INDOSPORT.COM – Sebagai legenda bulutangkis Indonesia, Rudy Hartono menyimpan sejumlah fakta menarik. Salah satunya menjadi insipirasi Gubernur Jakarta Ali Sadikin.
Dari sekian banyak sosok legenda bulutangkis Indonesia, nama Rudy Hartono rasanya layak untuk dikedepankan. Sebab bukan hanya sekadar meraih berbagai prestasi membanggakan, tapi raihan prestasinya itu diukirnya juga dengan balutan rekor yang sangat sulit untuk dilampaui oleh pebulutangkis lainnya hingga saat ini.
Mulai dari ketika dirinya bisa menjadi juara All England termuda di usia 18 tahun, hingga menjuarai turnamen bulutangkis tertua di dunia itu sebanyak delapan kali. Termasuk di antaranya yang didapat secara tujuh kali berturut mulai dari tahun 1968 hingga 1974.
Tetapi di luar semua prestasinya yang sudah menjadi rahasia umum tersebut, sebenarnya ada hal-hal lain yang cukup menarik juga tersimpan dalam diri pria kelahiran Surabaya 18 Agustus 1948 itu.
Apa saja hal menariknya? Berikut INDOSPORT merangkumkan.
Main Film
Masyur sebagai atlet bulutangkis internasional, Rudy Hartono sempat menerima tawaran terjun ke dunia perfilman sebagai aktor. Tak tanggun-tanggung tawaran itu diterima Rudy dalam peran yang cukup penting di film berjudul ‘Matinja Seorang Bidadari’.
Di film Garapan sutradara Wahyu Sihombing pada tahun 1971 itu, Rudy Hartono mendapatkan peran sebagai Franky, sosok pria yang menjadi kekasih pemeran utama bernama Santi yang diperankan Poppy Dharsono.
Dalam ceritanya, Santi lebih memilih menjalin dengan Franky yang tak sengaja ditemuinya di Taman Ria. Dibandingkan dengan Ratman, pemilik klub malam yang juga merupakan bos tempatnya bekerja sebagai pramuria.
Sayang setelah mendapatkan peran yang cukup penting di sebuah film itu, Rudy Hartono tak tertarik untuk melanjutkan kariernya di layar lebar. Lantaran tak kuat dengan terpaan gosip yang sempat berembus kepadanya.
Kuliah Kedokteran
Selain sempat mencoba peruntungan karier di dunia perfilman, Rudy Hartono ternyata juga sempat menjalani kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Surabaya saat berusia 21 tahun.
Sama seperti ketika mencoba peruntungan di dunia film, keputusan Rudy Hartono untuk berkuliah diambilnya demi masa depan yang lebih baik dan lebih jelas.
Sebab saat itu, karier sebagai pebulutangkis masih sangat tidak menjanjikan. Mislanya saja ketika dirinya bisa membawa gelar juara Piala Thomas 1970 ke Tanah Air. Sempat dijanjikan sesuatu, namun nyatanya setelah berhasil, tak ada apapun yang dirinya dapat sebagai pahlawan bangsa.
Hampir Jadi Pilot
Tak berhenti sampai kuliah kedokteran. Keinginan kuat Rudy Hartono untuk mendapatkan masa depan yang lebih jelas juga membawanya kepada tawaran untuk menjadi pilot.
Saat itu di sekitar tahun 1970, Rudy Hartono bersama pebulutangkis lainnya seperti Mintardji, Darmadi, dan Indra Gunawan, mendapatkan tawaran dari Garuda jika mau mendapatkan pelatihan sebagai awak pesawat.
Dimulai dengan tes fisik, Rudy Hartono dan Darmadi ternyata lolos dan berhak mendapatkan pelatihan pilot di Cimahi Jawa Barat. Dalam masa pelatihan itu, Rudy Hartono pun masih diperbolehkan menjalani latihan bulutangkis seperti biasa.
Namun niatan Rudy menjadi pilot akhirnya urung terwujud setelah dirinya menuruti bujukan dari Dirjen Bencana Alam Deprtemen Sosial, bernama Pasila yang memintanya untuk tetap fokus menjalani karier di dunia bulutangkis.
Usaha keras Pasila itupun membuahkan hasil. Rudy Hartono akhirnya menerima bujukannya, meski sebagai gantinya Rudy Hartono juga dipersilahkan untuk menjadi anggota staf Yayasan Rehabilitasi Sosial milik Departemen Sosial sejak Oktober 1970.