Demi Bertahan di Olimpiade, BWF Pernah Buat Aturan Seksis dengan Rok Mini

Selasa, 9 Juni 2020 19:11 WIB
Penulis: Arief Tirtana | Editor: Theresia Ruth Simanjuntak
© Theresia Simanjuntak/INDOSPORT
Federasi Bulutangkis Dunia, BWF sempat menjadi perhatian dunia karena idenya yang dianggap seksis, berkaitan dengan rok mini jelang Olimpiade 2012. Copyright: © Theresia Simanjuntak/INDOSPORT
Federasi Bulutangkis Dunia, BWF sempat menjadi perhatian dunia karena idenya yang dianggap seksis, berkaitan dengan rok mini jelang Olimpiade 2012.

INDOSPORT.COM – Federasi Bulutangkis Dunia, BWF sempat menjadi perhatian dunia karena idenya yang dianggap seksis, berkaitan dengan rok mini jelang Olimpiade 2012.

Dengan kepopuleran khususnya di Benua Asia, bulutangkis tak bisa ditampik belum memiliki popularitas secara menyeluruh yang bisa membuat mereka nyaman berada di event sebesar Olimpiade.

Hal itu setidaknya bisa dilihat dari sejarah bulutangkis itu sendiri di Olimpiade di mana olah raga tepok bulu itu baru benar-benar diterima menjadi bagian resmi Olimpiade pada tahun 1992 di Barcelona, Spanyol. Saat itu, baru hanya ada empat nomor yang dipertandingkan: tunggal putra dan tunggal putri, serta ganda putra dan ganda putri.

Meski demikian, sejak Olimpiade 1992 Barcelona itu, bulutangkis terus bertahan menjadi olahraga resmi yang dipertandingkan di Olimpiade. Dalam perjalananya posisi bulutangkis tersebut masih terus belum sepenuhnya nyaman.

Pada tahun 2012 misalnya, ada upaya-upaya dari Federasi Bulutangkis Dunia, BWF agar bulutangkis mendapatkan popularitas agar bisa terus bertahan di Olimpiade.

Sayangnya saat itu, alih-alih meningkatkan popularitas bulutangkis hingga semakin banyak yang menontonnya, BWF justru menghadirkan blunder lewat peraturan barunya yang dianggap seksis atau diskriminatif terhadap salah satu jenis kelamin tertentu, dalam hal ini wanita.

Aturan Seksis Rok Mini

Aturan yang dinilai seksis oleh BWF tersebut sebenarnya sudah muncul sejak pertengahan tahun 2011. Dengan niat mulianya agar bulutangkis bisa menarik semakin banyak menarik minat penonton, saat itu BWF membuat aturan yang mewajibkan pebulutangkis putri untuk menggunakan rok mini saat bertanding.

"Para pebulutangkis putri yang akan turun di turnamen-turnamen level tertinggi BWF diwajibkan untuk mengenakan rok atau gaun yang memperlihatkan sisi kewanitaan mereka. Bahkan, meskipun mereka tetap memakai celana pendek di dalamnya,” bunyi peraturan BWF ketika itu.

Sontak saja peraturan BWF tersebut mendapatkan protes keras. Bukan hanya dari aktivis di berbagai belahan dunia, namun juga dari negara-negara anggota BWF itu sendiri. Indonesia, Malaysia, India, China hingga Denmark memprotes keras peraturan BWF tersebut dengan berbagai alasan.

Sementara di pihak BWF, lewat wakil Presiden mereka saat itu, Paisan Rangsikitpho, membantah jika peraturan itu disebut sebagai suatu bentuk ekspoitasi terhadap wanita.

Paisan saat itu juga membantah jika aturan yang dibuat itu membatasi hanya rok mini yang boleh dipakai. Dirinya berdalih bahwa aturan tersebut dibuat agar ada sesuatu yang menjadi pembeda dalam sebuah pertandingan putri.

"BWF tidak pernah punya maksud untuk memposisikan wanita sebagai objek seksual. Bukan itu yang sedang kami kerjakan saat ini," katanya.

"Peraturan itu merupakan bagian dari suatu kampanye besar kita untuk lebih meningkatkan popularitas olahraga bulutangkis di masa depan. Ini hanya dimaksudkan untuk membantu olahraga ini menarik minat penggemar yang lebih luas. Penampilan para pemain yang lebih bergaya, menarik dan berestetika adalah inti dari peraturan itu,'' dalihnya.