Sebelum Gregoria Mariska, Ada Kuda Hitam Tunggal Putri Indonesia yang Sukses di Olimpiade
INDOSPORT.COM – Tunggal putri Indonesia, Gregoria Mariska Tunjung masuk dalam daftar kuda hitam di Olimpiade Tokyo 2020. Sebelumnya, ada wakil Merah Putih berlabeh underdog yang justru sukses di ajang tersebut, siapakah dia?
Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) dalam artikelnya pada hari Senin (14/06/21) mengupas para pemain non unggulan yang siap menjadi ancaman tunggal putri yang berada di sepuluh besar di klasemen Olimpiade Tokyo 2020.
Dari empat pemain kuda hitam yang disebutkan BWF, ada sosok Gregoria Mariska yang memastikan lolos ke Olimpiade Tokyo setelah menempati urutan ke-15 di Race to Tokyo.
“(Gregoria Mariska) memiliki bakat langka sebagai strokeplayer, tetapi hasilnya belum mencerminkan bakatnya,” demikian BWF menggambarkan sosok Gregoria sebagai kuda hitam di Olimpiade bulan depan.
Berbicara mengenai label kuda hitam yang disematkan Gregoria Mariska, seharusnya ini menjadi pemantik semangat dirinya untuk bisa mendulang prestasi di pesta olarhaga empat tahunan di Tokyo nanti.
Menengok kembali ke sejarah bulutangkis Indonesia di Olimpiade, tim Merah Putih sebenarnya juga pernah diwakili oleh pemain non-unggulan. Dia adalah Maria Kristin Yulianti yang bermain di sektor tunggal putri.
Kesuksesan Maria Kristin bisa menjadi bukti bahwa pemain berlabel underdog mampu meraih medali di Olimpiade. Maria Kristin membuktikannya pada Olimpiade Beijing 2008.
Legenda asal Tuban, Jawa Timur ini berhasil meraih medali perungguh setelah berhasil mencapai babak semifinal sebelum dikalahkan wakil China, Chai Yun Ju, dengan skor 21-15, 21-15.
Chai Yun Ju kemudian memastikan sebagai pemenang medali emas usai mengalahkan wakil Indonesia lainnya, Jie Lin, di babak final lewat permainan rubber set, 21-12, 10-21, 21-18.
1. Maria Kristin Membawa Kembali Kejayaan Tunggal Putri Indonesia
Dibandingkan dengan beberapa tunggal putri pendahulunya seperti Susy Susanti dan Mia Audina, Maria Kristin bukanlah apa-apanya di kancah bulutangkis internasional.
Namun, Maria Kristin berhasil membawa kembali kejayaan tunggal putri Indonesia di Olimpiade dengan memenangkan perungguh setelah di dua edisi sebelumnya, Sydney 2000 dan Athena 2004, Indonesia nihil medali.
Indonesia pada edisi Barcelona 1992 dan Atlanta 1996 sukses menggondol tiga medali, yakni medali emas oleh Susi Susanty (1992), perunggu oleh Susy Susanty (1996) dan perak oleh Mia Audina (1996).
Setelah keberhasilan Maria Kristin meraih perunggu, Indonesia belum berhasil memenangkan medali lagi dari sektor tunggal putri pada edisi London 2012 dan Rio 2016.
Jadi, mungkinkah Gregoria Mariska mampu mematahkan puasa gelar juara tunggal putri Indonesia di Olimpiade Tokyo dengan meraih medali meski dirinya berlabel kuda hitam? Menarik untuk disimak.