INDOSPORT.COM - Edisi 1994 jadi yang terbaik sekaligus paling berkesan karena di tahun ini untuk pertama kalinya Indonesia mampu mengawinkan gelar Piala Thomas dan Uber
Indonesia memiliki sejarah panjang dalam dua turnamen beregu paling prestisius di dunia, yakni Piala Thomas dan Piala Uber.
Sayang, di masa kini dominasi Indonesia di dua turnamen itu harus tergusur oleh kedigdayaan China dan Jepang. Padahal di masa lalu kita pernah dua kali mengawinkan gelar tersebut.
Indonesia merupakan pemegang rekor gelar Piala Thomas terbanyak di dunia, yakni 13 kali. Namun, terakhir kali kita mendapatkannya sudah sangat lama. yakni tahun 2002 silam.
Setelah itu Piala Thomas selalu mampir ke negara China selama lima edisi beruntun sebelum akhirnya dipatahkan oleh Jepang dan Denmark di 2014 dan 2016.
Hal lebih memprihatinkan terjadi di Piala Uber. Indonesia sebetulnya pernah dua kali merebut gelar ini di pertengahan 90-an.
Namun, setelah era Susi Susanti dkk, bulutangkis putri Indonesia terus mengalami penurunan hingga sampai titik terendahnya dalam dua tahun belakangan.
Sulitnya Indonesia merebut kembali dua turnamen tersebut memang sulit dipercaya mengingat di masa silam kita pernah dua kali mengawinkan gelar tersebut, yakni pada 1994 dan 1996.
Edisi 1994 mungkin jadi yang terbaik sekaligus paling berkesan karena di tahun ini untuk pertama kalinya Indonesia mampu mengawinkan gelar Piala Thomas dan Uber.
Piala Thomas 1994, Awal Sebuah Dominasi
Pada awal 1990-an bulutangkis Indonesia menapaki kebangkitan kembali. Di era ini muncul pebulutangkis-pebulutangkis muda menjanjikan seperti Susy Susanti, Alan Budikusuma, Ardy B Wiranata, sampai Mia Audina.
Indonesia pun melakoni ajang Piala Thomas dan Uber 1994 dengan ekspektasi tinggi. Maklum, sudah sangat lama Indonesia tak merengkuh gelar juara beregu putra dan putri.
Terakhir kali Indonesia meraih Piala Thomas kala itu adalah tahun 1984 sementara Piala Uber lebih lama lagi, yaitu 1975.
Misi merebut gelar PIala Thomas 1994 pun dimulai dengan berharap kepada pemain-pemain dunia seperti Joko Supriyanto, Hariyanto Arbi, Ardy B. Wiranata, Hermawan Susanto, Ricky Subagdja, Rexy Mainaky, Bambang Suprianto, Gunawan, dan Deny Kantono.
Indonesia jadi salah satu unggulan di turnamen ini. Tanda-tanda itu pun sudah terlihat ketika mereka mampu melibas Finlandia, China, dan Swedia dengan skor 5-0 di babak penyisihan.
Di semifinal Indonesia bersua dengan Korea Selatan. Di partai ini Indonesia menang dengan skor meyakinkan, 4-1.
Pertarungan panas pun baru terjadi di partai final saat Indonesia bertemu musuh bebuyutan, Malaysia. Negeri Jiran kala itu memang tengah dalam masa keemasan setelah selalu jadi finalis di tiga edisi sebelumnya termasuk mengalahkan Indonesia di final 1992.
Beruntung, dukungan ribuan suporter di Istora mampu membakar semangat pebulutangkis Tanah Air. Indonesia berjaya dengan memenangkan tiga pertandingan awal yang memastikan mereka merengkuh gelar juara.
Kericuhan kecil sempat terjadi di Istora saat itu yang disebabkan oleh pelemparan dari arah suporter. Akhirnya, dua partai tersisa yang memang sudah tak menentukan pun batal dilaksanakan.
Piala Uber 1994, Lahirnya Para Legenda Baru
Dalam turnamen yang digelar di Senayan, Jakarta, itu tim Uber Indonesia diperkuat Susy Susanti, Meiluawati, ganda Eliza Nathanael/Zelin Resiana, dan Finarsih/Lili Tampi, serta pemain muda Mia Audina. Mereka bersaing dengan Swedia, Denmark, dan Thailand pada babak penyisihan Grup B.
Susi Susanti dkk. mampu mengalahkan Thailand dengan skor 5-2 di pertandingan pertama. Tren positif Indonesia terus berlanjut di pertandingan kedua, dengan mengalahkan Denmark 3-2.
Indonesia akhirnya mampu menyapu bersih kemenangan di babak penyisihan. Di pertandingan terakhir, Mia Audina cs berhasil mengalahkan Swedia dengan skor 5-0.
Hasil tersebut membuat tim Uber Indonesia keluar sebagai juara grup B dengan tiga kemenangan beruntun dan bertemu Korea Selatan di semifinal.
Di babak semifinal, Indonesia tampil meyakinkan menghadapi Korea Selatan. Setelah sempat kehilangan poin di ganda putri kedua, Indonesia menutup kemenangan dengan skor 4-1. Mia Audina menjadi penentu usai mengalahkan Lee Joo-hyun 9-11, 11-2, dan 11-6.
Di partai final, Indonesia bertemu dengan China yang berhasil mengalahkan Malaysia di semifinal dengan skor 4-1.
Tim Uber Indonesia harus menghadapi China dengan kekuatan terbaiknya. Sebut saja, Ye Zhaoying, Zhang Ning, Han Jingna, serta pasangan ganda Chen Ying/Wu Yuhong dan Ge Fei/Gu Jun.
Di partai pertama Susi Susanti berhasil menumbangkan Ye Zhaoying dengan dua set langsung, 11-4 dan 12-10.
Kemenangan berlanjut di ganda pertama ketika pasangan Finarsih/Lily Timpa berhasil mengalahkan Chen Ying/Wu Yuhong melalui dua set langsung, 15-13 dan 17-16.
Indonesia sempat dibuat khawatir setelah China bangkit dan menyamakan skor menjadi 2-2. Hasil tersebut diperoleh usai ganda kedua Indonesia, Elysa Nathanael/Zelin Resiana kalah dari Gei Fei/Gu Jun 10-15 8-15.
Pertandingan penentu pun ada di pundak tunggal putri terakhir, Mia Audina yang menghadapi Zhang Ning. Mia Audina tampil meyakinkan dengan mengalahkan Zhang Ning di set pertama, 11-7.
Pertandingan kembali tegang usai Zhang Ning mampu memaksa Mia Audina ke rubber set setelah menang 12-10.
Beruntung, di set ketiga, Mia Audina yang masih berusia 16 tahun kala itu tampil sempurna sebagai pemenang. Indonesia pun mencatatkan sejarah dengan mengawinkan gelar Piala Thomas dan Uber untuk pertama kalinya.
Para penggawa Piala Uber 1994 pun berlanjut menjadi legenda-legenda srikandi bulutangkis Indonesia di masa mendatang.