Gara-gara Gregoria, Proses Kebangkitan Tunggal Putri Indonesia Bikin Merinding Media Asing
Media lokal China, Aiyuke, secara lanjutan menulis soal bagaimana Gregoria Mariska yang baru mengalahkan Chen Yufei, menjadi salah satu pemutus dahaga prestasi tunggal putri Indonesia sejak era Susy Susanti.
“Bulutangkis adalah olahraga populer Indonesia. Sejak bintang tunggal putri Susy Susanti meraih medali emas Olimpiade Barcelona, Indonesia selalu meraih emas bulutangkis di setiap gelaran Olimpiade, kecuali pada era 2012 di Olimpiade London, yang saat itu dikuasai China,” tulis Aiyuke.
“Namun sejak Susy Susanti memutuskan pensiun, tunggal putri seolah menjadi sektor terlemah di bulutangkis Indonesia. “sambung media China tersebut.
“Maria Kristin pemain tunggal putri yang aktif di era 2005 hingga 2011 belum pernah meraih juara Super Series meskipun dia berhasil meraih perunggu Olimpiade 2008.”
“Pada 2016 hingga 2020, ketika Susy Susanti menjadi Kabid Binpres PBSI, dia menaruh harapan besar di nomor tunggal putri. Fitriani yang memiliki tinggi badan 155 cm perlahan mulai bangkit.
“Fitriani telah menyulitkan sejumlah nama beken seperti Chen Yufei hingga Akane Yamaguchi, serta menjuarai Thailand Masters (S300).”
“Sayangnya masa kejayaan Fitriani hanya bertahan sebentar. Setelah 2019, performanya menurun hingga terdepak PBSI. Kemudian Gregoria Mariska yang memenangkan Kejuaraan Dunia Junior 2017 menjadi pengganti.”
“Sayangnya performa Gregoria Mariska bergejolak pada era 2018 hingga 2021. Kebugaran fisiknya kurang baik, cedera, dan minim prestasi,” tulis Aiyuke.
Dalam pemaparan lebih dalam, media Aiyuke mengagumi bagaimana Gregoria Mariska bertransformasi sejak musim 2023, di mana Chen Yufei hingga Akane Yamaguchi ditumbangkan.
Puncaknya adalah gelar juara Kumamoto Masters 2023 adalah bukti kerja keras Gregoria Mariska. Bahkan bukan tidak mungkin, dia akan berjaya di Olimpiade Paris 2024 mendatang!