3 Teladan yang Bisa Dipetik dari Karier Hebat Liliyana Natsir
INDOSPORT.COM - Salah satu pemain ganda campuran terbaik Indonesia, Liliyana Natsir, akhirnya memutuskan untuk gantung raket alias pensiun dari dunia bulutangkis selepas Indonesia Masters 2019 ini.
Liliyana bakal resmi pensiun usai gelaran Indonesia Masetrs 2019 yang juga akan menjadi ajang terakhirnya berpasangan dengan Tontowi Ahmad.
Liliyana bersama dengan pasangannya, Tontowi Ahmad, merupakan salah satu ganda campuran terbaik yang pernah dimiliki Indonesia.
Pada masa jayanya, pasangan ini dianggap sebagai yang terbaik di dunia.
Namun, bukan hanya dengan Tontowi saja Liliyana diperhitungkan, bersama pasangan-pasangannya terdahulu, Liliyana juga berhasil merebut gelar-gelar bergengsi.
Bersama Tontowi Ahmad, Nova Widianto, dan Vita Marissa, Liliyana Natsir pernah mengggondol 23 titel BWF Superseries dan 19 kali runner-up. Sementara di BWF Grand Prix, Liliyana pernah meraih 10 gelar dan empat kali runner up.
Liliyana Natsir pernah merasakan 4 gelar juara dunia BWF (2005, 2007, 2013, 2017), 2 kali Indonesia Open (2008, 2017), 3 kali All England (2012, 2013. dan 2014), hingga medali emas Olimpiade (2016) dan SEA Games (2005, 2007, 2009, 2011).
Pencapaian Liliyana di dunia bulutangkis sangat luar biasa. Puluhan gelar berhasil didapatkannya.
Segala kesuksesan yang diraih Liliyana pun tentunya tak hadir begitu saja. Banyak suka duka, doa, dan usaha yang mengiringinya.
Untuk mengenang perjalanan karier hebat Liliyana Natsir, berikut ini kami rangkum tiga teladan yang bisa dipetik dari perjalanan kariernya.
1. 1. Tekad Kuat dalam Menggapai Mimpi
Liliyana atau akrab disapa Butet, lahir di Manado, 9 September 2019. Butet merupakan anak perempuan dari pasangan Beno Natsir dan Olly Maramis.
Butet telah sejak kecil mencintai bulutangkis. Saat masih di bangku Sekolah Dasar, ia bergabung dengan klub bulutangkis di Manado bernama Pisok Manado.
Ternyata, kegemaran Butet dalam bermain bulutangkis tak sekedar hobi masa kecil belaka, ia sangat serius menapaki mimpi menjadi pebulutangkis profesional.
Dengan tekad kuatnya menjadi pebulutangkis profesional, ia sampai rela tak melanjutkan pendidikannya ke jenjang SMP.
Pada usia 12 tahun, Butet pilih hijrah ke Jakarta. Sebuah pertaruhan yang cukup besar kala itu di mana ia harus meninggalkan Manado untuk mengadu nasib ke ibu kota.
Di Jakarta, ia bergabung bersama klub bulutangkis papan atas Indonesia, PB Tangkas. Tekadnya yang kuat dalam menggapai mimpi mengantarkannya pada karier di Pelatnas.
Tiga tahun setelah dari PB Tangkas, Liliyana bergabung Pelatnas dan dipasangkan oleh Vita Marissa di sektor ganda putri. Dari sinilah cerita hebat kariernya dimulai.
2. 2. Kompetitif
Butet dikenal oleh junior-juniornya sebagai sosok yang kompetitif alias selalu ingin menang.
Hal ini yang menjadi alasan mengapa dirinya selalu total dalam bertanding serta mencanangkan target tertinggi di masa keemasannya. Ia pun masih terus aktif sampai usia 33 tahun demi menggapai target-targetnya.
Butet selalu lapar dan penasaran dengan gelar-gelar yang belum pernah ia raih. Salah satu yang paling berkesan tentu saja adalah gelar Olimpiade Rio 2016.
Berpasangan dengan Tontowi Ahmad, ia berhasil menggondol medali emas. Ia pun menganggap pencapaian itu adalah yang tertinggi dalam kariernya.
Sepanjang kariernya, Butet telah memenangkan hampir semua kejuaraan yang melibatkan ganda campuran yang ada di dunia. Ia tak menyerah sampai bisa meraih apa yang ia mau.
Sepanjang kariernya, Butet pernah merasakan 4 gelar juara dunia BWF (2005, 2007, 2013, 2017), 2 kali Indonesia Open (2008, 2017), 3 kali All England (2012, 2013. dan 2014), medali emas Olimpiade (2016) dan SEA Games (2005, 2007, 2009, 2011).
Bersama Tontowi Ahmad, Nova Widianto, dan Vita Marissa, Butet total mengggondol 23 titel BWF Superseries dan 19 kali runner-up. Sementara di BWF Grand Prix, Liliyana pernah meraih 10 gelar dan empat kali runner up.
Walau begitu, tetap ada beberapa gelar yang belum pernah Butet raih, semisal Asian Games dan BWF Super Series Finals. Namun begitu, tetap saja tak banyak pebulutangkis dunia yang memiliki rekor gelar seperti Butet.
3. 3. Leadership
Saat masih dipasangkan dengan Nova Widianto, Butet menempatkan dirinya sebagai junior karena memang ia lebih muda 8 tahun dari Nova.
Namun, bersama Tontowi Ahmad, ia berubah peran menjadi senior. Tak sekedar lebih tua dari Tontowi Ahmad, Butet juga membuktikan mampu mengeluarkan jiwa leadership-nya.
Ketika Tontowi mengalami ketegangan atau pun grogi, Butet mampu memberikan ketenangan dan kepercayaan diri.
Tentunya sifat kepemimpinan dan ketenangan yang dimiliki Liliyana Natsir patut kita contoh dalam kehidupan sehari-hari kita.
Terus Ikuti Berita Bulutangkis dan Berita Olahraga Lainnya Hanya di INDOSPORT