INDOSPORT.COM - Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir merupakan salah satu ganda campuran tersukses di Indonesia. Meski demikian, Liliyana mengaku bahwa mereka pernah bersusah payah untuk bangkit dari keterpurukan.
Bergelimang gelar dan prestasi tak didapat Tontowi/Liliyana semudah membalikkan telapak tangan. Liliyana mengisahkan tentang beratnya menyelesaikan ketegangan yang pernah terjadi dengan Tontowi.
Kegagalan total tanpa medali di Olimpiade London 2012 ternyata bukanlah saat terberat bagi mantan penghuni tahta rangking satu dunia tersebut. Tetapi merangkak dari keterpurukan minim gelar di tahun 2015 dan awal 2016 menjadi tantangan terberat bagi Tontowi/Liliyana.
Bahkan Liliyana menggambarkan hubungannya dan pasangan mainnya tersebut dengan istilah gersang. Bahkan Tontowi/Liliyana sempat merasa terintimidasi dengan hasil gemilang yang diraih junior mereka, Praveen Jordan/Debby Susanto di ajang All England 2016, beberapa bulan sebelum olimpiade.
"Waktu itu ekspektasi orang tinggi, dan kami lagi terpuruk sekali cuma dapat satu gelar juara sebelum olimpiade. Owi (Tontowi) nggak marah sih sama saya, saya juga enggak, tapi gimana ya namanya pemain dapat hasil jelek itu situasinya nggak ribut tapi nggak akur juga, ha ha ha susah menjelaskannya. Damai tapi gersang, kayak lagi perang dingin," kenang Liliyana Natsir dari laman Badminton Indonesia.
"Waktu itu kami berpikir apa posisi kami sudah terganti ya sama Praveen/Debby? Ya namanya persaingan, akhirnya saya dan Owi sama-sama nurunin ego, saya kontrol emosi, Owi nggak sensitif lagi, begini pun sebetulnya nggak menjamin kami jadi juara, tapi setidaknya kami berdua jauh merasa lebih baik," kata Liliyana.
Meski demikian, Tontowi/Liliyana akhirnya bisa bangkit dari masa suram tersebut dengan menerapkan sikap masa bodoh dan terus menjalani latihan yang terbilang berat tanpa mengeluh sedikit pun.
Tak hanya itu, sikap disiplin dan saling mengevaluasi satu sama lain juga menjadi faktor lainnya kebangkitan ganda campuran terbaik di Indonesia tersebut.