INDOSPORT.COM – Suporter bulutangkis Indonesia dapat dikatakan merupakan pisau bermata dua, bisa menjadi pemantik semangat tetapi terkadang, itu adalah api yang membawa bencana.
Gemuruh, kebisingan, serta teriakan adalah gaya khas dari suporter bulutangkis Indonesia yang sudah terkenal hingga luar negeri. Tak jarang juga mereka melakukan tindakan seperti bernyanyi, memukul balon hingga intimidasi terhadap lawan.
Salah satu intimidasi yang masih sering dilakukan oleh suporter bulutangkis Indonesia adalah teriakan khas ‘Eeeeaaaa, Huuuuuu, Eeaaaaaa, Huuuuu’. Teriakan khas itu sering kita dengar kalau ada turnamen bulutangkis yang digelar di Indonesia.
Akibat kehebohan dan militansi suporter bulutangkis Indonesia itu, turnamen Indonesia Open rupanya beberapa kali dinobatkan sebagai kompetisi terbaik oleh BWF dengan indikator penonton.
Namun, melihat begitu militannya suporter bulutangkis Indonesia, sebenarnya itu menguntungkan bagi kita atau justru merugikan?
Keuntungan atau Menjadi Kerugian?
Jika mau dibedah, sudah absolut jika teriakan dan kebisingan yang diciptakan oleh suporter bulutangkis dalam negeri merupakan keuntungan bagi tim Indonesia. Hal itu dikarenakan teriakan intimidasi terhadap lawan itu bisa membakar semangat tim bulutangkis Indonesia.
Akan tetapi di sisi lain, bagi tim lawan, teriakan dan dukungan dari suporter bulutangkis Indonesia sangatlah mengganggu. Bahkan tak sedikit pebulutangkis level dunia yang membenci situasi harus menerima intimidasi suporter bulutangkis Indonesia.
Sebut saja Lin Dan dan Zhang Nan yang mengaku tidak nyaman jika harus bertanding di Indonesia akibat kebisingan yang dikeluarkan oleh para suporter kita. Bahkan legenda bulutangkis Denmark, Mathias Boe mengaku sempat kesal dengan suporter kita di Indonesia Open 2017.
Mathias Boe kesal karena merasa terintimidasi atas cemoohan ‘Eeeeaaaa, Huuuuuu, Eeaaaaaa, Huuuuu’ ala suporter bulutangkis Indonesia. Namun sejatinya hal yang membuat Mathias Boe benar-benar terganggu ialah ancaman dari oknum suporter tak bertanggung jawab yang mengancam di media sosial.
Jika kita bicara soal sepak bola, sejatinya teriakan hingga intimidasi yang dilakukan oleh suporter sah-sah asalkan tidak menyentuh kaidah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan). Namun jika di bulutangkis, sebenarnya apakah ada aturan khusus mengenai dukungan suporter?
Tidak Ada Aturan Khusus
Faktanya, di bulutangkis, suporter dibebaskan untuk mendukung dengan cara apapun karena memang tak ada aturan khusus yang mengatur. Hal itu membuat bulutangkis berbeda dengan tenis, golf, hingga billiard yang memiliki aturan mengikat untuk suporter.
Di tiga cabang olahraga itu, suporter tidak bisa seenaknya meneriaki yel-yel dan teriakan yang bisa mengganggu jalannya pertandingan karena atlet membutuhkan konsentrasi penuh ketika berlaga. Kita ambil contoh tenis, suporter hanya diperkenankan tepuk tangan saat pemain dapat poin.
Hal ini tentunya berbanding terbalik dibulutangkis, khususnya di Indonesia. Meski kenyataannya banyak di beberapa negara seperti di Eropa, penonton bulutangkis terlihat seperti suporter Tenis yang tidak bersik saat pertandingan sedang berlangsung.
Dari sini kita melihat kalau bentuk dukungan yang diberikan oleh suporter bulutangkis Indonesia sah-sah saja dilakukan, toh tidak ada aturan khusus yang mengatur. Akan tetapi sejarah mencatat, tim bulutangkis Indonesia pernah kehilangan gelar juara akibat tindakan suporter.
Insiden Scheele
Insiden yang hingga saat ini masih membuat pecinta bulutangkis Indonesia geram dan gemas bukan main itu bernama insiden Scheele. Itu adalah insiden ketika wasit kehormatan bernama Herbert Scheele mengeluarkan keputusan kontroversial buat Indonesia akibat tindakan suporter.
Saat itu, tim bulutangkis Indonesia sedang menghadapi Malaysia dalam ajang Piala Thomas 1967 di Istora Senayan. Indonesia yang sedang tertinggal 3-4, membuat suporter kita berapi-api menyanyikan lagu pembakar semangat seperti Indonesia Raya, Padamu Negeri hingga Rayuan Pulau Kelapa.
Rupanya aksi itu dilihat oleh Herbert Scheele sebagai sebuah tindakan yang mengganggu para pemain Malaysia. Scheele menilai aksi suporter bulutangkis Indonesia itu justru mengganggu para pemain Malaysia yang sedang berkonsentrasi melakukan servis.
Scheele berusaha untuk menenangkan, tetapi cemoohan balik yang ia dapat dari militannya suporter bulutangkis Indonesia. Meski Scheele kesal karena tak dihargai, ia mencoba untuk tetap melanjutkan hingga momen penting itupun muncul.
Pasangan Malaysia, Ng Boon Bee/Tan Yee Khan yang sedang melawan Agus Susanto/Muljadi di game ke-8, secara mengejutkan memutuskan untuk tak melanjutkan laga karena sudah tak tahan menahan intimidasi suporter bulutangkis Indonesia.
Scheele yang memang sudah kesal sejak awal pun mengeluarkan keputusan tak kalah mengejutkan yaitu menunda pertandingan antara Indonesia vs Malaysia. Setelah sempat melakukan negosiasi dengan IBF (sebelum menjadi BWF), Indonesia diputuskan kalah dari Malaysia dengan skor 3-6.
Indonesia saat itu memprotes tindakan kontroversi Scheele karena tidak ada aturan tertulis yang mengatur suporter bulutangkis. Tapi apa daya nasi sudah menjadi bubur, Indonesia harus kehilangan gelar Piala Thomas 1967 gara-gara tindakan suporter dan keputusan aneh Herbert Scheele.
Akhirnya, dikarenakan tidak ada aturan tertulis, seharusnya suporter bulutangkis bebas memberikan dukungannya, hanya saja apa yang dialami oleh Mathias Boe sampai diancam di media sosial, rasanya sudah kelewatan. Jangan sampai suporter bulutangkis Indonesia malah jadi pisau bermata dua.