahun ketika melenggang ke babak final, dan sukses menumbangkan wakil tunggal putri Korea Selatan, Bang Soo-hyun dengan skor 5-11, 11-5, dan 11-3.
Selanjutnya di Olimpiade Atalanta 1996, Susi Susanti juga kembali melenggang ke pentas tertinggi, namun harus puas saat hanya meraih medali perunggu. Dua tahun berselang, Susi memutuskan untuk gantung raket.
2. Perjuangan untuk Diakui Sebagai WNI
Tak hanya bertarung di lapangan bulutangkis, Susi Susanti bahkan juga harus berjuang untuk mematahkan stigma masyarakat tentang darah Tionghoa yang dulu dianggap sebagai bagian luar dari masyarakat Indonesia, tepatnya di era 90-an.
Saat itu, negara memiliki kebijakan untuk membekali orang-orang keturunan Tionghoa dengan Surat Bukti Kewarganegaraan Republik Indonesia (SBKRI) sebagai bukti nasionalisme.
Namun, saat Susi Susanti mengurus dokumen tersebut, berbagai pihak mencoba menyulitkan proses hingga membuatnya angkat suara di media. Padahal, pembuktian Susi Susanti saat meraih medali emas olimpiade tentu cukup untuk membuktikan rasa nasionalismenya.
3. Tunggal Putri Bertabur Medali
Keresahan masyarakat Indonesia terhadap sektor tunggal putri bulutangkis nampak beralasan, sebab hingga kini tak ada pemain tunggal putri yang bisa menyamai rekor Susi Susanti.
Di sepanjang karirnya, Susi sudah mengoleksi puluhan medali, baik di nomor tunggal putri, ganda putri maupun ganda campuran, bahkan mencapai rekor 274 kemenangan dan hanya 35 kekalahan dalam keikutsertaannya di kompetisi internasional.
Susi Susanti mengantongi dua medali olimpiade, tiga medali World Championships, tujuh medali World Cup, lima medali Sudirman Cup, lima medali Uber Cup, lima medali dari Asian Games dan Asian Championships, serta sembilan medali Southeast Asian Games.