Sejarah PB Djarum: Dari Barak Sederhana Menghasilkan Pemain Kelas Dunia

Senin, 6 April 2020 14:41 WIB
Penulis: Alvin Syaptia Pratama | Editor: Arum Kusuma Dewi
© Alvin Syaptia Pratama/INDOSPORT
Situasi Hari Pertama Audisi PB Djarum yang diselenggarakan di Kota Kudus. Copyright: © Alvin Syaptia Pratama/INDOSPORT
Situasi Hari Pertama Audisi PB Djarum yang diselenggarakan di Kota Kudus.

INDOSPORT.COM – Berbicara tentang olahraga bulutangkis di Indonesia, tak afdal rasanya jika tidak berbicara soal PB Djarum yang terletak di Kudus.

Tempat pembinaan atlet-atlet bulutangkis ini sudah menghasilkan banyak pemain kelas dunia macam Liem Swie King, Hariyanto Arbi, Liliyana Natsir, Kevin Sanjaya, dan masih banyak atlet berprestasi yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Di balik kesuksesan PB Djarum menghasilkan atlet-atlet bertalenta, ternyata awal mula PB Djarum berdiri bukan dari lapangan yang memang diperuntukkan untuk bulutangkis.

Cerita perusahaan rokok Djarum mengadakan kegiatan bulutangkis bermula dari brak tempat pelintingan rokok yang terletak di Jalan Bitingan Lama (sekarang Jalan Lukmonohadi).

Pada tahun 1968, tampah-tampah yang digunakan untuk melinting rokok dipinggirkan dan disusun supaya di tengah barak bisa digunakan karyawan Djarum memainkan olahraga bulutangkis. Dengan kondisi seperti itu, aroma tembakau juga melekat kental pada saat karyawan memainkan bulutangkis.

“Mulanya karyawan Djarum main bulutangkis untuk kesehatan. Seadanya. Tidak ada pelatihan atau program khusus,” tutur pemilik pabrik rokok Djarum, Robert Budi Hartono dilansir dari buku Dari Kudus Menuju Prestasi Dunia.

Ketika itu, bulutangkis dipilih karena dianggap olahraga yang murah, praktis serta digemari oleh salah satu pemilik Djarum lainnya yakni Budi Hartono.

“Kalau pagi area atau lantai brak Bitingan Lama berisi banyak tampah. Para penggiling atau pelinting  masih lesehan dan belum memakai pakaian khusus seperti sekarang. Begitu selesai kerja sorenya tampah-tampah disusun dan dipinggirkan karena akan dipakai."

"Pak Budi juga sering datang, sekadar mengamati atau malah ikut main di situ,” ujar Thomas Budi Santoso yang kala itu bertanggung jawab menangani bulutangkis di Djarum.

Setelah setiap sore olahraga bulutangkis rutin dilaksanakan, ada ide muncul untuk mendirikan semacam klub bulutangkis yang diprakarsai Goei Pho Thay (paman Budi Hartono), Bambang Hartono, Margono, dan Thomas Budi Santoso.

Akhirnya Thomas Budi Santoso yang diberi tanggung jawab mengkoordinir olahraga bulutangkis karyawan Djarum diberi amanah untuk menjadi ketua PB Djarum pertama pada tahun 1969 – 1973.

Thomas Budi Santoso di buku Dari Kudus Menuju Prestasi Dunia juga menceritakan bahwa di awal mula pendirian PB Djarum belum ada kepungurusan formal.

“Saya dulu jadi ketua merangkap sekretaris, bagian keuangan juga. Bisa dikata saat itu kerja serabutan. Saya juga kepala kantor yang membantu keuangan, operasional perusahaan, produksi, juga pita cukai. Bisa juga ambil tembakau dari gudang, tapi tidak masalah karena saat itu pabrik masih kecil,” kenangnya.

Setahun setelah PB Djarum berdiri, masyarakat umum yang minat dengan olahraga bulutangkis juga ditampung dan mulai ada pemikiran untuk meraih prestasi dari bulutangkis.

Dari situ, PB Djarum terus berkembang hingga sekarang dengan menghasilkan atlet-atlet berprestasi di tingkat dunia. Saat ini GOR yang dipakai PB Djarum terdapat di daerah Jati, Kudus.

Di GOR Jati, fasilitas yang dimiliki PB Djarum sudah tak perlu diragukan lagi. Dengan luas 43.207 M2, GOR Jati milik PB Djarum memiliki standard internasional dan bahkan sebagai salah satu pusat pelatihan bulutangkis terbaik di Asia.