Susy Susanti dan Australia Open, Ajang 'Receh' Penghasil Jawara Olimpiade
INDOSPORT.COM - Dengan kelasnya yang hanya Super 300, kejuaraan Australia Open kerap dianggap sebagai turnamen kelas dua. Meski begitu, ternyata banyak jawara Australia Open yang menjadi peraih emas Olimpiade di masa depan.
Jika saja pandemi COVID-19 tak melanda, maka babak final turnamen Australia Open 2020 seharusnya dihelat pada tanggal 7 Juni kemarin di Sydney.
Australia Open memang tak sebergengsi turnamen Super 1000 atau 750 seperti Indonesia Open, China Open, All England, atau pun Japan Open.
Meski begitu, Australia Open dianggap sebagai ajang pembuktian bagi para pebulutangkis-pebulutangkis muda yang tengah meniti karier di puncak dunia.
Bahkan, berbeda dengan turnamen super 300 lainnya, Australia Open kerap dianggap 'penting' oleh pebulutangkis-pebulutangkis papan atas.
Tak mengherankan memang, sebab secara tradisi Australia Open sering menampilkan para calon juara dunia. Sederet pebulutangkis legendaris dan papan atas dunia pernah mendapatkan titel juara Australia Open.
Sebut saja Susi Susanti, Chen Long, Carolina Marin, Lee Hyo Jung, Lin Dan, sampai Kim Dong Moon. Menariknya, jawara Australia Open kerap sinonim dengan medali emas Olimpiade.
Setidaknya tercatat lebih dari lima pemain yang pernah menjuarai Australia Open akhirnya sanggup merebut medali emas Olimpiade. Statistik keberhasilan ini adalah yang terbesar di banding turnamen Super 300 lainnya.
Mereka para alumni podium tertinggi Australia Open yang pernah menjadi peraih medali emas Olimpiade di antaranya adalah Susy Susanti, Chen Long, Carolina Marin, Hendra Setiawan/Markis Kido, Lin Dan, Lee Hyo Jung, dan Kim Dong Moon.
Susy Susanti misalnya, legenda tunggal putri Indonesia ini meraih gelar juara Australia Open pada 1990. Dua tahun kemudian, atau pada 1992, Susi sukses merebut medali emas Olimpiade Barcelona 1992.
Keberuntungan Susi berlanjut pada Kim Doong Moon, pemain ganda campuran Korea Selatan. Kim Dong Moon merengkuh titel Australia Open pada tahun 1999.
Kim Dong Moon pun menjadi peraih medali emas Olimpiade pada 2004 di Athena. Menariknya, tiga tahun sebelum ia meraih Australia Open, ia sudah pernah merengkuh medali emas Olimpiade pertamanya di Atlanta, 1996.
Di era masa kini, ada nama Lin Dan dan Carolina Marin yang juga mujur menjuarai Australia Open. Lin Dan adalah peraih medali emas Olimpiade pada tahun 2004.
Namun, sedikit berbeda dengan yang lain, ia baru meraih Australia Open pada tahun 2014. Sementara Carolina Marin merebut gelar juara Australia Open pada 2015 dan setahun kemudian ia menjadi peraih medali emas Olimpiade Rio 2016 di nomor tunggal putri.
Prestasi sama persis diraih oleh Chen Long di nomor tunggal putra. Pada 2015 wakil China ini meraih juara Australia Open sebelum akhirnya ia merengkuh medali emas satu-satunya di Olimpiade pada 2016 usai menyingkirkan Lee Chong Wei di final.
1. Pesona yang Bertahan
Pesona Australia Open pun terus terjaga sampai saat ini. Pada 2019 misalnya, turnamen kelas 300 ini mampu membawa para legenda dan jawara bulutangkis dunia untuk berpartisipasi.
CEO Crown Group selaku sponsor utama Australia Open 2019 sukses membawa pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan (juara All England 2019), Lee Yong Dae/Yoo Yeon Seong serta duo peraih Olimpiade, Lin Dan dan Li Xuerui, untuk berpartisipasi.
Padahal, di kejuaraan Super 300 lainnya, nama-nama pebulutangkis di atas kerap melewatkan atau tidak berpartisipasi dalam beberapa tahun belakangan .
Ini membuktikan bahwa Australia Open memiliki daya magisnya tersendiri. Beruntungnya, pebulutangkis tunggal putra andalan Tanah Air, Jonathan Christie, menjadi juara bertahan ajang ini setelah mengalahkan kompatriotnya, Anthony Ginting, pada final 2019.
Akankah ia mengikuti jejak pendahulunya untuk meraih emas Olimpiade? Patut kita tunggu aksi dari Jojo.