Kembali Berulah, Presiden BWF Tak Ingin Bulutangkis Didominasi Asia?
INDOSPORT.COM - Presiden Federasi Bulutangksi Dunia (BWF), Poul Erik Hoyer Larsen kembali berulah dengan rencananya yang ingin mengembalikan sistem poin bulutangkis ke 11 poin tahun depan.
BWF diketahui mulai meninggalkan sistem 11 poin sejak tahun 2006 silam dan mengadopsi sistem 21 poin dengan 3 babak untuk menggantikan sistem distribusi 15 poin sebelumnya.
Sejak sistem 11 poin diganti ke sistem 21 poin, keindahan permainan bulutangkis telah mengalami banyak peningkatan meskipun durasinya masih tidak jauh berbeda.
Dilansir dari situs olahraga Sports Sina, Presiden BWF yang selalu mendukung sistem 11 poin diketahui kembali menguji kelayakan sistem tersebut pada pertandingan-pertandingan tingkat rendah di tahun 2014 silam.
Pada Mei 2018 lalu, sistem 11 poin kembali dibawa ke forum Konferensi Tahunan Bulutangkis Dunia dan hasilnya 129 suara memberi dukungan, sedangkan 123 suara lainnya menentang.
Meskipun memiliki banyak suara pendukung, namun suara pendukung tidak mencapai 2/3 dari total suara sehingga sistem 11 poin kembali gagal diterapkan di tahun 2019.
Namun setelah berkaca dari apa yang terjadi di Piala Sudirman 2019 dimana tim Denmark bermain hampir 7 jam dalam fase penyisihan grup, Presiden BWF pun menyebut kalau sistem 21 poin terlalu kaku dan bulutangkis akan cepat kehilangan daya tariknya.
"Saya ingin mengubah sistem penilaian yang ada. Kami terlalu konservatif sekarang, menyebabkan bulutangkis berdiri diam," ujar Larsen dikutip dari media Sports Sina.
Tentu saja, jika sistem 11 poin kembali diberlakukan hal tersebut akan sangat menguntungkan bagi pemain Eropa yang bertipikal menyerang sementara keterampilan pemain Asia dengan ciri khas bertahan akan sangat terbatasi.
Tetapi dipastikan bahwa apa yang menjadi keinginan dari Presiden BWF tidak akan mudah, mengingat China, Jepang, Malaysia, Thailand dan Indonesia sebagai kekuatan bulutangkis Asia bisa dipastikan tidak akan setuju dengan usulannya tersebut.
Mengingat sistem 11 poin akan sangat membatasi pergerakan pemain Asia dan hanya memberikan keuntungan semata bagi pemain Eropa yang tidak kuat bermain dalam waktu yang lama.