‘Tidak Ramah’ Bulutangkis, Riwayat Amerika Serikat Jadi Penguasa Piala Uber di Masa Lalu
INDOSPORT.COM – Sering terdengar istilah ‘Amerika Serikat adalah negara tidak ramah bulutangkis’. Namun siapa yang menyangka negara superpower ini dulunya pernah menjadi penguasa di ajang Piala Uber.
Dibandingkan soccer (sepak bola), tenis, kriket, basket, dan golf, bulutangkis terbilang sebagai olahraga medioker di benua Amerika, khususnya Amerika Serikat.
Dalam dua dekade terakhir, pernah muncul sosok Tony Gunawan. Mantan WNI ini memutuskan hijrah ke Amerika Serikat dan melanjutkan karier bulutangkisnya di Negeri Paman Sam.
Tony Gunawan mengharumkan nama Amerika Serikat dengan menjadi juara dunia pada 2005 silam. Saat itu, dia menjadi juara dunia di sektor ganda putra berpasangan dengan Howard Bach.
Di era masa kini, ada Beiwen Zhang, atlet bulutangkis tunggal putri pertama yang masuk dalam tim Olimpiade Amerika Serikat untuk Olimpiade Tokyo 2020.
Meski telah membawa nama harum Amerika Serikat, Tony Gunawan dan Beiwen Zhang sama-sama harus melalui perjuangan berat untuk sampai ke tujuan masing-masing.
Tony Gunawan merasakan saat bekerja mandiri karena dia harus mengurus semuanya sendiri. Bedanya di Indonesia, semua hal administrasi sudah diurus oleh federasi.
Sementara Beiwen Zhang harus menggalang dana sendirian secara daring untuk membiayai akomodasinya selama berjuang di Olimpiade Tokyo 2020 tahun lalu.
Dengan bulutangkis sendiri tidak menyediakan hadiah uang fantastis, bahkan Kejuaraan Dunia hanya berupa hadiah poin, tak pelak popularitas bulutangkis kian tenggelam di Amerika Serikat.
Namun, tidak ada yang menyangka bahwa sejatinya bulutangkis pernah jadi olahraga populer di Amerika Serikat di 1930-an. Bahkan, AS pernah menjadi penguasa Piala Uber di masa lalu.
1. Amerika Serikat Pernah Rajai Piala Uber Tiga Edisi Pertama
Popularitas olahraga satu ini tak lepas dari peran sejumlah selebrita Amerika. Nama pesohor seperti Bette Davis, Douglas Fairbanks, dan Dick Powell memopulerkan bulutangkis di medio abad 20.
Puncak popularitas bulutangkis di Amerika Serikat sendiri terjadi antara 1949 dan 1967. Dalam rentang waktu tersebut, negara ini berhasil memenangkan 23 gelar kejuaraan bulutangkis.
Gelar paling dikenang sepanjang masa adalah trofi Kejuaraan Dunia yang dimenangkan oleh David Freeman pada 1949. Di tahun yang sama, Freeman juga memenangkan gelar All England.
Menariknya, Amerika Serikat juga pernah merasakan kejayaan bulutangkis di ajang Piala Uber, yang menjadi lambing supremasi tim beregu putri kelas dunia.
Amerika Serikat menjadi negara pertama yang berhasil memenangkan gelar juara di edisi pertama Piala Uber pada 1957 yang berlangsung di Lancashire, Inggris.
Saat itu, tim bulutangkis AS berhasil mencapai final dan dipertemukan dengan Denmark pada turnamen yang baru diikuti enam negara termasu Kanada, Irandia, India dan Malaysia.
Amerika Serikat menunjukkan kedigdayaannya atas tim Denmark saat memenangkan partai final dengan skor telak 6-1.
Amerika hanya sekali kalah di partai keenam ketika Ethell Marshal/Bea Massman dikalahkan Kirsten Grandlund/Anni Hammergaard Hansen dengan skor 4-15, 9-15.
Sejak kemenangan tersebut, tim bulutangkis Amerika Serikat memenangkan Piala Uber dalam dua edisi beruntun berikutnya, yakni di tahun 1960 dan 1963.
Untuk diketahui, Piala Uber di masa-masa awal masih digelar tiga tahun sekali sebelum dipercepat menjadi dua tahun sekali sejak 1984.
Sayangnya, dominasi Amerika Serikat di Piala Uber direnggut oleh Jepang yang memenangkan gelar pertama mereka pada 1966. Jepang menang setelah mengalah AS di final dengan skor 5-2.
Sejak saat itu, Amerika Serikat seperti menghilang dalam sejarah Piala Uber. Pada edisi 1969, Amerika Serikat langsung kandas di babak pertama usai dibekuk Indonesia dengan skor 7-0.
Jepang menang lagi dalam dua edisi beruntun (1969, 1972) sebelum Indonesia memenangkan gelar pertama (1975) setelah dua kali hanya jadi runner-up.
2. AS Butuh Figur Baru di Dunia Bulutangkis
Namun lambat laun, bulutangkis mulai kehilangan pamornya. Olahraga ini hanya dianggap sebagai olahraga belakang rumah alias hanya dilakukan di saat santai atau saat acara santai keluarga.
Selain itu, tim bulutangkis Amerika Serikat sampai saat ini belum ada yang berhasil memenangkan medali di puncak olahraga terbesar dunia, Olimpiade.
Padahal di Olimpiade, Amerika Serikat merupakan raja di atas segala-galanya. Negara ini kerap dan hampir selalu menjadi juara umum karena banyaknya medali yang diraih dari berbagai cabang olahraga.
Tenis berkembang dan semakin populer di Amerika berkat sosok legendaris Serena Williams dan Venus Williams yang memenangkan banyak gelar pada masa kejayaan mereka.
Kemudian ada Tiger Woods yang memopulerkan golf, Tom Brady di cabor American Foot, ada pebasket Kevin Durant LeBron James meneruskan jejak Kobe Bryant , hingga petinju Floyd Mayweather Jr.
Tetapi sayangnya, Amerika Serikat saat ini tidak memiliki figur yang bisa meningkatkan pamor bulutangkis di negara tersebut.
Ada pun atlet bulutangkis di kawasan PAN America yang menempati ranking tertinggi hanya Bryan Yang yang saat ini menduduki peringkat 21 dunia.
Kevin Cordon pahlawan Guatemala di Olimpiade Tokyo saat ini hanya menduduki peringkat 41 dunia lantaran jarang sekali diikutkan turnamen bergengsi.
Deretan tunggal putri AS seperti Irish Wang, Beiwen Zhang, Lauren Lam, ganda putra Vinson Chiu/Joshua Yuan, Annie Xu/Kerry Xu, Francesca Corbet/Allison Lee adalah nama-nama pebulutangkis AS yang saat ini masih menduduki peringkat dunia di luar 20 besar.
Mungkin, jika deretan pebuluangksi AS itu meraih banyak prestasi dan ranking dunianya meroket tajam maka bulutangkis di Amerika Serikat tidak akan sesuram saat ini nasibnya.