INDOSPORT.COM - Pebulutangkis Putri Sekartaji memutuskan tidak melakukan banding ke Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS), meski ia mengaku tidak bersalah dalam kasus pengaturan skor. Faktor ekonomi menjadi alasannya.
Putri Sekartaji termasuk di antara delapan orang yang dijatuhi sanksi oleh asosiasi bulutangkis dunia (BWF) atas keterlibatan mereka melakukan pengaturan skor.
BWF, pekan lalu, memang telah mengumumkan kasus ini ke publik. Sedangkan Putri Sekartaji, yang diduga melakukan match fixing, dijatuhi hukuman skors bertanding selama 12 tahun ditambah denda 12.000 dolar AS (sekitar Rp170 juta).
BWF sendiri telah memberi waktu hingga 26 Januari 2021 kepada delapan pemain tersebut untuk mengajukan banding ke Pengadilan CAS. Sejauh ini, baru Agrippina Prima Rahmanto Putra dan Mia Mawarti yang bersiap melakukan banding di bawah dukungan PBSI.
Tidak seperti Agri dan Mia, Putri sendiri memutuskan tidak mengajukan banding. Alasannya semata-mata karena faktor ekonomi. Bahkan untuk mendaftar banding harus membayar 500 dolar AS.
Selain itu, dia tidak banding juga karena dirinya memang sadar bagaimana kemampuan dirinya di bulutangkis. Dia merasa, kariernya sudah mentok dan tidak bisa berprestasi lebih hebat lagi.
“Saya dilarang main bulutangkis, baik di level internasional maupun nasional. Saya memang sudah tidak main. Paling-paling, kalau masih bermain hanya di kelas tarkam,” sebut Putri dilansir dari laman resmi PBSI.
Apalagi, untuk membayar denda yang 12.000 dolar AS atau sekitar Rp170 juta, dirinya benar-benar tidak mampu.
“Ini berat banget. Seandainya mau membayar dan misalnya harus dicicil setiap bulan Rp1 juta, itu artinya selama 170 bulan atau 14 tahun saya harus membayar terus. Bisa-bisa, saya punya anak hingga besar pun tetap akan terus mencicil denda itu,” papar Putri.
Meski tidak mengajukan banding, bukan berarti dirinya mengaku bersalah. Dia tetap menolak dihukum karena dirinya hanya menjadi korban dari Hendra Tandjaya.
“Terus terang, saya ini korban dari perbuatan Hendra Tandjaya. Saya juga tidak bertaruh atau melakukan rekayasa hasil pertandingan seperti yang dituduhkan BWF. Seperti Agri dan Mia, saya juga korban perbuatan Hendra,” aku Putri.
Putri lantas menjelaskan asal muasal namanya bisa terseret dari tindakan match fixing yang dilakukan Hendra Tandjaya. Semua ini berawal saat dia berpasangan dengan Hendra sebagai ganda campuran di ajang New Zealand Open 2017.
Saat itu dirinya pun tidak tahu kalau sebenarnya Hendra telah berniat melakukan perbuatan yang mencederai sportivitas dengan merekayasa hasil pertandingan.
Putri tetap bermain sepenuh hati di tengah lapangan. Putri mengeluarkan seluruh kemampuan terbaiknya. Sebaliknya, rekannya tersebut sering melakukan kesalahan demi kesalahan, seperti memukul shuttlecock keluar atau nyangkut net.
Selama di Selandia Baru, Putri mengaku menerima uang sebesar Rp14 juta dari Hendra. Dirinya pun tidak berprasangka buruk terhadap partnernya di tengah lapangan itu.
Sebab, dia mengira uang dari Hendra yang bertindak sebagai ofisial tersebut adalah uang saku untuknya selama bertanding di Negeri Kiwi tersebut.