Gara-gara Bom Surabaya, Marcus Gideon Alami Trauma Mendalam
Bintang bulutangkis Indonesia, Marcus Fenaldi Gideon mengaku trauma akibat insiden bom di Surabaya. Bahkan dia mengaku menjadi takut untuk keluar rumah.
Hal itu ia rasakan setelah maraknya Insiden kemanusian yang menguncang Indonesia. Terbaru, di Surabaya, Jawa Timur, terjadi teror ledakan bom yang menewaskan setidaknya 14 orang.
1. Marcus Trauma
Kejadian ini menimbulkan trauma bagi semua pihak. Tak terkecuali pebulutangkis Indonesia, Marcus Fernaldi Gideon.
"Pastinya turut berduka cita juga buat yang kehilangan, kalau bisa jangan ada seperti ini. Karena merugikan banyak orang," ucap Markus Gideon.
"Banyak orang jadi takut keluar rumah. Saya mau ke mall saja takut, jadi was-was. Bayangkan dalam 24 jam berapa banyak kejadian," tambah dia.
- 3 Bom Meledak di Surabaya, Pelatih Persija: Nama Indonesia Tercoreng
- Pelatih Klub Eropa Kecam Aksi Terorisme di Surabaya, Ini Alasannya
- Tragedi Bom Surabaya, Ezra Walian Sampaikan Duka dari Belanda
- Didera Aksi Teror Bom Surabaya, Menpora Bicara Soal Nasib Asian Games 2018
- RESMI! Laga Persebaya vs Persib Ditunda Imbas Bom Surabaya
- Bintang AS Roma Turut Berikan Doa untuk Korban Bom Surabaya
- Pinggirkan Rivalitas, Arema FC Turut Berduka atas Serangan Bom di Surabaya
2. Banyak Keluarga di Surabaya
Rasa was-was Markus cukup beralasan. Sebab, dia cukup shock kejadian di Surabaya. Terlebih di Surabaya ada keluarganya.
"Keluarga saya memang ada di Surabaya. Puji Tuhan, mereka tidak apa-apa, sebab tempat tinggal mereka cukup jauh juga dari lokasi," tutup dia.
3. Persiapan Piala Thomas
Perlu diketahui, Marcus yang baru menikahi sang kekasih saat ini tengah mempersiapkan diri jelang keikutsertaannya dalam ajang Piala Thomas 2018, yang bergulir pertengahan Mei 2018 di Thailand.
Pasangan ganda putra Kevin Sanjaya itu beserta dengan pebulutangkis putra Indonesia lainnya diharapkan oleh PBSI bisa merebut gelar juara, setelah di edisi sebelumnya hanya meraih posisi runner up.
"Kami telah mengantisipasi kekalahan dua tahun lalu, kami kalah di final karena punya kelemahan di tunggal. Setelah dua tahun ini, tunggal kami sudah lebih matang dan berharap bisa menyumbang angka," ujar Achmad Budiarto, Chef de Mission tim Thomas-Uber Indonesia.