Analisa: 3 Faktor yang Buat Ahsan/Hendra Lebih Mudah Kalahkan Endo/Yuta
INDOSPORT.COM - Tidak seperti juniornya, Kevin Sanjaya/Marcus Gideon, pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan diketahui jauh lebih mudah mengalahkan pasangan Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe setiap kali bertemu di pertandingan.
Meskipun usia sudah tak lagi muda, nyatanya tak membuat pasangan Mohammad Ahsan/Hendra Setiawan menjadi lebih mudah dikalahkan oleh pasangan manapun, walau secara stamina mereka memang sudah tidak seperti dulu lagi.
Terlebih lagi, ketika pasangan Ahsan/Hendra berhadapan dengan wakil Jepang yang terkenal dengan pertahanannya seperti tembok China, yakni Hiroyuki Endo/Yuta Watanabe, mereka tidak terlalu menemui hambatan pasti ketika mereka memiliki kebugaran fisik yang baik.
Bahkan di tahun 2019 silam, tercatat, pasangan berjuluk The Daddies tersebut sukses lima kali mengalahkan Endo/Watanabe dan itu berbanding terbalik dengan juniornya yang saat ini menempati peringkat 1 dunia, yaitu Kevin Sanjaya/Marcus Gideon yang malah menelan kekalahan 6 kali dari wakil Jepang tersebut.
Melihat fenomena tersebut, INDOSPORT.com mencoba memberikan analisa singkat mengapa pasangan Ahsan/Hendra tidak mengalami kesulitan berarti ketika berhadapan Endo/Watanabe ketika kebugaran fisik mereka baik:
Magis Hendra Setiawan di Depan Net
Walau usia Hendra Setiawan sudah tak lagi muda, bukan berarti kegarangannya di depan net juga ikut lenyap dimakan usia. Pebulutangkis 35 tahun tersebut nyatanya masih memiliki plecing-plecing yang apik dan penempatannya pun sangat luar biasa.
Ketika serangan bertubi-tubi berupa smash tidak mampu menghancurkan pertahan Endo/Watanabe, maka Hendra Setiawan selalu tidak pernah kehilangan akal untuk memancing wakil Jepang tersebut keluar dari pola permainan mereka.
Terbukti, penempatan-penempatan bola di depan net yang dilakukan Hendra Setiawan sangat mujarab untuk memancing duet Endo/Watanabe keluar dari pola permainan bertahanannya.
Saat wakil Jepang sudah keluar dari pola bermainan bertahannya, pebulutangkis Hendra Setiawan bersama rekannya Mohammad Ahsan akan jauh lebih banyak mengajak Endo/Watanabe bertarung di depan net dengan melakukan adu drive yang terbukti cukup membuat pasangan peringkat 5 dunia tersebut kesulitan.
Walaupun memiliki kemampuan adu drive yang baik, namun baik Hiroyuki Endo atau Yuta Watanabe bukanlah tipe pemain yang bagus ketika bermain di depan net. Kelemahan itulah yang berhasil dimanfaatkan Hendra Setiawan untuk mengkonversinya menjadi poin.
1. Lebih Berani Improvisasi Serangan
Apabila pasangan Kevin Sanjaya/Marcus Gideon cenderung mudah terbawa dengan gaya bermain Endo/Yuta, maka berbeda dengan Ahsan/Hendra yang cenderung lebih berani 'berjudi' dengan serangan-serangan yang bervariasi.
Usia yang sudah tak lagi muda tampaknya menjadi alasan utama mengapa pasangan Ahsan/Hendra ogah meladeni permainan rally-rally panjang yang selalu ditampilkan oleh pasangan Endo/Yuta setiap kali mereka bermain.
Tipe permainan bertahan yang diperagakan oleh Endo/Watanabe sejauh ini terbukti sukses menghabiskan energi dari Kevin/Marcus untuk kemudian melakukan serangan ketika ganda putra peringkat 1 dunia tersebut sudah kelelahan dan kehabisan akal.
Tetapi tipe bermain seperti itu, tampaknya tidak terlalu sukses ketika mereka mainkan pada saat berhadapan dengan Ahsan/Hendra yang secara pengalaman sudah jauh lebih banyak dan lebih matang.
Lihat saja, ketika pasangan Ahsan/Hendra bermain. Pasangan Endo/Watanabe jarang mengangkat bola ke belakang dan biasanya cenderung terikut arus permainan yang dikembangkan oleh duet peringkat 2 dunia tersebut.
Placing mematikan, pukulan-pukulan drive yang apik dan smash yang keras tampaknya menjadi kombinasi permainan menyerang yang tepat bagi pasangan Ahsan/Hendra untuk mengobrak-abrik pertahanan Endo/Yuta.
Bermain Lebih Sabar
Memang betul, jika usia akan sangat mempengarui kematangan dan kesabaran. Hal tersebut jarang terlihat di pasangan Kevin/Marcus ketika berhadapan dengan Endo/Watanabe dalam lima pertemuan terakhir mereka dan baru terlihat ketika di final All England 2020 bulan Maret lalu.
Pasangan Ahsan/Hendra memang tampak jauh lebih sabar ketika berhadapan dengan Endo/Watanabe. Mereka sangat jarang menunjukkan kefrustrasian ketika pertahanan wakil Jepang tersebut sulit untuk ditembus atau dalam posisi tertinggal sekalipun.
Hal tersebut sangat tampak ketika Ahsan/Hendra berlaga di partai pamungkas BWF World Tour Finals 2019 lalu di Guangzhou, China, di mana mereka yang seharusnya tidak lagi memiliki harapan di game kedua karena sudah tertinggal sangat jauh, nyatanya malah berhasil membalikkan keadaan untuk mengklaim gelar juara hanya dalam dua game saja.
Hal yang sama juga berlaku ketika mereka bertemu di semifinal Indonesia Open 2019 lalu, di mana Ahsan/Hendra yang sudah ketinggalan di game ketiga dan pasangan Endo/Watanabe hanya membutuhkan satu poin lagi untuk menang, nyatanya tak berhasil memenangkan pertandingan.
Justru pasangan Ahsan/Hendra-lah yang berhasil memenangkan pertandingan dan akhirnya mencapai partai final dan kemudian berhadapan dengan pasangan Kevin Sanjaya/Marcus Gideon.
Itulah tiga hal penting mengapa pasangan Ahsan/Hendra lebih mudah mengalahkan Endo/Watanabe ketika mereka bermain dalam kondisi fisik yang bugar dan stamina yang full.